b Bahasa resmi,[10] mata uang,[11][12] administrasi sipil,[13] pengadilan (sejak Isfahan menjadi ibu kota),[14] sastra,[11][13][15] wacana teologis,[11] diplomatik korespondensi, sejarah,[16] pos keagamaan berbasis pengadilan[17]
Iran Safawi atau Persia Safawi, juga disebut sebagai Kekaisaran Safawi, adalah salah satu kerajaan Iran terbesar setelah penaklukan Persia oleh Muslim abad ke-7, yang diperintah dari tahun 1501 hingga 1736 oleh dinasti Safawiyah. Hal ini sering dianggap sebagai awal dari sejarah Iran modern, serta salah satu kerajaan mesiu. Shah Safawi Ismail I menetapkan denominasi agama Syiah Dua Belas Imam sebagai agama resmi kekaisaran, menandai salah satu titik balik terpenting dalam sejarah Islam.[25]
Dinasti Safawi berasal dari tarekatSufisme Safawi, yang didirikan di kota Ardabil di wilayah Azerbaijan. Dinasti Safawi adalah dinasti Iran yang berasal dari bangsa Kurdi tetapi selama pemerintahan mereka mereka menikah dengan orang-orang Turkmen, Georgia, Adighe, dan Yunani Pontos, namun mereka berbahasa Turki dan Turkifikasi. Dari basis mereka di Ardabil, Safawi membangun kendali atas bagian-bagian Iran Raya dan menegaskan kembali identitas Iran di wilayah itu, sehingga menjadi dinasti asli pertama sejak dinasti Buwaihi yang mendirikan negara nasional yang secara resmi dikenal sebagai Iran.[26]
Dinasti Safawiyah bermula dari gerakan Sufi di kawasan Azarbaijan yang disebut Safawiyeh. Pendiri gerakan Sufi ini ialah Sheikh Safi Al-Din[32] (1252–1334).
Sheikh Safī al-Dīn Abdul Fath Is'haq Ardabilī berasal dari Ardabil, sebuah kota di wilayah Azerbaijan Iran. Ia merupakan anak murid seorang imam Sufi iaitu Sheikh Zahed Gilani (1216–1301, dari Lahijan.) Safi Al-Din kemudian mengganti ajaran Sufi ini menjadi ajaran Syiah sebagai tanggapan terhadap serangan tentara Mongol di wilayah Azerbaijan. Pada abad ke-15, Safawiyah kemudian berubah karakter dan menjadi militan di bawah Syekh Junayd dan Syekh Haydar. Kemudian mulai meluaskan pengaruh dan kekuasaannya dalam bidang politik dan militer ke seluruh Iran dan berhasil merebut seluruh Iran dari pemerintahan Timuriyah.
Sejarah
Pada abad ke-15, Kesultanan Utsmaniyah mulai memasuki daerah orang Persia, mengakibatkan Perang Utsmaniyah-Safawiyah. Sebagai balasan, pengikut Safawiyah dari Ardabil merebut Tabriz dari Turki di bawah pimpinan Alwand. Safawiyah kemudian dipimpin oleh Ismail I dan di bawah pemerintahannya, Tabriz menjadi ibu kota dinasti Safawiyah dan ia sendiri mendapat gelar Shah Azerbaijan. Kemudian, Ismail I berhasil mencapai barat laut Iran dan merebut semua wilayah Iran dari Turki. Pada tahun 1511, tentara Uzbek berhasil diusir. Ketika Ismail I berkuasa ia menjadikan bahasa Azeri sebagai bahasa resmi.
Ada banyak negara lokal sebelum negara Iran yang didirikan oleh Ismāʻil I. Penguasa lokal terpenting sekitar 1500 adalah:
Sultan Mahmud ibn Nizam al-Din Yahya, penguasa Sistan
Beberapa penguasa lokal Mazandaran dan Gilan seperti: Bisotun II, Ashraf ibn Taj al-Dawla, Mirza Ali, dan Kiya Husayn II .
Ismāʻil I mampu menyatukan semua wilayah ini di bawah Negara Safawi Iran yang dia ciptakan.
Sepanjang pemerintahan Safawiyah, Syiah menjadi agama resmi Iran walaupun Syiah sudah lama dipraktikan sebelum zaman Safawiyah. Raja-raja Safawiyah kemudiannya membawa masuk lebih banyak ulama-ulama Syiah dan menganugerahkan mereka uang dan tanah sebagai hadiah atas kesetiaan mereka kepada dinasti Safawiyah.
Pada puncak kejayaannya, sastra, kesenian dan arsitektur Persia berkembang pesat dan contohnya adalah pembangunan Alun-alun Naghshi Jahan di Isfahan. Dalam bidang ekonomi, perdagangan Iran berkembang karena letaknya di tengah-tengah Jalur Sutera. Pada masa kejayaannya ini disebut-sebut sebagai salah satu Negeri Mesiu Syiah dan juga memiliki pengaruh yang kuat di wilayah Timur Tengah. Sehingga termasuk dalam salah satu Kekuatan Besar pada masa itu. Ismail memiliki korps musketir (tofangchi) berjumlah 8.000 dan pada 1521 sekitar 20.000. Setelah Abbas Agung mereformasi tentara (sekitar 1598), pasukan Safawi hanya memiliki pasukan 12.000 prajuris bersenjata api.[33] Beberapa Penguasa juga melakukan diplomasi dengan Kerajaan Eropa, seperti dengan Dinasti Habsburg.
