Kerusuhan Tarakan adalah sebuah insiden keamanan yang melibatkan dua kelompok massa di Kota Tarakan. Kerusuhan dimulai pada tanggal 26 September 2010.
Kronologi
Pada tanggal 26 September 2010, terjadi perselisihan antara dua kelompok pemuda di kawasan Perumahan Juata Permai[1] yang mengakibatkan seorang pemuda bernama Abdul Rahmansyah terluka di telapak tangan. Abdul pulang ke rumah untuk meminta pertolongan dan diantar pihak keluarga ke RSU Tarakan untuk berobat.
Pada 27 September sekitar pukul 00.30 WITA, Abdullah (56), orang tua Abdul Rahmansyah, beserta enam orang yang merupakan keluarga dari suku Tidung berusaha mencari para pelaku pengeroyokan dengan membawa senjata tajam berupa mandau, parang, dan tombak. Mereka mendatangi sebuah rumah yang diduga sebagai rumah tinggal salah seorang dari pengroyok di Perum Korpri.
Penghuni rumah yang mengetahui rumahnya akan diserang segera mempersenjatai diri dengan senjata tajam berupa badik dan parang. Setelah itu, terjadilah perkelahian antara kelompok Abdullah dan penghuni rumah tersebut yang adalah warga suku Bugis Letta. Abdullah meninggal dengan kondisi kedua tangannya terpotong akibat ditebas senjata tajam.[2][3][4][5]
Pukul 01.00 WITA, sekitar 50 orang dari kelompok suku Tidung menyerang Perum Korpri. Para penyerang membawa mandau, parang, dan tombak. Mereka merusak rumah Noordin, warga suku Bugis Letta.
Pukul 05.30 WITA terjadi pula aksi pembakaran rumah milik Sarifudin, warga suku Bugis Letta, yang juga tinggal di Perum Korpri.
Pukul 06.00 WITA, sekitar 50 orang dari suku Tidung mencari Asnah, warga suku Bugis Letta. Namun, ia diamankan anggota Brimob.
Pukul 10.00 WITA, massa kembali mendatangi rumah tinggal Noordin, warga suku Bugis Letta dan langsung membakarnya.
Pukul 11.00 WITA, massa kembali melakukan perusakan terhadap empat sepeda motor yang berada di rumah Noordin.
Pukul 14.30 WITA, Abdullah, korban tewas dalam pertikaian dini hari, dimakamkan di Gunung Daeng, Kelurahan Sebengkok, Tarakan Tengah, Tarakan.
Pukul 18.00 WITA, terjadi pengeroyokan terhadap Samsul Tani, warga suku Bugis, warga Memburungan, Kecamatan Tarakan Timur, Kota Tarakan, oleh orang tidak dikenal.
Pukul 18.00 WITA, personel gabungan dari Polres Tarakan (Sat Intelkam, Sat Reskrim, dan Sat Samapta) diperbantukan untuk mengamankan tempat kejadian perkara.
Pukul 20.30 Wita hingga 22.30 Wita, berlangsung pertemuan yang dihadiri unsur pemda setempat, seperti Wali Kota Tarakan, Sekda Kota Tarakan, Dandim Tarakan, Dirintelkam Polda Kaltim, Dansat Brimob Polda Kaltim, Wadir Reskrim Polda Kaltim, serta perwakilan dari suku Bugis dan suku Tidung. Pertemuan berlangsung di Kantor Camat Tarakan Utara.
Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa masalah yang terjadi adalah masalah individu. Para pihak bertikai sepakat menyerahkan kasus tersebut pada proses hukum yang berlaku. Polisi segera bergerak mencari pelaku. Semua tokoh dari elemen-elemen masyarakat memberikan pemahaman kepada warganya agar dapat menahan diri.
28 September
Pada tanggal 28 September pukul 11.30 Wita, polisi menangkap dua orang yang diduga kuat sebagai pelaku dalam pembunuhan Abdullah. Mereka adalah Baharudin alias Bahar (20) dan Badarudin alias Ada (16).
Namun, pada Selasa pukul 20.21 Wita, terjadi lagi bentrokan yang melibatkan sekitar 300 warga dan aksi pembakaran terhadap rumah milik Sani, salah seorang tokoh suku Bugis Letta Pinrang. Dua orang tewas adalah Pugut (37) dan Mursidul Armin (15), sementara empat orang lainnya terluka sehingga korban tewas akibat Bentrok Tarakan sebanyak 3 orang.[6]
Mabes Polri telah mengirimkan 172 personel brimob dari Kelapa Dua untuk mendukung pasukan Polres Tarakan. Pasukan diberangkatkan pukul 04.00 WIB dari Bandara Soekarno-Hatta dan tiba di Tarakan pukul 07.30 Wita.
29 September
Di Kota Tarakan bentrokan kembali terjadi di antara warga yang bertikai. Perkelahian yang mulanya terjadi di pinggir kota kini meluas ke dalam kota.
