Disfungsi seksual adalah kesulitan yang dialami oleh seorang individu atau pasangan selama tahap aktivitas seksual normal, termasuk kesenangan fisik, hasrat, preferensi, rangsangan atau orgasme. Menurut DSM-5, disfungsi seksual mengharuskan seseorang merasakan tekanan ekstrem dan antarpribadi minimal selama enam bulan (tidak termasuk zat atau disfungsi seksual yang disebabkan oleh obat).[1] Istilah kelainan seksual mungkin tidak hanya merujuk pada disfungsi seksual fisik saja, namun juga parafilia; hal ini terkadang disebut sebagai kelainan preferensi seksual. Disfungsi seksual dapat berdampak besar pada persepsi kualitas kehidupan seksual seseorang.[2]
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami disfungsi seksual. Hal ini mungkin diakibatkan dari penyebab emosional atau fisik. Faktor emosional diantaranya termasuk masalah interpersonal atau psikologis, yang dapat menjadi hasil dari depresi, ketakutan atau rasa bersalah seksual, trauma seksual masa lalu, dan gangguan seksual, di antara lainnya.[6]
Disfungsi seksual sangat umum di antara individu yang memiliki gangguan kecemasan. Kecemasan biasa dapat menyebabkan disfungsi ereksi pada pria tanpa masalah kejiwaan, tetapi gangguan yang dapat didiagnosis secara klinis seperti gangguan panik umumnya menyebabkan penghindaran hubungan seksual dan ejakulasi dini.[7] Nyeri saat berhubungan intim sering kali merupakan komorbiditas gangguan kecemasan di kalangan wanita.[8]
Faktor fisik yang dapat menyebabkan disfungsi seksual termasuk penggunaan obat-obatan, seperti alkohol, nikotin, narkotika, stimulan, obat antihipertensi, antihistamin, dan beberapa obat psikoterapi.[9] Bagi wanita, hampir semua perubahan fisiologis yang memengaruhi sistem reproduksi—sindrom pramenstruasi, kehamilan dan periode postpartum, menopause—dapat memiliki efek buruk pada libido.[9]
Disfungsi dasar panggul juga merupakan penyebab fisik dan mendasar dari banyak disfungsi seksual.[10][11][12]
Menurut Emily Wentzell, budaya Amerika memiliki sentimen anti-penuaan yang telah menyebabkan disfungsi seksual menjadi "penyakit yang membutuhkan perawatan" dan tidak melihatnya sebagai bagian alami dari proses penuaan tersebut. Tidak semua budaya mencari pengobatan akan hal tersebut; misalnya, populasi pria yang tinggal di Meksiko sering menerima disfungsi ereksi sebagai bagian normal dari seksualitas mereka yang semakin matang.[13]
^van Andel, Tinde, Hugo de Boer, and Alexandra Towns. "Gynaecological, Andrological and Urological Problems: An Ethnopharmacological Perspective." Ethnopharmacology (2015): 199.
^Michetti, P M; Rossi, R; Bonanno, D; Tiesi, A; Simonelli, C (2005). "Male sexuality and regulation of emotions: a study on the association between alexithymia and erectile dysfunction (ED)". International Journal of Impotence Research. 18 (2): 170–4. doi:10.1038/sj.ijir.3901386. PMID16151475.
^Wentzell, Emily (2013). "Aging Respectably by Rejecting Medicalization: Mexican Men's Reasons for Not Using Erectile Dysfunction Drugs". Medical Anthropology Quarterly. 27 (1): 3–22. doi:10.1111/maq.12013. PMID23674320.