Pembatasan penggunaan internet di Indonesia 2019
Pembatasan penggunaan internet di Indonesia adalah suatu pembatasan penggunaan media sosial oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka menangkal penyebaran hoaks dan informasi provokatif di masyarakat.[1] Tindakan ini diambil sejak adanya kerusuhan di Jakarta dalam rangka menentang hasil Pemilihan umum Presiden Indonesia 2019.[2][3] Pembatasan ini hanya berlaku untuk foto dan video yang dikirim melalui WhatsApp, Facebook, dan Instagram, bukan keseluruhan akses layanan media sosial tersebut. Pembatasan ini telah dilaksanakan oleh lima penyedia jasa layanan internet di Indonesia. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Rudiantara, pembatasan ini hanya berlangsung sementara, dan akses ke media sosial akan kembali normal jika suasana telah kondusif,[2][4] yaitu pada Sabtu, 25 Mei 2019.[5] Latar belakangKomisi Pemilihan Umum RI telah menetapkan hasil perolehan suara Pilpres 2019 pada Selasa, 21 Mei 2019 dini hari.[6] Hasil tersebut tidak diterima oleh pasangan calon Presiden RI nomor urut 02, Prabowo Subianto. Menurutnya, hasil tersebut tidak jujur dan adil.[7] Hal ini pun direspons oleh para pendukungnya dengan melakukan Aksi 22 Mei di Jakarta. Aksi tersebut dilakukan dengan damai, tetapi terdapat sejumlah pihak yang membuat kericuhan di tempat tersebut.[8] Alhasil, beberapa orang ditahan pihak kepolisian karena diduga menjadi provokator dalam aksi tersebut.[8] Pemerintah menduga bahwa banyak aksi provokatif dengan cara menyebarkan hoaks dilakukan di media sosial, untuk memancing amarah rakyat terhadap kejadian yang terjadi di Jakarta.[9] Undang-Undang No 19 tahun 2016 yang mengubah UU No 18 tahun 2008 tentang ITE dalam Pasal 40 memberikan ruang kepada pemerintah untuk melakukan pemblokiran terhadap situs-situs tertentu. Pasal 40 poin 2a menyebutkan,
Selanjutnya Pasal 40 poin 2b menyebutkan,
Melihat berbagai hal tersebut, maka Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia membatasi penggunaan media sosial untuk mengirim foto dan video. Menurut Menkominfo Rudiantara, pembatasan media sosial ini efektif untuk menangkal hoaks yang beredar, sebab video paling cepat menyentuh emosi seseorang.[10] DampakDengan terbatasnya penggunaan media sosial, sejumlah sektor perekonomian mengalami penurunan penjualan, terkhusus sektor online.[11] Hal tersebut dikarenakan sejumlah besar promosi dagangan online dilakukan di platform media sosial seperti Facebook dan Instagram. Selain itu, penyedia jasa layanan internet juga merasakan dampak menurunnya pelanggan yang menggunakan layanan internet.[12] Menurut Direktur Teknologi XL, Yessie Yossetya, jumlah pelanggan menggunakan keseluruhan layanan internet menurun 10 persen, serta jumlah pelanggan mengakses WhatsApp turun hingga 50 persen. Namun, kecepatan internet pada ISP XL tidak terdampak oleh pembatasan akses Media Sosial ini.[12] Selain di bidang ekonomi dan komunikasi, pemberlakuan kebijakan ini juga berdampak pada bidang administrasi publik, yaitu proses pembuatan KTP Elektronik menjadi lambat. Hal tersebut terjadi karena layanan internet oleh pemerintah menjadi tidak stabil akibat pembatasan penggunaan media sosial.[13] Selama masa ini, beberapa orang Indonesia mulai menggunakan VPN untuk menghindari pembatasan kebebasan berbicara, yang menyebabkan Menteri Komunikasi Rudiantara menginstruksikan masyarakat Indonesia untuk "mencopot" VPN kurang dari seminggu setelah demonstrasi dimulai.[14] Tanggapan dan opiniMenurut Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), langkah pemerintah membatasi akses internet merupakan bentuk internet throttling, atau pencekikan akses internet, yang berpotensi menjadi presiden buruk dalam menjamin hak kebebasan berekspresi di Indonesia.[15] Menurut SAFEnet, pemerintah perlu mencari langkah alternatif lain sehingga dapat mencegah pemberlakuan pembatasan internet.[15][16] Menurut Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah, pembatasan akses media sosial dapat disetujui dengan catatan hanya berlangsung selama dua-tiga hari. Akan tetapi, menurutnya pembatasan penggunaan media sosial melanggar Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik (UU KIP) - yang mengatur bahwa masyarakat berhak mendapat informasi publik.[17] Hal yang sama juga disampaikan oleh Plt. Ketua ID Institute, Svaradiva Devi serta Pengamat Keamanan Siber dari CISSReC Pratama Dahlian Persadha, tetapi yang ingin ditambahkan adalah bahwa pemerintah harus melakukan upaya edukasi dan peningkatan literasi digital kalangan masyarakat.[17] Pencabutan
Pencabutan pembatasan penggunaan media sosial dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Sabtu, 25 Mei 2019 siang.[19] Kominfo menegaskan agar masyarakat menggunakan layanan internet dengan cerdas dan bijak serta mengutamakan hal-hal positif.[5][19] Menurut Plt Kepala Humas Kominfo, Ferdinandus Setu, pencabutan terhadap pembatasan Internet dibuka pada 13:00 WIB pada 25 Mei 2019.[5] Lihat pula
Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia