Teks Alexandria (atau Teks Aleksandria; bahasa Inggris: Alexandrian text-type, juga disebut jenis teks Neutral atau Egyptian), berkaitan dengan salah satu pusat Kekristenan kuno, kota Aleksandria di Mesir, adalah salah satu jenis teks dari naskah-naskah kuno Perjanjian Baru menurut kritisisme tekstual. Teks Alexandria dianggap kelompok naskah yang predominan di daerah Afrika yang juga digunakan sebagai dasar naskah-naskah bahasa Koptik. Sedangkan Teks Bizantin lebih dominan di Asia dan Eropa, serta (terutama sejak abad ke-9) menjadi bentuk teks standar Gereja OrtodoksYunani dan mendasari terjemahan-terjemahan Protestan pada era Reformasi.
Banyak terjemahan Perjanjian Baru modern didasarkan pada "ekletisisme beralasan" ("reasoned eclecticism"), yang digunakan dalam edisi Nestle-Aland 27 (NA27), dalam penyusunan naskah bahasa Yunani; dan ini menimbulkan naskah yang secara kuat berciri Aleksandria. Sejumlah terjemahan modern tidak secara ketat mengikuti teks Alexandria, melainkan mengambil teks tradisional jenis Bizantin maupun tradisi-tradisi tekstual lainnya;[1] Ada sejumlah minoritas terjemahan modern yang terus mengikuti teks tradisional (Bizantin) dengan mencatat varian-varian penting, yaitu New King James Version.
Naskah-naskah Teks Alexandria
Sampai abad ke-9, naskah-naskah Yunani ditulis seluruhnya dalam huruf besar, dirujuk sebagai jenis tulisan "Uncial". Selama abad ke-9 dan 10, muncul tulisan tangan dengan huruf kecil, disebut "Minuscule", yang lambat laun menggantikan gaya tulis kuno. Kebanyakan naskah Yunani uncial disalin ulang pada periode ini dan lembaran-lembaran perkamen mereka dihapus bersih untuk digunakan ulang. Akibatnya, naskah-naskah Perjanjian Baru Uncial sebelum abad ke-9 sangat jarang ditemukan; hanya sembilan naskah - lebih dari setengahnya masih terlestarikan - merupakan saksi dari Teks Aleksandria yang dianggap murni. Ini termasuk naskah-naskah Perjanjian Baru yang hampir lengkap di dalam Codex Vaticanus Graecus 1209 dan Codex Sinaiticus (diyakini bertarikh awal abad ke-4 M).
Sejumlah naskah papirus penting yang memuat bagian-bagian Perjanjian Baru masih terselamatkan dan bertarikh lebih awal. Antara lain 66 dan 75 dari awal abad ke-3 M, yang cenderung sesuai dengan teks Alexandria, karena memang kebanyakan ditemukan di Mesir.
Terjemahan Perjanjian Baru tertua ke dalam bahasa Koptik - juga bahasa Sahidik dari akhir abad ke-2 - menggunakan Teks Alexandria sebagai dasar bahasa Yunani; meskipun terjemahan abad ke-2 dan ke-3 lainnya ke dalam bahasa Latin kuno dan bahasa Suryani cenderung mengikuti jenis Teks Western (Teks Barat). Meskipun mayoritas mutlak (hampir semua) naskah minuscule mengikuti Teks Bizantin; sejumlah penelitian menemukan bahwa dari waktu ke waktu ada beberapa minuscule yang meneruskan Teks Aleksandria alternatif. Sekitar 17 naskah semacam itu yang ditemukan sampai saat ini, sehingga seluruhnya ada 30 naskah yang memberi kesaksian bagi Teks Alexandria, meskipun hanya di daerah-daerah sekitar Mesir, dekat Aleksandria.
