Aztek adalah peradaban Mesoamerika yang berkembang di kawasan tengah Meksiko pada zaman Pascaklasik sejak 1300 sampai 1521 tarikh Masehi. Masyarakat Aztek terdiri atas bermacam-macam suku bangsa yang mendiami kawasan tengah Meksiko, khususnya suku-suku bangsa penutur bahasa Nahuatl yang mendiami sebagian besar kawasan Mesoamerika sejak abad ke-14 sampai abad ke-16. Peradaban Aztek melahirkan sejumlah negara kota (altepetl). Beberapa di antaranya bergabung membentuk persekutuan, konfederasi politik, bahkan kekaisaran. Kekaisaran Aztek merupakan konfederasi tiga negara kota yang terbentuk pada 1427, yakni Tenochtitlan (negara kota orang Mexica atau orang Tenochca), Texcoco, dan Tlacopan. Negara kota Tlacopan sebelumnya merupakan bagian dari Kekaisaran Tepanek yang berpusat di negara kota Azcapotzalco. Meskipun sering kali dijadikan sebutan khusus bagi orang Mexica Tenochtitlan, istilah Aztek juga digunakan sebagai sebutan umum bagi negara-negara kota dan masyarakat Nahua di kawasan tengah Meksiko pada zaman pra-Spanyol[1] maupun pada zaman penjajahan Spanyol (1521–1821).[2]Definisi Aztek maupun orang Aztek sudah lama menjadi topik bahasan ilmiah semenjak ilmuwan Jerman, Alexander von Humboldt, melazimkan penggunaannya pada awal abad ke-19.[3]
Sebagian besar suku bangsa di kawasan tengah Meksiko pada zaman Pascaklasik memiliki ciri-ciri asasi budaya Mesoamerika yang sama, dan sejumlah besar ciri budaya Aztek tidak dapat begitu saja disebut sebagai ciri khas orang Aztek. Dengan alasan yang sama, gagasan "peradaban Aztek" sebaiknya dipahami sebagai salah satu ruang lingkup khusus dalam peradaban umum Mesoamerika.[4] Peradaban kawasan tengah Meksiko mencakup budi daya tanaman jagung, penggolongan masyarakat menjadi kaum ningrat (pipiltin) dan rakyat jelata (macehualtin), penyembahan terhadap banyak dewa (Tezcatlipoca, Tlaloc, dan Quetzalcoatl), dan sistem penanggalanxiuhpohualli (penanggalan 365 hari) yang disisipi sistem penanggalan tonalpohualli (penanggalan 260 hari). Yang khas dari orang Mexica Tenochtitlan adalah dewa pelindungnya yang bernama Huitzilopochtli, piramida-piramida kembar, dan tembikar yang dikenal dengan sebutan Aztek I sampai IV.[5]
Semenjak abad ke-13, Lembah Meksiko sudah menjadi pusat populasi yang padat dan pusat pertumbuhan negara-negara kota. Orang Mexica datang belakangan ke Lembah Meksiko, dan mendirikan negara kota Tenochtitlan di pulau-pulau kecil yang gersang di Danau Texcoco, namun di kemudian hari menjadi suku bangsa yang paling berkuasa dalam Persekutuan Tiga Kaum Aztek atau Kekaisaran Aztek. Kekaisaran ini adalah sebuah kekaisaran pemungut upeti yang memperluas hegemoni politiknya sampai ke tempat-tempat yang jauh dari Lembah Meksiko dengan cara menaklukkan negara-negara kota lain di seluruh Mesoamerika pada penghujung zaman Pascaklasik. Kekaisaran Aztek terbentuk pada 1427 sebagai persekutuan negara kota Tenochtitlan, negara kota Texcoco, dan negara kota Tlacopan. Ketiga negara kota ini bersekutu demi mengalahkan orang Tepanek dari negara kota Azcapotzalco yang menguasai Lembah Meksiko. Tak seberapa lama kemudian, Texcoco dan Tlacopan diturunkan derajatnya menjadi rekan junior dalam persekutuan, dan Tenochtitlan menjadi yang paling berkuasa. Kekaisaran ini memperluas jangkauan kekuasaannya dengan memadukan perniagaan dan penaklukan militer. Kekaisaran Aztek bukanlah sebuah kekaisaran teritorial yang mengendalikan sebuah wilayah dengan cara menempatkan garnisun-garnisun militer dalam jumlah besar di provinsi-provinsi taklukan, melainkan sebuah kekaisaran yang menguasai negara-negara kota bawahannya dengan cara membina persahabatan dengan penguasa-penguasa bawahannya melalui perkawinan antarwangsa penguasa, dan dengan cara menyebarkan ideologi kekaisaran ke negara-negara kota bawahannya.