SMA Negeri 1 Glagah
SMA Negeri 1 Glagah (dikenal dengan nama Smansa, Smansaga atau Ganesha atau Ganesha Smart School; dahulu SMA Negeri 1 Banyuwangi) adalah sekolah menengah atas negeri yang terletak di Jalan Melati Nomor 1, Banyuwangi, Jawa Timur. Saat ini, SMA Negeri 1 Glagah berstatus sekolah standar nasional dan berstatus Adiwiyata Mandiri, sekaligus juga menjadi sekolah terbaik di Kabupaten Banyuwangi (menempati Peringkat ke-199 se Indonesia menurut LTMPT periode 2022/2023) SejarahLatar belakangSekolah ini secara sah berdiri pada tanggal 18 Agustus 1959, pada awalnya terdiri dari 4 ruang belajar, 1 ruang kantor, 1 ruang guru, dan aula. Pada mulanya bangunan-bangunan tersebut diperuntukkan sekolah swasta, di bawah pengelolaan Yayasan Pendidikan Kabupaten Banyuwangi (YPKB). Rencana pendirian YPKB yang telah disiapkan secara matang, tetapi mendapat pemberitahuan dari pusat bahwa sekolah swasta tersebut akan diganti sebagai sekolah negeri. Keputusan sekolah swasta menjadi negeri tersebut diambil sebagai hasil perundingan di wisma daerah. Selain itu, keputusan lain yang diambil adalah mengangkat I Made Rempet sebagai wakil kepala sekolah dan sekaligus bertugas sebagai pelaksana harian (PLH). Pada tanggal 17 Agustus 1959, sekolah ini diresmikan oleh pemerintah setempat dengan nama SMA Negeri 1 Banyuwangi, dan kepala sekolah perdananya adalah Harsi Mulyo yang menjabat hingga 1964. Perubahan nama sekolahDalam perkembangan selanjutnya, SMA Negeri 1 Banyuwangi menjadi SMU Negeri 1 Glagah berdasarkan SK Mendikbud Nomor 35/O/1997. Hal ini berkaitan dengan peraturan nama sekolah menengah (SMP dan SMA) negeri di Indonesia yang diwajibkan berdasarkan nama kecamatan (untuk wilayah kabupaten) maupun nama kotamadya setempat. Alhasil SMAN 1 Banyuwangi yang berlokasi di kecamatan Glagah berubah nama. Sejak tahun 2004, penyingkatan SMU berubah menjadi SMA kembali, termasuk SMA Negeri 1 Glagah.[3] Kepala sekolahBerikut ini adalah daftar dewan guru yang menjabat sebagai kepala sekolah di SMA Negeri 1 Glagah:[4] LogoLogo yang didominasi warna biru menyimbolkan kedamaian. Berikut adalah rincian dari makna yang tersirat pada logo sekolah:
Peristiwa terkaitTurunnya kepala sekolah Asmu'i HardiadmodjoPada saat Penerimaan Siswa Baru atau PSB (kini disebut PPDB atau Penerimaan Peserta Didik Baru) 2002, Komisi E DPRD Kabupaten Banyuwangi yang diketuai oleh Mukhdor Atim melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa sekolah untuk membuktikan isu penyelewengan dengan menambah jumlah siswa yag diterima melebihi pagu (kuota) yang telah disepakati. Isu mengenai penyelewengan ini lalu menghangat disaat itu. Pada headline surat kabar lokal tertanggal 14 Agustus 2002, muncul berita berjudul "Terima 27 Siswa Haram". Berita ini berisi tentang kelebihan pagu yang terjadi di SMU Negeri 1 Glagah. Pagu SMUN 1 Glagah saat itu adalah 280 siswa yang tersebar rata di 7 kelas, yang artinya jumlah siswa normal di setiap kelas berisi 40 siswa. Namun dari hasil temuan ditemukan kelas 1-1 berisi 45 siswa, 1-2 berisi 44 siswa, dan kelas 1-3, 1-4 dan 1-5 sama-sama berisi 46 siswa, sedangkan kelas 1-6 dan 1-7 masih sesuai pagu yakni 40 siswa. Mengenai kelebihan ini Kepala SMUN 1 Glagah, Asmu'i Hardiadmodjo mengatakan bahwa kelebihan pagu ini sudah terjadi sejak dulu. Pada PSB kali ini tentang kelebihan ini sudah disepakati pada musyawarah kepala sekolah yang bertempat di SMUN 1 Giri bahwa untuk sekolah yang memiliki kondisi fasilitas yang baik dapat menerima siswa melebihi pagu. Ia juga mengatakan bahwa kelebihan ini diutamakan untuk putra guru dan staf SMU Glagah sendiri.
