Alergi ikan adalah hipersensitivitas sistem imun terhadap protein yang dapat ditemui pada ikan. Gejala bisa muncul dengan cepat atau secara bertahap, dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari. Bila gejala muncul dengan cepat, dapat terjadi anafilaksis, yaitu kondisi yang dapat mengancam nyawa dan memerlukan obat epinefrin. Gejala lain yang dapat muncul meliputi dermatitis atopik atau radang esofagus.[4] Ikan adalah salah satu dari delapan alergen makanan yang umum ditemui dan mencakup sekitar 90% reaksi alergi terhadap makanan; tujuh alergen lainnya meliputi susu sapi, telur, gandum, kerang, kacang tanah, kacang pohon, dan kacang kedelai.
Tidak seperti alergi susu dan telur pada anak-anak yang sering kali membaik seiring dengan bertambahnya usia,[5] alergi ikan cenderung muncul untuk pertama kalinya pada usia sekolah dan kemudian terus berlanjut hingga dewasa.[6] Hal-hal yang disinyalir menjadi tanda-tanda bahwa alergi ikan akan berlanjut hingga dewasa adalah anafilaksis, serum imunoglobulin E (IgE) yang tinggi, dan respons yang kuat terhadap uji kulit. Tidak diketahui secara pasti apakah pemberian ikan kepada bayi berusia 4–6 bulan dapat menurunkan risiko alergi ikan pada kemudian hari. Alergi ikan pada orang dewasa umum ditemui pada pekerja di industri penangkapan dan pengolahan ikan.[7][8]
Tanda dan gejala
Pada umumnya, alergi makanan berlangsung dengan cepat (dari detik hingga satu jam).[9] Gejala alergi antara lain: ruam, biduran; gatal pada mulut, bibir, lidah, tenggorokan, mata, kulit, atau area lain; pembengkakan pada bibir, lidah, kelopak mata, atau seluruh wajah; kesulitan menelan; pilek atau hidung tersumbat; suara serak, mengi, sesak napas; diare, sakit perut; pusing, pingsan; mual atau muntah.[9] Gejala alergi bervariasi dari satu orang ke orang yang lain dan dapat bervariasi dari satu kejadian ke kejadian lainnya.[9] Bahaya serius menyangkut alergi dimulai ketika saluran pernapasan atau sirkulasi darah terpengaruh. Indikasi pertama adalah mengi, jalan napas tersumbat dan sianosis, sedangkan yang terakhir adalah nadi lemah, kulit pucat, dan pingsan. Ketika gejala-gejala tersebut terjadi, reaksi alergi disebut anafilaksis.[9] Anafilaksis terjadi ketika antibodi E terlibat, dan area tubuh yang tidak bersentuhan langsung dengan makanan menjadi terpengaruh dan menunjukkan gejala yang parah.[9][10] Jika tidak diobati, hal ini dapat berlanjut ke vasodilasi.[10]
Penyebab
Memakan ikan
Biasanya penyebab alergi ini adalah memakan ikan atau makanan yang mengandung ikan. Sekali reaksi alergi terjadi, biasanya menjadi sensitivitas seumur hidup.[6] Secara singkat, sistem kekebalan bereaksi berlebihan terhadap protein yang ditemukan pada ikan, terutama terhadap parvalbumin,[11] tetapi kadang-kadang terjadi terhadap protein lain, seperti kolagen ikan. Reaksi alergi terhadap kerang dan krustasea seperti lobster dan udang adalah terhadap protein yang berbeda, yaitu tropomiosin, sehingga tidak ada reaksi silang antara alergi ikan dan kerang.[11][12][13]
Kontak silang
Kontak silang atau disebut juga sebagai kontaminasi silang, terjadi ketika makanan diproses di pabrik atau di pasar makanan, atau sedang disiapkan untuk dimasak di restoran dan dapur rumah. Protein alergi ditransfer dari satu makanan ke makanan yang lain.[14]
Parasit ikan
Parasit bawaan Anisakis merupakan genus dari nematoda. Parasit ini diketahui ada pada ikan air asin yang berlaku sebagai inang perantara, seperti ikan anadromous—yang melakukan perjalanan dari laut ke sungai untuk berkembang biak—dan cumi-cumi.[6][15]Anisakis langsung menginfeksi manusia ketika ikan atau cumi-cumi yang terinfeksi dikonsumsi mentah atau hanya melalui sedikit proses, yang menyebabkan kondisi yang disebut anisakiasis. Gejalanya meliputi sakit perut yang parah, mual, dan muntah.[15]
Paparan di tempat kerja
Pada 1990, sebuah tinjauan industri dilakukan; dari tinjauan tersebut diperkirakan terdapat 28,5 juta orang di seluruh dunia terlibat dalam beberapa aspek industri makanan laut, seperti: penangkapan, budidaya, pengolahan dan industri memasak. Laki-laki mendominasi di bagian penangkapan ikan, sedangkan perempuan di fasilitas pengolahan.[16] Paparan protein alergi ikan meliputi menghirup aerosol basah dari penanganan ikan segar, menghirup aerosol kering dari pengolahan tepung ikan, dan kontak kulit melalui luka.[16][17] Prevalensi asma pada orang dewasa yang diakibatkan makanan laut adalah sekitar 10%. Sementara, prevalensi reaksi alergi kulit—sering ditandai dengan ruam-gatal (biduran)—berkisar antara 3% hingga 11%. Reaksi alergi ini terutama disebabkan oleh protein parvalbumin yang menyebabkan respons sistem kekebalan yang dimediasi IgE.[16][17]
Olahraga sebagai faktor pendukung
Olahraga dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada respons alergi terhadap makanan. Ada suatu kondisi yang disebut anafilaksis yang diakibatkan oleh makanan dan dipicu oleh olahraga. Untuk orang-orang dengan kondisi tersebut; olahraga saja ataupun mengonsumsi makanan saja tidak cukup menyebabkan anafilaksis, tetapi ketika makanan tersebut dikonsumsi dalam beberapa jam sebelum olahraga berintensitas tinggi, hasilnya bisa menjadi anafilaksis. Secara khusus, ikan disebutkan sebagai makanan penyebab keadaan tersebut.[18][19][20]
Referensi
^Nwaru BI, Hickstein L, Panesar SS, Roberts G, Muraro A, Sheikh A (August 2014). "Prevalence of common food allergies in Europe: a systematic review and meta-analysis". Allergy. 69 (8): 992–1007. doi:10.1111/all.12423. PMID24816523.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Sharp MF, Lopata AL (June 2014). "Fish allergy: in review". Clin Rev Allergy Immunol. 46 (3): 258–71. doi:10.1007/s12016-013-8363-1. PMID23440653.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Rona RJ, Keil T, Summers C, Gislason D, Zuidmeer L, Sodergren E, Sigurdardottir ST, Lindner T, Goldhahn K, Dahlstrom J, McBride D, Madsen C (September 2007). "The prevalence of food allergy: a meta-analysis". J. Allergy Clin. Immunol. 120 (3): 638–46. doi:10.1016/j.jaci.2007.05.026. PMID17628647.
^National Report of the Expert Panel on Food Allergy Research, NIH-NIAID 2003 "June 30 2003.pdf"(PDF). Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 4 Oktober 2006. Diakses tanggal 7 Agustus 2006.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Urisu A, Ebisawa M, Ito K, Aihara Y, Ito S, Mayumi M, Kohno Y, Kondo N (2014). "Japanese Guideline for Food Allergy 2014". Allergol Int. 63 (3): 399–419. doi:10.2332/allergolint.14-RAI-0770. PMID25178179.