PT Bank Ina Perdana Tbk atau yang lebih dikenal dengan Bank INA adalah perusahaan yang bergerak di bidang perbankan dan telah berdiri sejak tahun 1990. Perusahaan berkantor pusat di Jakarta, Indonesia.
Sejarah
Bank yang didirikan pada 9 Februari 1990 ini awalnya bernama PT Bank Ina yang kemudian di tanggal 22 Mei 1990 diganti menjadi PT Bank Ina Perdana. Walaupun demikian, namanya tetap disebut Bank Ina (sebelumnya Ina Bank).[1] Kepemilikan bank ini sempat berganti-ganti, dengan tercatat pernah dipegang sahamnya oleh penerbit harian Suara Pembaruan (PT Media Interaksi Utama) dan Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Dalam perkembangannya, dua pemegang saham sejak pendirian bank ini, yaitu Hadi Surya (pemilik perusahaan pelayaran PT Berlian Laju Tanker Tbk) dan keluarga Uripto Widjaja (Oki Widjaja, yang memiliki perusahaan elektronik Galva) menjadi pemilik utama dari Bank Ina.[2][3][4]
Termasuk bank kecil, awalnya Bank Ina diincar oleh Affin Bank, Malaysia untuk diakuisisi 80% sahamnya seharga Rp 390 miliar di bulan Agustus 2010.[5] Affin saat itu dikabarkan hendak mengubah Bank Ina menjadi bank syariah.[6] Namun, pada akhir 2011, Affin membatalkan rencana akuisisi ini karena kebijakan pembatasan pembelian bank oleh investor asing yang diterbitkan Bank Indonesia di tahun tersebut.[7] Modal Bank Ina kemudian ditingkatkan menjadi Rp 285 miliar setelah go public dengan melepas 25% sahamnya[4] di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 16 Januari 2014.[8] Kemudian, di tahun yang sama, Hadi Surya lewat PT Kharisma Prima Karya dan PT Aji Lebur Seketi melepaskan sejumlah kepemilikannya dan mengubah pemegang saham pengendali terbesar menjadi PT Philadel Terra Lestari milik Pieter Tanuri. Pergantian kepemilikan ini membuat ultimate shareholder (pemilik utama) perusahaan menjadi 2, yaitu Oki Widjaja yang merupakan salah satu pemegang saham lama dan Pieter Tanuri.
Sejak tahun 2019, Oki Widjaja sudah tidak tercatat sebagai ultimate shareholder, kemudian pada tahun 2020, Anthony Salim menjadi ultimate shareholder baru bersama Pieter Tanuri. Salim Group sendiri masuk pertama kali lewat berkongsi bersama Pieter dalam PT Philadel yang mempunyai 20% saham di Bank Ina sejak 26 September 2014.[9] Namun, kepemilikan secara langsung oleh Salim baru terjadi di Januari 2017, ketika mereka masuk menjadi pemegang saham 29,02% saham Bank Ina lewat NS Financials Fund sebesar 10,58% saham dan melalui NS Asean Financial Fund sebesar 18,44%.[10] Kedua entitas itu sebenarnya adalah instrumen investasi yang dimiliki oleh Nikko Securities Indonesia, perusahaan efek yang saat itu kepemilikannya 50% dikuasai Salim.[11] Kepemilikan Salim meningkat dalam rights issue yang diadakan pada awal 2017, lewat masuknya pemegang saham baru dari PT Samudra Biru, PT Gaya Hidup Masa Kini dan perusahaan asuransi jiwa milik Salim Group, PT Indolife Pensiontama. Indolife menjadi pemegang saham terbesar, sebanyak 22,47% pasca rights issue itu.[12]
Pada tanggal 18 Maret 2020, OJK mengesahkan permohonan pengunduran diri Pieter Tanuri sebagai ultimate shareholder dari Bank Ina. Hal itu membuat ultimate shareholder perusahaan adalah Anthony Salim sampai saat ini.[13][14] Belakangan, di bawah pengendalian baru, Bank Ina telah menjadi bank devisa terhitung sejak Juli 2020.[15]