KipperKipper adalah ikan haring utuh, seekor ikan berminyak kecil,[1] yang dibelah dengan teknik kupu-kupu dari ekor sampai kepala di sepanjang punggungnya, dikeluarkan isi perutnya, diasinkan atau diasamkan, dan diasapkan dingin (cold smoking) di atas serpihan kayu (biasanya ek) dengan nyala api kecil. Di Britania Raya, Pulau Man, Jepang, dan sebagian kecil wilayah Amerika Utara, kipper sering dikonsumsi sebagai sarapan. Di Pulau Britania Raya, kipper, bersama dengan ikan yang diasinkan (tidak sama dengan ikan asin pada umumnya di Indonesia) atau ikan yang diasap seperti bloater dan buckling, juga pernah dinikmati masyarakat secara umum saat minum teh sore hari (high tea, tea time) atau makan malam (supper), terutama paling populer pada kelas pekerja di perkotaan dan pedalaman sebelum Perang Dunia II. Asal mulaAsal muasal kipper tidak diketahui dengan tepat, meskipun proses membelah ikan, mengeluarkan isi perut, dan mengasapnya telah dilakukan sejak zaman dahulu.[2] Menurut Mark Kurlansky, "Makanan yang diasap hampir selalu bersamaan dengan legenda bahwa itu diciptakan secara kebetulan —biasanya petani menggantung makanan terlalu dekat dengan api, dan kemudian, bayangkan kejutan yang dialaminya keesokan pagi ketika ... ."[3] Sebagai contoh, Thomas Nashe menuliskan pada tahun 1599 mengenai seorang nelayan dari Lothingland (di suatu distrik di Norfolk) yang menemukan ikan haring yang diasap secara tidak sengaja.[4] Cerita lain dari penemuan kipper tanpa sengaja ditetapkan tahun 1843, dengan John Woodger dari Desa Seahouses di Northumberland, ketika ikan untuk pengolahan tertinggal semalaman dalam sebuah ruangan yang terdapat tungku berasap.[5][6] Cerita-cerita ini dan yang lainnya dikenal sebagai apokrif, karena kata "kipper" telah dikenal sekian lama sebelumnya. Mengasap dan menggarami ikan —khususnya pemijahan salmon dan haring yang ditangkap dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat dan dapat dibuat layak untuk penyimpanan (untuk dimakan) dengan praktik ini telah ada jauh sebelum Inggris abad ke-19 dan tertulis dalam sejarah, kemungkinan akan kembali pada saat di mana manusia mulai menggunakan garam untuk mengawetkan makanan. Lihat pula
Catatan
Referensi lain
Pranala luar
|