Dortheys Hiyo Eluay (3 November 1937 – 10 November 2001) adalah mantan ketua Presidium Dewan Papua (PDP), yang didirikan oleh mantan presiden IndonesiaAbdurrahman Wahid sebagai perwujudan daripada status otonomi istimewa yang diberikan kepada provinsi Papua.
Pendidikan dan awal hidup
Eluay dididik di sekolah dasar lanjutan (Jongensvervolgschool) di Yoka, pada masa kolonial Belanda. Dia mempelajari meteorologi dan lalu bekerja sebagai asisten ahli meteorologi di Badan Metereologi dan Geofisika Pemerintah Hindia Belanda. Keluarganya merupakan kepala adat (ondoafi) di Kampung Sereh. Eluay sendiri kemudian menjadi ondoafi berkat pendidikannya yang lumayan tinggi.
Pada tahun 1962, Indonesia mengambil alih wilayah Papua dari Belanda. Theys membantu TNI dan polisi Indonesia untuk menemukan orang Papua yang anti-Indonesia. Hal ini menyebabkan banyaknya korban jiwa di daerah Sentani. Pada tahun 1969, Theys adalah salah satu dari sedikit orang Papua yang dipilih untuk ambil bagian dalam PEPERA ("Penentuan Pendapat Rakyat") yang diawasi oleh PBB, yang akhirnya dengan suara bulat memilih integrasi Papua ke dalam Indonesia.
Karier politik
Pada tahun 1971, Theys menjadi anggota DPRD Provinsi Irian Jaya dari Partai Kristen Indonesia (Parkindo) hingga Theys pindah ke Golkar tahun 1977. Ia menjadi anggota DPRD I Irian Jaya hingga tahun 1992. Dalam pemilu berikutnya ia tidak dicalonkan lagi sehingga ia kecewa, dan bersuara lantang terhadap Jakarta. Tahun 1992, dibentuk Lembaga Musyawarah Adat (LMA) yang menyatukan 250 suku Papua. Theys terpilih dan dinobatkan selaku Pemimpin Besar LMA Papua. Ia kemudian menobatkan diri jadi Pemimpin Besar Dewan Papua Merdeka.
Pada 1 Desember 1999, Theys mencetuskan dekrit Papua Merdeka serta mengibarkan bendera Bintang Kejora. Lalu pada Mei-Juni 2000, ia mengadakan Kongres Nasional II Rakyat Papua Barat, yang lalu dikenal sebagai Kongres Rakyat Papua, Jayapura. Dalam kongres itu, Theys terpilih sebagai Ketua PDP.
Konon ada beberapa faksi dalam Tentara Nasional Indonesia yang kurang suka akan adanya PDP ini sebab mereka takut bahwa hal ini akan menuju lepasnya Papua dari pangkuan NKRI. Lalu di bawah pemerintahan Megawati Soekarnoputri otonomi khusus ini harus dicabut kembali dan ada tuduhan bahwa PDP dihalang-halangi oleh oknum-oknum militer.
Kematian
Pada tanggal 10 November 2001, Theys Hiyo Eluay diculik dan lalu ditemukan sudah terbunuh di mobilnya di sekitar Jayapura. Menurut penyidikan yang dipimpin oleh Kepala Kepolisian Daerah PapuaJenderalI Made Mangku Pastika, yang juga memimpin penyidikan peristiwa Bom Bali 2002, ternyata pembunuhan ini dilakukan oleh oknum-oknum Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Beberapa anggotanya, antara lain LetkolHartomo, berikutnya Letkol Hartomo tidak dipecat namun hanya ditahan selama 3 tahun. Dunia Internasional mengecam pembunuhan Eluay ini.
Eluay akhirnya dimakamkan di sebuah gelanggang olahraga di tempat kelahirannya di Sentani pada sebuah tanah yang sudah dihibahkan oleh para tetua suku. Pemakamannya dihadiri kurang lebih 10.000 orang Papua. Pada jalan raya antara Jayapura dan Sentani sebuah monumen kecil didirikan untuk mengenang pembunuhan ini.
Warisan
Pada tanggal 20 Oktober 2020, Gubernur Papua Lukas Enembe mengganti nama Bandar Udara Sentani, bandar udara terbesar di Papua, menjadi Bandar Udara Dortheys Hiyo Eluay.[1] Penamaan ini menurut Yanto Eluay berdasarkan perjuangan Theys Eluay selama Pepera 1969 turut melobi agar Irian Barat menjadi bagian dari NKRI.[2] Sedangkan bandara tersebut juga didirikan di tanah milik Nero Nihiwe Eluay yang dilepaskan ke pihak Belanda.[3] Jalan masuk menuju bandar udara tersebut berhadapan langsung dengan makam Eluay.