Kejayaan Safawiyah mulai surut pada abad ke 17. Raja-raja Safawiyah semakin lama semakin tidak efisien dan hidup berfoya-foya. Iran juga terus diserang oleh Turki Utsmaniyah, Afghan dan Arab. Pada tahun 1698, Kerman direbut oleh orang Baloch, sementara Khorasan ditaklukan oleh orang Afghan pada tahun 1717. Selain itu, Safawiyah turut berhadapan dengan ancaman baru yaitu Kekaisaran Rusia di sebelah utara dan serangan tentara Mughal di sebelah timur. Lebih buruk lagi, ekonomi Safawiyah merosot akibat perubahan jalur perdagangan antara timur dan barat, sehingga Jalur Sutera tidak lagi digunakan. Dinasti Safawi ditaklukan dan Iran dikuasai oleh Dinasti Hotak dari Afganistan dari tahun 1722 -1729, hingga Restorasi Dinasti Safawi dengan bantuan Jenderal Nader Shah.
Setelah itu Shah hanyalah penguasa boneka yang dikendalikan Jenderal. Pada tahun 1736, jenderal Nader Shah mengambil alih kekuasaan sekaligus mengakhiri pemerintahan Safawiyah di Iran dan mendirikan Dinasti Afshariyah
Pembagian Administratif
Pembagian adminitratif Dinasti safawiyah terbagi dalam beberapa Provinsi (Velayet) :
^Matthee, Rudi (1 September 2009). "Was Safavid Iran an Empire?". Journal of the Economic and Social History of the Orient. 53 (1): 241. doi:10.1163/002249910X12573963244449. The term 'Iran', which after an absence of some six centuries had re-entered usage with the Ilkhanid branch of the Mongols, conveyed a shared self-awareness among the political and cultural elite of a geographical entity with distinct territorial and political implications. A core element of the Safavid achievement was the notion that the dynasty had united the eastern and western halves of Iran, Khurasan and Herat, the lands of the Timurids, in the East, and the territory of the Aq-Quyunlu in the West. The term mulk-i vasi' al-faza-yi Iran, 'the expansive realm of Iran', found in the seventeenth-century chronicle, Khuld-i barin, and again, in near identical terms, in the travelogue of Muhammad Rabi Shah Sulayman's envoy to Siam in the 1680s, similarly conveys the authors pride and self-consciousness with regard to the territory they inhabited or hailed from.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Roger Savory (2 January 2007). "The Safavid state and polity". Iranian Studies. 7 (1–2): 206. doi:10.1080/00210867408701463. The somewhat vague phrase used during the early Safavid period, mamalik-i mahrusa, had assumed more concrete forms: mamālik-i īrān; mamālik-i 'ajam; mamlikat-i īrān; mulk-i īrān; or simply īrān. The royal throne was variously described as sarīr-i saltanat-i īrān; takht-i īrān; and takht-i sultān (sic)-i īrān. The inhabitants of the Safavid empire are referred to as ahl-i īrān, and Iskandar Beg describes himself as writing the history of the Iranians (sharh-i ahvāl-i īrān va īrāniān). Shah Abbas I is described as farmānravā-yi īrān and shahryār-i īrān; his seat is pāyitakht-i pādishāhān-i īrān, takhtgāh-i salātin-i īrān, or dār al-mulk-i īrān. His sovereign power is referred to as farmāndahi-yi mulk-i īrān, saltanat va pādishāhi-yi īrān, pādishāhi-yi īrān. The cities of Iran (bilād-i īrān) are thought of as belonging to a positive entity or state: Herat is referred to as a'zam-i bilād-i īrān (the greatest of the cities of Iran) and Isfahan as khulāsa-yi mulk-i īrān (the choicest part of the realm of Iran). ... The sense of geographical continuity referred to earlier is preserved by a phrase like kull-i vilāyat-i īrānzamīn. ... Affairs of state are referred to as muhimmāt-i īrān. To my mind however, one of the clearest indications that the Safavid state had become a state in the full sense of the word is provided by the revival of the ancient title of sipahsālār-i īrān or "commander-in-chief of the armed forces of Iran".
^"... the Order of the Lion and the Sun, a device which, since the 17 century at least, appeared on the national flag of the Safavids the lion representing 'Ali and the sun the glory of the Shiʻi faith", Mikhail Borisovich Piotrovskiĭ, J. M. Rogers, Hermitage Rooms at Somerset House, Courtauld Institute of Art, Heaven on earth: Art from Islamic Lands: Works from the State Hermitage Museum and the Khalili Collection, Prestel, 2004, p. 178.
^Ferrier, RW, A Journey to Persia: Jean Chardin's Portrait of a Seventeenth-century Empire, p. ix.
