Primatologi mengenal istilah genital-genital (GG) rubbing untuk mendeskripsikan perilaku seksual seperti tribadisme pada bonobo betina[4][5] serta pada pejantan (yang kadang disebut anggar penis [penis fencing]).[4] Karena itu, perilaku saling menggesekkan penis antara pejantan diperkirakan telah ada sebelum pemisahan evolusi antara manusia dengan bonobo.[6]
Definisi modern dari frot muncul dalam konteks perdebatan mengenai seks anal di kalangan pria gay. Beberapa yang tidak menyukai seks anal lebih memilih frot dan menganggap seks anal harus dihindari.[1] Aktivis gay, Bill Weintraub, mulai mengkampanyekan istilah frot untuk menyebut penggesekan penis dan penis di forum-forum Internet pada akhir tahun 1990-an. Ia menyebutkan bahwa kata bahasa Prancis frottage dapat digunakan untuk perilaku erotis apapun yang melibatkan penggesekan sementara frot hanya berlaku untuk penis dan penis.[7] Istilah lainnya adalah frictation, yang juga dapat memiliki arti seperti frottage,[8]sword-fighting,Oxford style,Princeton rub, dan Ivy League rub.[7]
Beberapa pria gay ataupun lelaki seks lelaki (LSL) cenderung memilih frot atau bentuk masturbasi bersama lainnya karena dinilai lebih nyaman dan lebih emosional ketimbang seks anal. Sebagian lainnya beralasan frot merupakan pilihan alternatif yang lebih aman daripada penetrasi anal.[1][11][12][13] Beberapa pendukung frot menyatakan bahwa posisi seperti top dan bottom membuat adanya ketidaksetaraan dalam seks.[1][14] Pandangan tersebut diperdebatkan oleh ilmuwan yang menyebut bahwa tidak ada bukti jelas yang dapat menunjukkan pola umum atau maskulinitas pada hubungan pria gay. Seks anal dapat dipandang sebagai hal maskulin masing-masing pasangan.[15] Seks anal sering dianggap merupakan seks yang biasa pada LSL.[16] Beberapa LSL menolak alasan-alasan pendukung frot dan menilai frot sebagai hubungan intim yang lebih rendah.[7] Psikolog, Walt Odets, berpikiran bahwa seks anal bagi pria gay dapat dipandang sebaga kesamaan dengan seks penis-vagina bagi orang heteroseksual. Karena itu, tidak akan mungkin dapat meminta pria gay berhenti melakukan seks anal sama halnya dengan meminta orang heteroseksual berhenti melakukan seks penis-vagina.[1]
Seksolog dan ahli psikoterapi, Joe Kort, mengajukan istilah side untuk pria gay yang tidak tertarik dengan seks anal dan lebih memilih hubungan intim lainnya. Ia menilai bahwa seseorang yang tidak menyukai seks anal buakn berarti ia tidak dapat berhubungan seks "betulan".[17]
Prevalensi
Sebuah survei tahun 2011 terhadap pria gay dan biseksual menemukan bahwa seks yang dilakukan, yang paling umum (16%), adalah, "memeluk pasangan secara romantis, mencium mulut pasangan, masturbasi sendiri, memasturbasi pasangan, menerima masturbasi dari pasangan, serta kontak antara kelamin."[18]
^ abde Waal, Frans B. M. (March 1995). "Bonobo Sex and Society"(PDF). Scientific American. 272 (3): 58–88. doi:10.1038/scientificamerican0395-82. PMID7871411. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 27 January 2012. Diakses tanggal 21 December 2011. They also practice so-called penis-fencing, in which two males hang face to face from a branch while rubbing their erect penises together. ...Perhaps the bonobo's most typical sexual pattern, undocumented in any other primate, is genito-genital rubbing (or GG rubbing) between adult females. One female facing another clings with arms and legs to a partner that, standing on both hands and feet, lifts her off the ground.
^Paoli T, Palagi E, Tacconi G, Tarli SB (Apr 2006). "Perineal swelling, intermenstrual cycle, and female sexual behavior in bonobos (Pan paniscus)". Am J Primatol. 68 (4): 333–47. doi:10.1002/ajp.20228. PMID16534808.
^Rosenberger, Joshua G. (2011). "Sexual Behaviors and Situational Characteristics of Most Recent Male‐Partnered Sexual Event among Gay and Bisexually Identified Men in the United States". The Journal of Sexual Medicine. 8 (11): 3040–3050. doi:10.1111/j.1743-6109.2011.02438.x. PMID21883941.