Awalnya, bentrokan hanya berlangsung di pinggiran kota, mulai di kawasan Juwata hingga ke Jalan Gajah Mada dan Yos Sudarso. Namun, pagi ini (Rabu) bentrokan sudah meluas ke pusat kota hingga ke Selumit Dalam. Bentrokan kali ini merenggut 2 korban jiwa. Bentrokan yang terjadi di kawasan Jl Yos Sudarso itu berlangsung sekitar pukul 08.00 pagi. Dua korban terakhir diketahui bernama Iwan (31) dan Unding (30). Kedua korban dibawa mobil polisi untuk kemudian diangkut ke RSUD Tarakan.[7]
Sejak Selasa hingga Rabu salah satu kelompok yang bertikai telah memblokir akses dari bandara dan Pelabuhan Juwata.
Situasi Kota Tarakan masih sangat mencekam. Kedua kubu masih saling serang secara seporadis dengan menggunakan beberapa jenis senjata tajam.
Sementara personel Polri dibantu TNI masih terus berupaya mengendalikan kedua massa agar menghentikan bentrokan tersebut.[8]
Akibat
Akibat bentrokan ini, suasana kota Tarakan mencekam. Warga di penjuru Tarakan yang dilanda ketakutan berbondong-bondong menuju tempat pengungsian. Titik-titik pengungsian ada di Yonif 613 Raja Alam, Juata Permai, Bandara Juwata dan Lanud, Kompi C Yonif 613 Raja Alam, di Mamburungan, Mapolres Tarakan yang menampung lebih dari 1.000 orang,[9] Lanal Tarakan Jl Yos Sudarso dan SD 029 Juata Permai dan beberapa tempat lainnya. Dari catatan Polda Kaltim, jumlah pengungsi mencapai 40.170 jiwa.[10] Mereka memenuhi sejumlah fasilitas militer dan polri, guna menyelamatkan diri dari amukan massa. Bahkan ribuan warga Tarakan diungsikan keluar pulau seperti di Pulau Nunukan.
Upaya perdamaian
Pada malam harinya, diadakan mediasi mengenai kesepakatan damai antara pihak Suku Tidung dengan pihak pendatang Suku Bugis di ruang VIP Bandara Juwata dan yang menjadi mediator adalah Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Dalam keterangan kepada pers mempersilakan kedua pihak untuk menyampaikan hasil kesepakatan.
Hasil kesepakatan itu dibacakan secara bergantian oleh dua kelompok dari Tidung dan Sulawesi Selatan. Berikut ini adalah 10 butir kesepakatan damai antara kedua belah pihak:[11][12]
- Masyarakat diminta mengakhiri konflik
- Masyarakat diminta memahami bahwa peristiwa di Tarakan adalah kriminal murni
- Polisi diminta membubarkan massa yang bergerombol
- Polisi diminta tegas dan melarang warga membawa senjata tajam
- Masyarakat diminta menghormati adat-istiadat setempat
- Para warga yang sempat mengungsi diminta kembali untuk beraktivitas normal
- Polisi diminta memproses secara hukum para pelaku yang diduga terlibat
- Masyarakat diminta tidak mudah terprovokasi
- Kedua kelompok masyarakat akan menggelar halal bihalal yang difasilitasi pemerintah daerah
- Kesepakatan ini agar segera disosialisasi kepada seluruh warga. Intinya adalah bahwa kedua belah pihak sepakat untuk menghentikan aksi dan sepakat untuk berdamai
Hasil kesepakatan ini juga akan disosialisasikan ke kedua kelompok dan pihak Muspida yang hadir dalam pertemuan itu.
Selain itu, kesepakatan ini juga meminta kepada pihak massa untuk meletakkan senjata. Jika tidak, akan dilakukan tindakan hukum dalam 24 jam ke depan dan massa juga diminta untuk membubarkan diri.[13]
Sementara pihak Muspida Kaltim gubernur, Panglima, Ketua DPRD Kaltim, Wali Kota berkunjung ke pengungsian, salah satunya di Polres Tarakan.
Pasca-bentrokan
Imbas dari kesepakatan damai itu, suasana Kota Tarakan kembali normal pada 30 September 2010. Lalu lintas jalan raya kota mulai ramai. Pusat pertokoan mulai dibuka kembali. Namun, sekolah masih ditutup karena para murid masih diliburkan dan dibuka kembali pada 1 Oktober 2010.[14]
Proses pemulangan pengungsi sendiri, dilakukan sejak tadi malam, pascapenandatanganan kesepakatan damai. Proses pemulangan ini terus dilakukan hingga pagi tadi pukul 07.00 Wita. Gelombang pemulangan terbanyak terjadi sekira pukul 05.00 Wita.
Pengungsi dipulangkan dengan diangkut menggunakan truk milik tentara dan polisi. Titik pengungsi seperti di Polres Tarakan, AL, Yonif, Lanud, Brimob, bandara sampai pukul 08.00 WIB pagi tampak sudah bersih dari pengungsi.
Referensi
Pranala luar
|
---|
Bencana alam | Banjir & longsor | |
---|
Gempa bumi | |
---|
Gunung meletus | |
---|
|
---|
Kecelakaan | Kereta api | |
---|
Pesawat terbang | |
---|
|
---|
Kerusuhan | |
---|
|