Menurut para kritik saat ini, kodeks 75 dan B dianggap merupakan saksi Teks Alexandria yang terbaik dan paling murni. Saksi-saksi lain digolongkan menurut pelestarian baris-baris naskah 75-B. Saksi-saksi primer Teks Alexandria termasuk 66 dan kutipan-kutipan Origen. Saksi-saksi sekunder meliputi naskah-naskah C, L, 33, serta tulisan-tulisan Didymus Si Buta.[4]
Ciri-ciri Teks Alexandria
Semua naskah Perjanjian Baru dari segala jenis teks paling sedikit 85% tepat sama dan kebanyakan variasi sisanya bukanlah sesuatu yang mengubah terjemahan ke dalam bahasa lain, misalnya urutan kata atau perbedaan kecil ejaan bahasa Yunani. Jika dibandingkan dengan saksi-saksi Teks Western (Teks Bizantin, Textus Receptus, dan sebagainya), Teks Alexandria cenderung lebih pendek; sehingga dianggap memiliki tendensi lebih rendah terhadap pengembangan atau parafrase. Beberapa naskah Teks Alexandria memuat sejumlah koreksi dari Teks Bizantin, yang ditambahkan kemudian (Papirus 66, Codex Sinaiticus, Codex Ephraemi, Codex Regius, dan Codex Sangallensis).[5]
Jika dibandingkan dengan Teks Bizantin, Teks Alexandria cenderung (pada naskah-naskah berbeda; tidak secara seragam):
Dalam Matius 15:6 menghilangkan η την μητερα (αυτου) (atau ibu(-nya)) — א B D copsa;[7]
Dalam Markus 10:7 menghilangkan frasa και προσκολληθησεται προς την γυναικα αυτου (dan bersatu dengan istrinya), dalam kodeks-kodesk Sinaiticus, Vaticanus, Athous Lavrensis, 892, ℓ48, syrs, goth.[8]
Markus 10:37αριστερων ("kiri") bukannya ευωνυμων (juga berarti "kiri"), dalam frasa εξ αριστερων (B Δ 892v.l.) atau σου εξ αριστερων (L Ψ 892*); meskipun di ayat Markus 10:40 semua menggunakan ευωνυμων.[9]
Dalam Lukas 11:4 frasa αλλα ρυσαι ημας απο του πονηρου (tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat) dihilangkan, yaitu pada naskah-naskah: Sinaiticus, B, L, f1, 700, vg, syrs, copsa, bo, arm, geo.[10]
Dalam Lukas 9:55–56 hanya ada στραφεις δε επετιμησεν αυτοις (tetapi Ia berpaling dan menegur mereka) — p45 p75 א B C L W X Δ Ξ Ψ 28 33 565 892 1009 1010 1071 Byzpt Lect
Menunjukkan lebih banyak variasi antara bagian-bagian paralel Injil Sinoptik — misalnya versi Injil Lukas untuk Doa Bapa Kami (Lukas 11:2), pada Teks Alexandria dibuka dengan kata "Bapa" saja, sedangkan pada Teks Bizantin tertulis (sebagaimana pada bagian paralel Matius 6:9) "Bapa kami di sorga.. ";
Memiliki lebih banyak proporsi "bacaan sulit" — misalnya Matius 24:36 pada Teks Alexandria tertulis "Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri."; sedangkan pada Teks Bizantin tidak ada frasa "dan Anakpun tidak", sehingga menghindari implikasi bahwa Yesus kurang memiliki pengetahuan ilahi. Bacaan sulit lainnya adalah: Lukas 4:44.
Perbandingan di atas merupakan kecenderungan, bukannya perbedaan yang konsisten. Sehingga ada sejumlah bagian Injil Lukas di mana Teks Western memberi kesaksian teks pendek — yaitu "Western non-interpolations". Juga terdapat sejumlah bacaan di mana Teks Bizantin menunjukkan variasi antara Injil Sinoptik, yang tidak dijumpai baik dalam Teks Western maupun Alexandria — misalnya pengalihan ke dalam bahasa Yunani dari bahasa Aram kata-kata terakhir Yesusdi atas salib, pada Teks Bizantin tertulis "Eloi, Eloi.." pada Markus 15:34, tetapi "Eli, Eli.." pada Matius 27:46.
Bacaan-bacaan unik
Dalam Injil Matius 27:49 ditambahkan kata-kata ini: "Yang lain mengambil sebilah tombak dan menusuk sisi-Nya, dan segera keluarlah air dan darah" (lihat: Yohanes 19:34). Varian tekstual ini ditemukan di kodeks: Sinaiticus, Vaticanus, Regius, serta beberapa saksi Teks Alexandria lainnya. Kemungkinan teks ini ditambahkan sebagai hasil pertentangan dengan penganut Doketisme.
Kebanyakan kritikus tekstual Perjanjian Baru yang lebih memilih jenis teks Alexandria sebagai yang paling dekat pada teks aslinya terutama karena naskah-naskah Alexandria merupakan yang tertua yang ditemukan, dan sejumlah bapa gereja menggunakan bacaan-bacaan yang ditemukan dalam teks Alexandria. Alasan lain adalah bacaan Alexandria dipandang lebih sering dapat menjelaskan asal usul berbagai bacaan varian pada jenis-jenis teks lain.
Namun, ada sejumlah suara yang menentang konsensus umum itu. Sebagian kecil kritikus, terutama di Prancis, berpendapat bahwa jenis teks Western, suatu teks tua yang menurunkan versi-versi Perjanjian Baru bahasa Latin Tua, lebih dekat dengan aslinya.
Sejumlah kritikus lebih memilih jenis teks Bizantin, seperti Maurice Arthur Robinson dan William Grover Pierpont dari Amerika Serikat. Mereka berpendapat bahwa Mesir, hampir satu-satunya, menawarkan kondisi iklim optimal yang mendukung pelestarian naskah-naskah kuno, sementara papirus yang digunakan di Timur (Asia Minor dan Yunani) tidak dapat tahan kondisi iklim setempat yang tidak menguntungkan, sehingga tidak mengherankan bahwa naskah-naskah Alkitab kuno ditemukan kebanyakan di area geografis Alexandria dan tidak di area geografis Bizantin. Argumen bagi sifat otoritatif teks Bizantin adalah dari sangat banyaknya salinan pada abad-abad selanjutnya, dibandingkan sangat kurangnya salinan teks Alexandria, yang mengindikasikan pemahaman yang lebih baik dari para juru tulis bahwa teks Bizantin lebih dekat dengan teks aslinya. Eldon Jay Epp berargumen bahwa ini juga tercermin dari naskah-naskah yang beredar di dunia Romawi maupun dari bagian lain kekaisaran Romawi yang ditemukan di Mesir sejak akhir abad ke-19.[12]
Jadi untuk menyimpulkan mana pilihan yang "lebih disukai" harus dilihat pertimbangan fakta-fakta sebagai berikut:
Tidak ada bukti teks Bizantin pernah diubah.
Bacaan teks Alexandrian tidak lengkap karena merupakan teks regional (hanya ditemukan di daerah itu saja).
Ketersediaan publik teks Bizantin pada sepanjang zaman merupakan pencegahan terhadap perubahan masif seperti yang dituduhkan.
Kesaksian-kesaksian para bapa gereja mengenai bacaan yang tidak pernah ditemukan dalam teks Alexandria.
Teks Alexandria terhenti dan tidak disalin lagi dalam teks-teks bahasa Yunani selanjutnya.
Maka, dalam terang doktrin pelestarian ilahi untuk teks Alkitab, teks Bizantin atau Mayoritas harus dipertimbangkan teks Alkitab yang paling dapat dipercaya.[13]
Bruce M. Metzger & Bart D. Ehrman, The Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption and Restoration, Oxford University Press, 2005, pp. 277–278.
Bruce M. Metzger, A Textual Commentary on the Greek New Testament: A Companion Volume to the United Bible Societies' Greek New Testament, 1994, United Bible Societies, London & New York, pp. 5*, 15*.