Benny Wenda
Benny Wenda (lahir 1975) adalah pemimpin kemerdekaan Papua Barat dan Ketua Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat (ULMWP). Dia adalah pelobi internasional untuk kemerdekaan Papua Barat dari Indonesia. Dia tinggal di pengasingan di Inggris. Pada tahun 2003 ia diberikan suaka politik oleh pemerintah Inggris setelah ia melarikan diri dari tahanan saat diadili. Beliau pernah bertindak sebagai wakil khusus masyarakat Papua di Parlemen Inggris, PBB dan Parlemen Eropa.[1] Pada tahun 2017 ia ditunjuk sebagai ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), sebuah organisasi baru yang menyatukan tiga organisasi politik utama yang berjuang untuk kemerdekaan Papua Barat.[2] Pada tahun 2020, ULMWP mengumumkan konstitusi baru dan pemerintahan yang menunggu untuk Republik Papua Barat, dengan Wenda menjabat sebagai presiden sementara.[3] Kepresidenannya diperdebatkan oleh beberapa elemen Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, mengklaim bahwa keberadaannya di Inggris membuat kepresidenannya tidak sah.[4] Kehidupan awalWenda lahir di Lembah Baliem, di dataran tinggi tengah Irian Jaya, Indonesia. Tanggal lahirnya tidak diketahui secara pasti; di websitenya, dia hanya menulis bahwa dia lahir pada tahun 1970-an.[5] Pada tahun 1977 terjadi pemberontakan 15.000 orang Lani sebagai tanggapan terhadap kekerasan militer Indonesia terhadap orang Papua. Militer Indonesia membalas dengan mengebom desa-desa Lani di dataran tinggi dengan pesawat. Mereka yang terbunuh termasuk sebagian besar keluarga Wenda. Saat penggerebekan bom, salah satu kaki Wenda terluka parah sehingga pertumbuhannya terganggu. Antara tahun 1977 dan 1983 Benny dan keluarganya, bersama ribuan penduduk dataran tinggi lainnya, hidup bersembunyi di hutan.[6] Ia diangkat menjadi pemimpin oleh para tetua sukunya, dan kemudian setelah orang Lani menyerah kepada militer Indonesia ia kuliah di Universitas Cenderawasih di Jayapura, mempelajari Sosiologi. Kepemimpinan politikWenda menjadi Sekretaris Jenderal Majelis Suku Koteka (DeMMAK). DeMMAK didirikan oleh para tetua suku dataran tinggi dengan tujuan berupaya mewujudkan pengakuan dan perlindungan adat istiadat, nilai-nilai, dan kepercayaan masyarakat suku dataran tinggi Papua Barat. Partai ini menganjurkan kemerdekaan dari Indonesia, dan menolak otonomi khusus atau kompromi politik lainnya yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia. Sebagai Sekretaris Jenderal Demmak, Wenda mewakili dewan tetua. Organisasi ini mendukung perundingan Presidium Dewan Papua (PDP) dengan Jakarta sejauh perundingan tersebut mewakili aspirasi Masyarakat Papua, yang mereka klaim sebagai kemerdekaan dari Indonesia.[7] PenjaraWenda diadili pada tahun 2002 karena diduga memimpin prosesi demonstrasi kemerdekaan. Demonstrasi tersebut berubah menjadi kekerasan, dan pihak berwenang Indonesia menuduh mereka yang hadir membakar dua toko dan membunuh seorang polisi.[8] Wenda bersikukuh bahwa penangkapannya dan tuduhan terhadapnya bermotif politik, terjadi pada saat pihak berwenang melakukan tindakan keras terhadap para pemimpin gerakan kemerdekaan. Tindakan keras ini telah menyebabkan pembunuhan beberapa bulan sebelumnya terhadap tokoh terkemuka pro-kemerdekaan Theys Eluay.[9] Laporan media menyatakan bahwa Wenda menghadapi hukuman penjara 25 tahun jika terbukti bersalah. Dia juga diduga menjadi sasaran ancaman pembunuhan saat ditahan.[7] Wenda lolos dari penjara saat diadili. Dibantu oleh aktivis kemerdekaan Papua Barat, ia melarikan diri melintasi perbatasan ke negara tetangga Papua Nugini dan kemudian bertemu kembali dengan istrinya Maria di kamp pengungsi. Beberapa bulan setelahnya dia dibantu oleh sebuah LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris dimana dia diberikan suaka politik.[10][11][12] Lihat jugaReferensi
Pranala luar
|