^The New Encyclopedia of Islam, Ed. Cyril Glassé, (Rowman & Littlefield Publishers, 2008), 449.
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Roemer 189
^ abcRudi Matthee, "Safavids" in Encyclopædia Iranica, accessed on April 4, 2010. "The Persian focus is also reflected in the fact that theological works also began to be composed in the Persian language and in that Persian verses replaced Arabic on the coins." "The political system that emerged under them had overlapping political and religious boundaries and a core language, Persian, which served as the literary tongue, and even began to replace Arabic as the vehicle for theological discourse".
^Ronald W Ferrier, The Arts of Persia. Yale University Press. 1989, p. 9.
^ abJohn R Perry, "Turkic-Iranian contacts", Encyclopædia Iranica, January 24, 2006: "... written Persian, the language of high literature and civil administration, remained virtually unaffected in status and content"
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Cyril Glassé 2003, pg 392
^Arnold J. Toynbee, A Study of History, V, pp. 514–515. Excerpt: "in the heyday of the Mughal, Safawi, and Ottoman regimes New Persian was being patronized as the language of literae humaniores by the ruling element over the whole of this huge realm, while it was also being employed as the official language of administration in those two-thirds of its realm that lay within the Safawi and the Mughal frontiers"
^ abcdKesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama mazzaoui
^Ruda Jurdi Abisaab. "Iran and Pre-Independence Lebanon" in Houchang Esfandiar Chehabi, Distant Relations: Iran and Lebanon in the Last 500 Years, IB Tauris 2006, p. 76: "Although the Arabic language was still the medium for religious scholastic expression, it was precisely under the Safavids that hadith complications and doctrinal works of all sorts were being translated to Persian. The ʻAmili (Lebanese scholars of Shiʻi faith) operating through the Court-based religious posts, were forced to master the Persian language; their students translated their instructions into Persian. Persianization went hand in hand with the popularization of 'mainstream' Shiʻi belief."
^Floor, Willem; Javadi, Hasan (2013). "The Role of Azerbaijani Turkish in Safavid Iran". Iranian Studies. 46 (4): 569–581. doi:10.1080/00210862.2013.784516.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Axworthy, Michael (2010). The Sword of Persia: Nader Shah, from Tribal Warrior to Conquering Tyrant. I.B.Tauris. hlm. 33. ISBN978-0857721938.
^Roger Savory (2007). Iran Under the Safavids. Cambridge University Press. hlm. 213. ISBN978-0-521-04251-2. qizilbash normally spoke Azari brand of Turkish at court, as did the Safavid shahs themselves; lack of familiarity with the Persian language may have contributed to the decline from the pure classical standards of former times
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama cambridgesafa
^Blow 2009, hlm. 165–166 "Georgian, Circassian and Armenian were also spoken [at the court], since these were the mother-tongues of many of the ghulams, as well as of a high proportion of the women of the harem. Figueroa heard Abbas speak Georgian, which he had no doubt acquired from his Georgian ghulams and concubines."
^Herzig, Edmund; Stewart, Sarah (2011). Early Islamic Iran. I. B. Tauris.
^Iran Safawi dalam Encyclopædia Iranica, "The origins of the Safavids are clouded in obscurity. They may have been of Kurdish origin (see R. Savory, Iran Under the Safavids, 1980, p. 2; R. Matthee, "Safavid Dynasty" at iranica.com), but for all practical purposes they were Turkish-speaking and Turkified."
^Aptin Khanbaghi (2006) The Fire, the Star and the Cross: Minority Religions in Medieval and Early. London & New York. IB Tauris. ISBN1-84511-056-0, pp. 130–1
^Anthony Bryer. "Greeks and Türkmens: The Pontic Exception", Dumbarton Oaks Papers, Vol. 29 (1975), Appendix II "Genealogy of the Muslim Marriages of the Princesses of Trebizond"
^Meyers Konversations-Lexikon, Edisi XII, muka surat 873, edisi awal: " Persien (Geschichte des neupersischen Reichs)", (LINKDiarsipkan 2007-10-10 di Wayback Machine.)
Christoph Marcinkowski (tr.),Persian Historiography and Geography: Bertold Spuler on Major Works Produced in Iran, the Caucasus, Central Asia, India and Early Ottoman Turkey, Singapore: Pustaka Nasional, 2003, ISBN9971-77-488-7.
Christoph Marcinkowski (tr., ed.),Mirza Rafi‘a's Dastur al-Muluk: A Manual of Later Safavid Administration. Annotated English Translation, Comments on the Offices and Services, and Facsimile of the Unique Persian Manuscript, Kuala Lumpur, ISTAC, 2002, ISBN983-9379-26-7.
Christoph Marcinkowski,From Isfahan to Ayutthaya: Contacts between Iran and Siam in the 17th Century, Singapore, Pustaka Nasional, 2005, ISBN9971-77-491-7.
Hasan Javadi; Willem Floor (2013). "The Role of Azerbaijani Turkish in Safavid Iran". Iranian Studies. Routledge. 46 (4): 569–581. doi:10.1080/00210862.2013.784516.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)