Secara terpisah pada hari yang sama, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Kabupaten Banyuwangi, Nurhadi memberi janji akan mengusut terjadi kelebihan pagu. Menurutnya toleransi pada penerimaan siswa baru terdapat pada besar nilai rapor, danum, dan toleransi lingkungan yakni toleransi yang diberikan untuk anak-anak yang tinggal disekitar sekolah. Dan menurutnya tidak ada toleransi untuk anak pejabat. Pada 22 Agustus 2002, seluruh siswa berkumpul di Gelanggang Olahraga (GOR) Tawangalun dengan arahan dari pengurus OSIS untuk melakukan unjuk rasa (long march) menuju ke kantor Pemkab. Sempat terjadi keributan sebelum long march dimulai. Seorang guru menerobos masuk ke kerumunan dan ingin merebut mikropon yang digunakan siswa untuk berorasi. Hal ini terjadi karena pada aksi ini menarik kehadiran Kepala Dinas P dan K Nurhadi di GOR Tawangalun dan sang guru bermaksud untuk memediatori pembicaraan dengan kepala dinas. Namun siswa bersikeras menolak. Setelah mengetahui upayanya gagal sang guru mundur dan mikropon dimatikan. Aksi long march lalu dimulai melewati Jalan HOS Cokroaminoto, perempatan Cungking, Jalan Jaksa Agung Suprapto, Simpang Lima, lalu berakhir di Kantor Pemkab di Jalan Ahmad Yani. Dalam melaksanakan long march mereka berulang kali meminta maaf pada para pengguna jalan dan membentangkan poster-poster yang berisi tuntutan dan kesalahan-kesalahan Asmui versi mereka. Tiba di gedung pemkab, mereka berorasi sejenak dan kemudian beberapa perwakilan dari siswa yang diketuai oleh Ketua OSIS, Budi Widhiarto dipersilahkan masuk ke ruang rapat untuk berdialog. Dialog ini dihadiri oleh Bupati Samsul Hadi, Sekretaris daerah Masduki Suud. Selain itu hadir pula Kepala Sekolah Asmu'i Hardiadmodjo, Ketua Komite Sekolah yang juga Ketua Inspektorat Banyuwangi Ir. Puji Raharjo dan beberapa anggota Komisi E DPRD yakni Mukhdor Atim BA, Drs. Waridjan, Sunarko dan Letkol Polisi (Purn) Sukardi. Dalam dialog ini mereka menuntut 10 hal, salah satunya menuntut kepala sekolah Asmu'i Hardiadmodjo turun dari jabatannya. Tuntutan para siswa ini antara lain.
Menanggapi hal ini Bupati Samsul Hadi mengatakan bahwa ia akan mengadakan rapat dengan Sekkab dan Kepala Dinas P dan K mengenai masalah ini dan akan memberikan keputusan yang benar dan realistis. Samsul juga mengatakan bahwa dihimbau untuk tidak melakukan tekanan kepada siswa yang mengikut dialog hari itu, bagi yang mendapat tekanan bisa langsung mengadu ke bupati. Esoknya, 23 Agustus 2002. Pemkab mengeluarkan keputusan bahwa Kasek Asmui tetap berada di posisinya dan dana operasional yang dibebankan ke siswa bisa ditekan nominalnya agar tidak memberatkan. Namun keputusan ini tidak bisa diterima begitu oleh siswa SMUN 1 Glagah. Ketua OSIS Budi Widhiarto saat ditemui berpendapat jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan para pejabat akan berpikir praktis jika melakukan kesalahan dengan mengacu pada peristiwa di SMUN Glagah. Dan dalam menanggapi hal ini, para siswa berencana aksi lain. Selain itu dukungan datang dari Komisi E DPRD, yang diwakili Mukhdor Atim yang mengatakan keputusan tersebut dinilai tidak bijaksana.
Pada 26 Agustus 2002, Drs. Mashud Imra selaku Asisten Pemerintahan menyampaikan bahwa Kasek Asmui Hardiatmojo bersedia untuk pensiun lebih awal dan mundur dari jabatannya sebagai Kepala SMUN Glagah. Hal ini membuat siswa merasa lega dan menerima keputusan ini. Namun, Asmui yang ditemui secara terpisah menyangkal bahwa ia telah mundur. Ia mengatakan dalam dengar pendapat dengan para asisten pemkab dan disaksikan oleh Kepala Dinas P dan K bahwa ia berniat untuk mundur dengan cara pensiun lebih awal dan itu bukan karena tuntutan para siswa atau pihak lain. Ia akan mundur pada bulan Oktober saat kenaikan gaji berkala turun dan selama menunggu masa itu ia akan tetap menjadi kepala sekolah di SMUN Glagah. Ia menyayangkan keadaan yang disampaikan berbeda kepada para siswa. Pada 16 September 2002, para siswa kembali melakukan aksi. Kali ini mereka melakukan mogok belajar dengan hanya duduk-duduk di luar kelas. Hal ini dilakukan karena Kasek Asmui tidak juga turun dari jabatannya. Pada hari itu juga Sekkab Masduki Suud, Kadis P dan K Nurhadi dan Ir. Puji Rahardjo datang ke SMUN Glagah untuk mengadakan pertemuan tertutup dengan wakil kepala sekolah bidang humas, Darsan dan perwakilan siswa. Dalam pertemuan itu Sekkab mengatakan bahwa siswa harus bersabar karena dalam memutuskan masalah ini ada mekanisme yang harus dipatuhi, harus diperiksa terlebih dahulu kesalahan yang dilakukan oleh Kasek Asmui, dan pihak pemkab bisa dituntut jika memaksakan untuk memberhentikan Asmui. Pada 20 September 2002, turun surat keputusan (SK) bupati yang menyatakan bahwa Asmu'i Hardiadmodjo dimutasi ke SMUN Rogojampi dan posisinya sebagai kepala SMUN Glagah digantikan oleh kepala SMUN Rogojampi sebelumnya, Suparlan. Mendengar keputusan ini, Asmui Hardiatmojo menganggap keputusan itu tidak adil dan menilai Bupati Samsul Hadi sebagai diktator yang arogan. Ia lalu melaporkan Bupati Samsul ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Selain itu ia juga mengirimkan surat kepada Presiden Megawati Soekarnoputri, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Hari Sabarno, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Malik Fajar dan Menteri Pendayagunaan dan Penertiban Aparatur Negara Faisal Tamin.
Namun bupati tetap pada keputusannya. Menurutnya, ia sudah mempertimbangkan keputusan tersebut dengan matang.
Pada 24 September 2002, dilaksanakan serah terima jabatan (sertijab) anatara Drs. Suparlan dan Asmui Hardiatmojo di kantor Dinas P dan K yang tidak dihadiri Asmui.[5] Mogok Belajar Menuntut Kepala Sekolah Imam Su'udi TurunPada 2011, sekitar pukul 09.00 muncul gelombang keramaian dari arah kelas XII, para siswa tersebut keluar beramai-ramai dipimpin beberapa siswa yang mensweeping ke kelas yang lain untuk mengajak ikut dalam aksi mogok belajar. Mogok belajar ini dilakukan untuk menuntut kepala sekolah Imam Suudi turun dari jabatannya karena melakukan pungutan dana operasional yang tidak disahkan melalui rapat komite wali murid dan dinilai tidak sesuai dengan peruntukannya. Aksi ini dimulai dari kelas XII di sebelah timur yang kemudian merembet ke kelas XI dan kelas X. Saat aksi ini dimulai para wartawan dari berbagai media sudah menerobos masuk ke gedung sekolah seakan sudah dipersiapkan. Seluruh siswa lalu berkumpul di tengah lapangan upacara meneriakan yel-yel dan membawa poster berisi kecaman kepada kasek Imam Su'udi. Bahkan beberapa kelas menggunakan papan tulis sebagai media protes. Melihat keadaan ini para guru turun untuk menertibkan siswa namun upaya ini gagal. Salah satu guru BK, Siswaji naik ke podium dengan membawa megafon menanyai siswa apa yang terjadi dan mengapa dilakukan aksi ini. Para siswa ini sepakat menjawab bahwa mereka telah membayar dana operasional sebesar 80.000 - 150.000 rupiah namun banyak fasilitas sekolah yang belum bisa dinikmati secara maksimal seperti kelistrikan dan fasilitas WiFi yang sering mati, kurangnya perhatian dari sekolah akan siswa yang mengkuti kompetisi, dan janji dibangunnya laboratorium IPS baru yang belum direalisasikan.[6] Dua jam kemudian, seluruh siswa dikumpulkan menuju ke aula untuk melakukan dialog yang dipimpin oleh ketua komite yang juga mantan ketua DPRD Banyuwangi, Ir. H. Achmad Wahyudi dan juga diikuti oleh seluruh guru. Setelah mendengar alasan yang dikemukakan para siswa, pihaknya sebagai ketua komite akan mempertimbangkan hal ini. Setelah dialog selesai kegiatan belajar mengajar mengajar tidak dilanjutkan dan para siswa hanya duduk-duduk di depan kelas. Imam Su'udi yang ditemui terpisah menyatakan bahwa iuran dana operasional yang dibebankan ke siswa sudah melewati rapat wali murid dan tuntutan yang dilontarkan siswa tersebut tidak benar. Pada akhir Desember 2011 kemudian, kasek Imam Su'udi dimutasi ke SMA Negeri 1 Gambiran dan posisinya di SMA Negeri 1 Glagah digantikan oleh Heru Muhardi. Tidak dijelaskan apakah mutasi ini dilakukan karena pertimbangan tuntutan siswa atau tidak. Fasilitas
KesiswaanKegiatan ekstrakurikuler
Acara tahunan
Siswa dan alumni ternamaLihat pulaReferensi
Pranala luar
|