Pemilihan Umum Wali Kota Depok 2015 (Nama lain: Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Depok 2015, Akronim: Pilkada Depok 2015) adalah langkah politik melalui pemungutan suara untuk menentukan wali kota dan wakil wali kota untuk masa bakti 2016 sampai 2021 yang dipilih secara langsung oleh pemilih yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok setiap lima tahun sekali.[1] Wali kota petahana, Nur Mahmudi Ismail tidak dapat maju kembali pada pemilihan umum kali ini karena sesuai dengan aturan perundang-undangan yang mengatur masa jabatan kepala daerah maksimal dua periode yang terpilih berdasarkan pemilihan umum.[2]
Tokoh-tokoh yang sebelumnya berpeluang dicalonkan sebagai calon wali kota dan calon wakil wali kota ditetapkan oleh gabungan partai politik sebagai salah satu kandidat pada pilkada ini. Beberapa di antara mereka adalah pejabat petahana di pemerintahan, Mohammad Idris yang tidak berafiliasi dengan partai politik berdampingan dengan seorang wirausahawan, Pradi Supriatna yang diusung oleh PKS dan Partai Gerindra. Kemudian, seorang pengamat politik, Dimas Oky Nugroho diusung oleh PDI Perjuangan dan empat partai politik parlemen lainnya dicalonkan sebagai calon wali kota dengan didampingi oleh mantan legislator DPRD Kota Depok Fraksi Partai Golongan Karya, Babai Suhaimi.[3] Kedua pasangan calon yang berkontestasi sama-sama mengajukan pendaftaran pada 27 Juli 2015.[4][5][6] Berikut merupakan daftar pasangan calon yang berkontestasi pada Pilkada Depok 2015.[7][8]
Ambang batas parlemen mengisyaratkan minimal partai politik pengusung untuk mengusung calon kepala daerah. Untuk mengusung calon wali kota dan wakil wali kota dibutuhkan setidaknya sepuluh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok, baik satu partai politik dengan jumlah legislator minimal sepuluh kursi maupun gabungan partai politik yang mempunyai kursi di parlemen dengan jumlah minimalnya sepuluh kursi.[10][11] Berikut merupakan jumlah kursi parlemen hasil Pileg 2014 di Kota Depok.
PDI-P sebagai partai pengusul Dimas Oky dan Babai sebelumnya memunculkan konflik internal di partai. Pimpinan partai di Depok mengklarifikasi bahwa pihaknya tidak memberi rekomendasi pencalonan Dimas, sehingga penandatanganan pada dokumen pendaftaran dinyatakan tidak sah. Oleh karenanya, simpatisan partai melakukan demonstrasi di KPUD Kota Depok. Mereka menuntut agar pimpinan KPUD diadili. Sebabnya adalah menerima dan memverifikasi dokumen yang dinyatakan palsu tersebut dan dinilai tidak bertanggung jawab atas tugasnya. Terkait hal itu, KPUD Kota Depok kemudian menerangkan kepada pihak PDI-P Depok dan ditemukan bahwa tanda tangan pada berkas tersebut adalah asli.[13] dan menyatakan pasangan Dimas-Babai sah.[14] Meski telah dinyatakan sah, kasus ini masih berlanjut dengan pernyataan salah satu pimpinan PDI-P Depok yang menyatakan adanya kemungkinan bahwa tandatangannya dipalsukan.[15]
Konflik internal terjadi di dalam partai PDIP yang membawa nama Dimas Oky Nugroho dan Babai Suhaimi. Sekretaris PDIP cabang Depok menyatakan bahwa dirinya tidak pernah merestui nama Dimas Oky Nugroho, sehingga kemungkinan tanda tangannya yang ada pada berkas pendaftaran adalah palsu. Masyarakat dan simpatisan PDIP mendemo KPUD. Mereka menginginkan ketua KPUD diadili karena meloloskan berkas palsu tersebut dan dinilai tidak melaksanakan tugasnya dengan benar,[16][17] meminta pilkada ditunda[18] dan menganulir pasangan Dimas-Babai.[19]
Bakal calon Rudi Samin mengaku ditipu oleh PDIP cabang Depok. Ia diminta uang sebesar 300 juta rupiah oleh PDIP cabang Depok yang disebutnya digunakan untuk memperbesar hasil survei untuknya dan mempermulus jalannya menjadi calon wali kota.[20][21]
Dukungan Demokrat terhadap pasangan Idris Abdul Shomad dan Pradi Supriatna "terlambat" diumumkan dan didaftarkan, sehingga partai Demokrat tidak secara resmi menjadi partai pengusung keduanya. Hal ini menyebabkan ketua umum partai Demokrat cabang Depok dipecat dari jabatannya.[22] Namun kader dari Partai Demokrat tetap masuk ke dalam tim pemenangan pasangan Idris-Pradi.[23]
Partai yang mengalami perpecahan dan kepengurusan ganda (Golkar dan PPP) tidak dapat menyatakan dukungannya di pilkada manapun, termasuk di Depok.[24] Meskipun Babai Suhaimi merupakan ketua Partai Golkar cabang Depok, Golkar tidak memberikan dukungannya secara resmi pada pasangan Dimas-Babai maupun pasangan lainnya yang mengklaim telah didukung salah satu kepengurusan Golkar.[25][26] Di sisi lain, meski tidak mengusung secara resmi, disinyalir bahwa PPP kubu Romahurmuziy mendukung Dimas-Babai dan kubu Djan Faridz mendukung Idris-Pradi.[27]
Satu pasangan independen, Ibrahim Kadir Tuasamu dan Johanes Karundeng, dinyatakan tidak memenuhi persyaratan oleh KPUD Depok. Keduanya mengajukan gugatan ke PTUN Bandung karena "melihat ada tindakan KPU kota Depok yang bertentangan dengan perundangan yang berlaku".[28]