[6] Negara-negara kota bawahan diwajibkan mempersembahkan upeti kepada Kaisar Aztek yang digelari Huey Tlatoani sebagai sebuah siasat ekonomi untuk membatasi komunikasi dan perniagaan antarnegara di sekelilingnya yang membuat negara-negara ini terpaksa bergantung pada pusat demi mendapatkan barang-barang mewah.[7] Mandala kekuasaan kekaisaran ini membentang sampai jauh ke pelosok selatan Mesoamerika melalui penaklukkan negara-negara kota yang terletak di pelosok selatan sejauh Chiapas dan Guatemala, serta mencakup kawasan Mesoamerika dari pesisir Samudra Pasifik sampai ke pesisir Samudra Atlantik.
Luas mandala kekuasaan Kekaisaran Aztek mencapai puncaknya pada 1519, menjelang kedatangan sekelompok kecil conquistadores Spanyol di bawah pimpinan Hernán Cortés. Hernán Cortés bersekutu dengan negara-negara kota yang menentang orang Mexica, khususnya para penutur bahasa Nahuatl dari negara kota Tlaxcalteca serta negara-negara kota lainnya di Lembah Meksiko, termasuk Texcoco, bekas sekutu orang Mexica dalam Persekutuan Tiga Kaum. Setelah Tenochtitlan takluk pada 13 Agustus 1521, dan Kaisar Cuauhtemoc ditangkap, bangsa Spanyol mendirikan Kota Meksiko di atas puing-puing Tenochtitlan. Dari Kota Meksiko, bangsa Spanyol melancarkan usaha penaklukan dan penyatuan suku-suku bangsa Mesoamerika ke dalam Kekaisaran Spanyol. Dengan runtuhnya tatanan Kekaisaran Aztek pada 1521, bangsa Spanyol memberdayakan negara-negara kota bekas bawahan Kekaisaran Aztek untuk memerintah masyarakat pribumi melalui kaum ningratnya masing-masing. Bangsawan-bangsawan pribumi ini bersumpah setia kepada Raja Spanyol serta memeluk agama Kristen, sekurang-kurangnya secara nominal, demi mendapatkan pengakuan sebagai bangsawan dari Raja Spanyol. Para bangsawan bertindak selaku perantara untuk menyampaikan upeti dan mengerahkan tenaga kerja demi kepentingan majikan-majikan mereka yang baru sehingga memungkinkan terbentuknya pemerintahan kolonial Spanyol.[8]
Budaya dan sejarah Aztek lebih banyak diketahui dari bukti-bukti arkeologi yang ditemukan dalam usaha-usaha penggalian seperti penggalian Templo Mayor yang terkenal di Kota Meksiko, dari karya-karya tulis pribumi, catatan-catatan saksi mata dari para conquistadores Spanyol seperti Hernán Cortés maupun Bernal Díaz del Castillo, dan teristimewa dari penjabaran budaya serta sejarah Aztek yang disusun pada abad ke-16 dan abad ke-17 oleh para rohaniwan Spanyol dan para cerdik pandai Aztek dalam bahasa Spanyol maupun bahasa Nahuatl, misalnya Kodeks Firenze yang terkenal. Kodeks Firenze adalah kumpulan dua belas karya tulis dwibahasa (Spanyol dan Nahuatl) disertai ilustrasi yang disusun oleh seorang fraterFransiskan bernama Bernardino de Sahagún bersama para narasumber pribumi Aztek. Sumbangan penting bagi pengetahuan mengenai orang Nahua pascapenaklukan Spanyol adalah pelatihan para juru tulis pribumi untuk menulis teks-teks dengan huruf Latin dalam bahasa Nahuatl, terutama untuk keperluan setempat pada masa penjajahan Spanyol. Pada masa jayanya, peradaban Aztek memiliki khazanah tradisi mitologi dan keagamaan yang kaya dan rumit, serta menghasilkan karya-karya arsitektur dan seni rupa yang menakjubkan.
Definisi
Kata aztecatl[asˈtekat͡ɬ] (bentuk tunggal)[9] dan aztecah[asˈtekaʔ] (bentuk jamak)[9] berarti "orang-orang dari Aztlan",[10] yakni tempat yang dimitoskan sebagai negeri asal beberapa suku bangsa yang bermukim di kawasan tengah Meksiko. Istilah ini dulunya tidak dipakai sebagai endonim oleh masyarakat Aztek itu sendiri, namun terdapat dalam bermacam-macam riwayat migrasi orang Mexica yang mengisahkan tentang suku-suku bangsa yang bersama-sama bertolak meninggalkan Aztlan. Dalam salah satu riwayat pengembaraan meninggalkan Aztlan ini dikisahkan bahwa dewa pelindung suku Mexica, Huitzilopochtli, bersabda kepada para pengikutnya dalam pengembaraan itu bahwa "kini namamu bukan lagi Azteca, engkau sekarang bernama Mexitin (Mexica)".[11]
Sekarang ini istilah "Aztek" sering kali digunakan sebagai sebutan khusus bagi masyarakat Mexica di Tenochtitlan (lokasi Kota Meksiko sekarang ini) yang terletak di sebuah pulau di Danau Texcoco. Masyarakat Mexica Tenochtitlan sendiri menyebut diri mereka Mēxihcah (pelafalan Nahuatl: [meːˈʃiʔkaʔ], sebuah sebutan kesukuan yang juga digunakan oleh masyarakat Tlatelolco), Tenochcah (pelafalan Nahuatl: [teˈnot͡ʃkaʔ], sebutan khusus bagi orang Mexica Tenochtitlan, tidak termasuk orang Mexica Tlatelolco) atau Cōlhuah (pelafalan Nahuatl: [ˈkoːlwaʔ], sebutan yang mengacu pada silsilah kebangsawanan yang menjadi dasar ikatan kekerabatan antara mereka dan masyarakat Culhuacan).[12][13][nb 1][nb 2]
Adakalanya istilah ini juga digunakan sebagai sebutan bagi warga di kedua kota sekutu utama Tenochtitlan, yakni orang Acolhua di Texcoco, dan orang Tepanek di Tlacopan. Orang Acolhua, orang Tepanek, dan orang Mexica adalah suku-suku bangsa yang membentuk Persekutuan Tiga Kaum Aztek. Persekutuan ini memerintah sebuah negara yang kini sering kali disebut "Kekaisaran Aztek". Penggunaan istilah "Aztek" sebagai sebutan bagi kekaisaran yang berpusat di Tenochtitlan telah dikritik oleh Robert H. Barlow yang lebih suka menggunakan istilah "Culhua-Mexica",[12][14] dan oleh Pedro Carrasco yang lebih suka menggunakan istilah "Kekaisaran Tenochca".[15] Melalui tulisannya, Pedro Carrasco berpendapat bahwa "istilah Aztek tidak berguna dalam usaha memahami kerumitan suku bangsa di Meksiko kuno dan dalam usaha mengenali unsur dominan dalam entitas politik yang sedang kita kaji".[15]
Dalam konteks-konteks lain, istilah "Aztek" dapat berarti semua negara kota berikut suku-suku bangsa penghuninya, yang memiliki banyak kesamaan sejarah dan budaya dengan orang Mexica, orang Acolhua, serta orang Tepanek, dan yang sering kali juga menggunakan bahasa Nahuatl sebagai lingua franca. Salah satu contohnya adalah pengunaan istilah "Aztek" dalam buku Law and Politics in Aztec Texcoco karya Jerome A. Offner.[16] Berdasarkan artian ini, "peradaban Aztek" dapat diartikan sebagai semua pola budaya yang paling lazim di antara orang-orang yang menghuni kawasan tengah Meksiko pada akhir kurun waktu Pascaklasik.[17] Istilah "Aztek" juga dapat diperluas hingga mencakup semua kelompok di Meksiko tengah yang masuk ke dalam mandala Kekaisaran Aztek, baik itu secara politik maupun budaya.[18][nb 3]
Jika digunakan untuk menjelaskan kelompok etnis, maka istilah "Aztek" mengacu kepada orang-orang yang menuturkan bahasa Nahuatl di Meksiko tengah pada zaman Pascaklasik berdasarkan kronologi Mesoamerika, khususnya orang Mexica, yakni kelompok etnis yang telah mendirikan sebuah mandala yang berpusat di Tenochtitlan. Istilah ini juga dapat mengacu kepada kelompok etnis yang terkait dengan Kekaisaran Aztek, seperti Acolhua, Tepanek, dan kelompok-kelompok lainnya yang berada di wilayah kekaisaran. Charles Gibson menyebutkan nama kelompok-kelompok di Meksiko tengah yang masuk ke dalam cakupan kajiannya yang berjudul The Aztecs Under Spanish Rule (1964). Kelompok-kelompok tersebut meliputi Culhuaque, Cuitlahuaque, Mixquica, Xochimilca, Chalca, Tepanek, Acolhuaque, dan Mexica.[19]
Pada zaman dahulu, istilah ini umumnya berlaku untuk semua kelompok etnis yang menuturkan bahasa Nahuatl, dan bahasa tersebut juga sebelumnya dijuluki "bahasa Aztek". Berdasarkan terminologi modern, kelompok etnis ini disebut suku Nahua.[20][21] Sementara itu, dalam ilmu linguistik, istilah "Aztek" masih digunakan untuk menyebut salah satu cabang rumpun bahasa Uto-Aztek (kadang-kadang juga disebut rumpun bahasa Yuto-Nahua) yang meliputi bahasa Nahuatl dan kerabat-kerabat terdekatnya, bahasa Pochutec dan Pipil.[22]
Bagi orang Aztek, istilah "Aztek" bukanlah suatu endonim untuk kelompok etnis tertentu. Istilah tersebut merupakan istilah payung yang mengacu kepada beberapa kelompok etnis (dan tidak semuanya menuturkan bahasa Nahuatl) yang menyatakan diri sebagai keturunan orang-orang Aztlan. Alexander von Humboldt adalah orang yang mencetuskan penggunaan istilah "Aztek" pada zaman modern pada tahun 1810, sebagai sebuah istilah yang mengacu kepada semua orang yang memiliki ikatan dagang, adat, agama, dan bahasa dengan negara Mexica dan Persekutuan Tiga Kaum. Pada tahun 1843, setelah diterbitkannya karya William H. Prescott yang membahas tentang sejarah penaklukan Meksiko, istilah "Aztek" merupakan istilah yang paling sering digunakan, termasuk oleh para cendekiawan Meksiko pada abad ke-19 yang menganggap istilah tersebut sebagai cara untuk membedakan orang Meksiko modern dengan orang-orang Mexica pada zaman prapenaklukan. Ketepatan penggunaan istilah ini masih diperdebatkan, tetapi tetap saja istilah "Aztek" merupakan istilah yang paling lazim.[13]
Keterangan yang ada mengenai sejarah Aztek berasal dari berbagai sumber. Peninggalan-peninggalan arkeologi (dari piramida sampai gubuk-gubuk jerami) dapat dimanfaatkan untuk memahami kehidupan masyarakat Aztek. Namun, arkeolog juga memerlukan keterangan dari sumber-sumber lain untuk menafsirkan konteks sejarah dari suatu artefak. Terdapat banyak sumber sejarah yang ditulis oleh penduduk asli maupun oleh orang Spanyol pada permulaan zaman penjajahan. Teks-teks ini mengandung keterangan-keterangan yang sangat berharga mengenai sejarah Aztek pada zaman prapenjajahan. Sumber-sumber tersebut menunjukkan sejarah politik berbagai negara kota Aztek dan garis keturunan penguasanya. Selain itu, sejarah Aztek juga disajikan di dalam kodeks-kodeks. Beberapa di antaranya hanya berisi gambar dan sering kali dilengkapi dengan glif-glif. Setelah penaklukan oleh bangsa Spanyol, banyak sumber sejarah lain yang ditulis dalam abjad Latin oleh orang Aztek yang melek huruf atau oleh frater Spanyol yang mewawancara penduduk asli mengenai adat istiadat dan kisah mereka. Teks berisi alfabet dan gambar yang menjadi sumber sejarah yang penting adalah Kodeks Mendoza dari awal abad ke-16, yang dinamai dari wali raja Spanyol di Meksiko yang pertama (dan pembuatan kodeks itu sendiri mungkin juga diperintahkan olehnya). Kodeks tersebut disusun untuk memberitahukan kepada penguasa monarki Spanyol mengenai struktur ekonomi dan politik di Aztek. Di dalam kodeks tersebut, terdapat keterangan tentang nama masyarakat berpemerintahan yang ditaklukan oleh Persekutuan Tiga Kaum Aztek, upeti yang dipersembahkan kepada Aztek, dan struktur kelas/gender di masyarakat mereka.[23] Selain kodeks, terdapat pula tarikh-tarikh yang ditulis oleh sejarawan Nahua yang mencatat sejarah masyarakat berpemerintahan mereka. Tarikh-tarikh ini merupakan sejarah bergambar yang kemudian diubah menjadi tarikh yang ditulis dengan abjad Latin.[24] Beberapa penulis tarikh dan kronik yang berasal dari golongan penduduk asli adalah Chimalpahin dari Amecameca-Chalco; Fernando Alvarado Tezozomoc dari Tenochtitlan; Alva Ixtlilxochitl dari Texcoco, Juan Bautista Pomar dari Texcoco, dan Diego Muñoz Camargo dari Tlaxcala. Terdapat pula catatan sejarah yang disusun oleh para conquistadores, seperti Bernal Díaz del Castillo yang menulis tentang sejarah penaklukan.
Frater-frater Spanyol juga membuat dokumentasi dalam bentuk kronik dan catatan sejarah lainnya. Salah satu frater yang menyusun sumber sejarah yang penting adalah Toribio de Benavente Motolinia, salah satu dari dua belas misionarisFransiskan pertama yang tiba di Meksiko pada tahun 1524. Tokoh Fransiskan lainnya yang turut bersumbangsih dalam melestarikan sejarah Aztek adalah Fray Juan de Torquemada, penulis Monarquia Indiana. Diego Durán dari Ordo Dominikan juga banyak menulis tentang agama pada masa prapenaklukan dan sejarah Mexica.[25] Selain itu, Kodeks Firenze merupakan sumber sejarah yang sangat berharga mengenai agama, politik, struktur sosial, kalender, botani, zoologi, perdagangan, dan kerajinan Aztek pada zaman prapenjajahan. Kodeks ini juga berisi sejarah penaklukan oleh Spanyol dari sudut pandang Mexica. Kodeks tersebut disusun pada tahun 1545-1576 dalam rupa ensiklopedia etnografi yang ditulis dalam bahasa Spanyol dan Nahuatl oleh frater Fransiskan Bernardino de Sahagún dan oleh para informan dan juru tulis dari golongan penduduk asli.[26] Sumber keterangan lainnya adalah budaya dan adat penutur bahasa Nahuatl saat ini. Penelitian peradaban Aztek sendiri sering kali dilandaskan pada metodologi ilmiah dan multidisipliner, yang memadukan keterangan arkeologi dengan etnosejarah dan etnografi.[27]
Meksiko Tengah pada zaman Klasik dan Pascaklasik
Para ahli masih memperdebatkan apakah kota Teotihuacan memang dihuni oleh penutur bahasa Nahuatl, atau apakah orang Nahua masih belum tiba di wilayah Meksiko tengah pada zaman Klasik. Pada umumnya, para ahli sepakat bahwa orang-orang Nahua bukanlah penduduk asli Dataran Tinggi Meksiko tengah, tetapi mereka secara bertahap mendatangi wilayah tersebut dari Meksiko barat laut. