Sejarah SulawesiPulau Sulawesi ditemukan pertama kali oleh Alferd Russel Wallace. Wallace adalah seorang berkebangsaan Inggris yang melakukan perjalanan mengelilingi Indonesia yang dimulai dari pulau Borneo sampai ke pulau Irian, termasuk ke pulau Sulawesi pada tahun 1856 sampai tahun 1862. Perjalanan panjang Wallace di Sulawesi, dimulai dari Ujung Pandang (Makassar) pada bulan September-Desember tahun 1856. Wallace kemudian melanjutkan perjalanan ke Manado dan Minahasa serta pulau-pulau kecil disekitarnya pada tahun 1859.[1] Setelah melakukan perjalanan, Wallace menyatakan bawa posisi Sulawesi akan mudah menerima imigran dari semua sisi dibandingkan dengan pulau Jawa. Hal ini disebabkan oleh letak Sulawesi yang berada di tengah-tengah kepulauan yang sebelah utara berbatasan dengan Filipina, sebelah barat dengan Borneo, sebelah timur dengan pulau Maluku dan sebelah selatan dengan kelompok pulau Timor. EtimologiNama Sulawesi diperkirakan berasal dari kata dalam bahasa-bahasa lokal di Sulawesi Tengah yaitu kata sula yang berarti nusa (pulau) dan kata mesi yang berarti besi (logam), yang mungkin merujuk pada praktik perdagangan bijih besi hasil produksi tambang-tambang yang terdapat di sekitar Danau Matano, dekat Sorowako, Luwu Timur.[2] Sedangkan bangsa/orang-orang Portugis yang datang sekitar abad 14–15 masehi adalah bangsa asing pertama yang menggunakan nama Celebes untuk menyebut pulau Sulawesi secara keseluruhan.[3] GeografiSulawesi adalah pulau terbesar kesebelas di dunia dan meliputi area seluas 188.563,19 km2. Bagian tengah pulau ini bergunung-gunung dengan permukaan kasar sehingga semenanjung di Sulawesi pada dasarnya jauh satu sama lain dan lebih mudah dijangkau melalui laut daripada melalui jalan darat. Ada tiga teluk yang membagi semenanjung-semenanjung di Sulawesi, dari utara ke selatan, yaitu
Ketiganya memisahkan Semenanjung Minahasa atau Semenanjung Utara, Semenanjung Timur, Semenanjung Tenggara, dan Semenanjung Selatan. Adapun Selat Makassar membentang di sepanjang sisi barat pulau ini.[4] GeologiPulau ini terbentuk melalui lekukan tepi laut dalam yang mengelilinginya hingga wilayah pedalaman berupa pegunungan yang tinggi dan sebagian besar nonvulkanik. Gunung berapi aktif ditemukan di Semenanjung Minahasa yang berada di sisi timur dari Semenanjung Utara Sulawesi dan terus membentang ke utara menuju Kepulauan Sangihe. Daerah ini merupakan tempat bagi beberapa gunung berapi aktif seperti Gunung Lokon, Gunung Awu, Soputan, dan Karangetang. Menurut rekonstruksi lempeng, pulau ini diyakini terbentuk melalui proses tumbukan terran antara Lempeng Asia (yang membentuk semenanjung barat dan barat daya) dan Lempeng Australia (yang membentuk semenanjung tenggara dan Banggai) dengan busur kepulauan yang sebelumnya berada di Samudera Pasifik (dan membentuk semenanjung utara dan timur). Karena ketidakstabilan riwayat tektoniknya, berbagai sesar terbentuk dan pulau ini menjadi rawan gempa bumi.[5] Sulawesi, berbeda dengan sebagian besar pulau lainnya di wilayah biogeografis Wallacea, tidak sepenuhnya memiliki sifat samudera, tetapi merupakan pulau komposit di pusat zona tabrakan Asia-Australia. Bagian dari pulau ini sebelumnya menyatu, entah pada batas benua Asia atau Australia, sebelum akhirnya terpisah dari benua asalnya melalui proses vikarian. Di sebelah barat, pembukaan Selat Makassar memisahkan Sulawesi Barat dari Sundaland pada zaman Eosen sekitar 45 juta tahun yang lalu. Di sebelah timur, pandangan awam tentang tumbukan yang melibatkan beberapa fragmen benua yang terpisah dari Pulau Nugini dengan batas volkanik aktif di Sulawesi Barat pada waktu yang berbeda sejak zaman Miosen Awal sekitar 20 juta tahun yang lalu baru-baru ini digantikan oleh hipotesis bahwa fragmen tambahan tersebut merupakan hasil dari tabrakan tunggal yang terjadi pada zaman Miosen antara Sulawesi Barat dengan Titik Sula yang merupakan ujung barat dari sabuk lipat kuno asal Variskan pada zaman Paleozoikum Akhir.[6] SejarahSalah satu Kerajaan pertama di Pulau Sulawesi yang tercatat dalam sejarah Nusantara adalah Kerajaan Suwawa[7] (sekarang masuk wilayah Provinsi Gorontalo) yang terbentuk sejak tahun 500-an Masehi atau abad ke-6 dengan telur Burung Maleo sebagai alat transaksi jual beli.[8] Selain itu, sejarah mencatat terdapat banyak Kerajaan yang muncul dan berkembang di pulau ini, diantaranya adalah Kesultanan Gowa, Kesultanan Gorontalo, Kedatuan Luwu, Kesultanan Bone, Kesultanan Limboto, Kesultanan Buton, Kesultanan Bolango, Kerajaan Balanipa, Kerajaan Palu, Kerajaan Banggai, Kerajaan Bolaang Mongondow, Kerajaan Wajo, Kesultanan Soppeng, Kesultanan Tallo, Kerajaan Siau, Kedatuan Sidenreng. Sejak abad ke-13, akses terhadap barang perdagangan berharga dan sumber mineral besi mulai mengubah pola lama budaya di Sulawesi, dan ini memungkinkan individu yang ambisius untuk membangun unit politik yang lebih besar. Tidak diketahui mengapa kedua hal tersebut muncul bersama-sama, mungkin salah satu adalah hasil yang lain. Pada 1400-an, sejumlah kerajaan pertanian yang baru telah muncul di barat lembah Cenrana, serta di daerah pantai selatan dan di pantai timur dekat Parepare yang modern.[9] Orang-orang Eropa pertama yang mengunjungi pulau ini (yang dipercayai sebagai negara kepulauan karena bentuknya yang mengerut) adalah pelaut Portugis pada tahun 1525, dikirim dari Maluku untuk mencari emas, yang kepulauan memiliki reputasi penghasil.[10] Belanda tiba pada tahun 1605 dan dengan cepat diikuti oleh Inggris, lalu mendirikan pabrik di Makassar.[11] Sejak 1660, Belanda berperang melawan Kerajaan Gowa Makasar terutama di bagian pesisir barat yang berkuasa. Pada tahun 1669, Laksamana Speelman memaksa penguasa, Sultan Hasanuddin, untuk menandatangani Perjanjian Bongaya, yang menyerahkan kontrol perdagangan ke Perusahaan Hindia Belanda. Belanda dibantu dalam penaklukan mereka oleh panglima perang Bugis Arung Palakka, penguasa kerajaan Bugis Bone. Belanda membangun benteng di Ujung Pandang, sedangkan Arung Palakka menjadi penguasa daerah dan kerajaan Bone menjadi dominan. Perkembangan politik dan budaya tampaknya telah melambat sebagai akibat dari status quo. Pada tahun 1905 seluruh Sulawesi menjadi bagian dari koloni negara Belanda dari Hindia Belanda sampai pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II. Pada tahun 1942, terjadi peristiwa penting yang menandai bergulirnya perjuangan merebut kemerdekaan di tanah Sulawesi yang digagas oleh Komite 12, yang beranggotakan Nani Wartabone, Kusno Danupoyo, Oe. H. Buluati, A. R. Ointoe, Usman Monoarfa, Usman Hadju, Usman Tumu, A. G. Usu, M. Sugondo, R. M. Danuwatio, Sagaf Alhasni dan Hasan Badjeber. Peristiwa ini dikenal sebagai hari patriotik 23 Januari 1942 atau yang disebut juga sebagai hari Proklamasi Gorontalo.[12] Selama Revolusi Nasional Indonesia, "Turk" Westerling Kapten Belanda membunuh sedikitnya 4.000 orang selama Kampanye Sulawesi Selatan setelah penyerahan kedaulatan pada Desember 1949, Sulawesi menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Dan pada tahun 1950 menjadi tergabung dalam kesatuan Republik Indonesia. Pada saat kemerdekaan Indonesia, Sulawesi berstatus sebagai provinsi dengan bentuk pemerintahan otonom di bawah pimpinan seorang Gubernur. Provinsi Sulawesi ketika itu beribu kota di Makassar, dengan Gubernur Sam Ratulangi.[13] Bentuk sistem pemerintahan provinsi ini merupakan perintis bagi perkembangan selanjutnya, hingga dapat melampaui masa-masa di saat Sulawesi berada dalam Negara Indonesia Timur (NIT) dan kemudian NIT menjadi negara bagian dari negara federasi Republik Indonesia Serikat (RIS).[14] Saat RIS dibubarkan dan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sulawesi statusnya dipertegas kembali menjadi provinsi.[15] Status Provinsi Sulawesi ini kemudian terus berlanjut sampai pada tahun 1960. Peristiwa pentingBeberapa catatan kejadian atau peristiwa penting telah terjadi sepanjang sejarah di Sulawesi telah tercatat oleh Belanda ketika datang menjajah Nusantara, diantaranya dibawa oleh Roelof Blok, Gubernur Makassar ketika zaman pendudukan Hinda Belanda waktu itu.[16]
Proklamasi KemerdekaanPeristiwa Proklamasi Gorontalo di tahun 1942 merupakan momentum bagi para pejuang kemerdekaan di tanah Sulawesi, khususnya di bagian Semenanjung Utara yang saat itu tengah mempersiapkan perlawanan diplomatik hingga kekuatan perang dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda. Pada peristiwa bersejarah ini pula untuk pertama kalinya dibacakan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Gorontalo oleh Nani Wartabone, seorang petani pejuang dari Suwawa, yang tidak lain merupakan sahabat seperjuangan Soekarno dalam perjuangan memerdekakan Indonesia dari tangan penjajah. Dari bergulirnya proklamasi kemerdekaan Gorontalo ini, kemudian menginspirasi banyak daerah di tanah Sulawesi untuk melawan dan memerdekakan wilayahnya dari tangan penjajah hingga puncaknya pada peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Hatta. Peristiwa Proklamasi Gorontalo ini kemudian diperingati setiap tahunnya sebagai hari patriotik 23 Januari 1942.[17][18] PemerintahanSetelah Indonesia merdeka dari penjajahan, sentralisasi dan otonomi daerah menguat sehingga mendorong pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri dan otonomi daerah membagi-bagi wilayah administratif di Pulau Sulawesi menjadi beberapa provinsi. Pulau Sulawesi pertama kali dibagi menjadi dua provinsi dengan nama Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara dan provinsi Sulawesi Utara Tengah. Pada tahun 1959 sampai 1960-an, terjadi pemekaran wilayah sehingga Pulau Sulawesi terbagi menjadi 4 provinsi dengan masing-masing ibukotanya yaitu provinsi Sulawesi Selatan (Kota Makassar). provinsi Sulawesi Tengah (Kota Palu), provinsi Sulawesi Utara (Kota Manado), dan provinsi Sulawesi Tenggara (Kota Kendari). Dalam perkembangannya, pemerintahan daerah di Sulawesi menyusun suatu strategi pengembangan wilayah dengan merujuk bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang dibentuk oleh pemerintahan Indonesia. Daerah otonomi baru kembali terbentuk di Sulawesi pada tahun 2000 dengan pemekaran sebagian wilayah Sulawesi Utara menjadi provinsi Gorontalo berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000 yang ditetapkan pada tanggal 22 Desember 2000. Provinsi baru kembali terbentuk di Pulau Sulawesi dengan pemekaran provinsi Sulawesi Barat dari provinsi Sulawesi Selatan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Undang-Undang Nomor 26 tahun 2004 yang tertanggal 5 Oktober 2004. Sulawesi Tengah merupakan provinsi terbesar dengan luas wilayah daratan 68,033 kilometer persegi dan luas laut mencapai 189,480 kilometer persegi yang mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta Kepulauan Togean di Teluk Tomini (Teluk Gorontalo) dan pulau-pulau di Banggai Kepulauan di Teluk Tolo. Sebagian besar daratan di provinsi ini bergunung-gunung (42.80%) berada di atas ketinggian 500 meter dari permukaan laut) dan Katopasa adalah gunung tertinggi dengan ketinggian 2.835 meter dari permukaan laut. Referensi
|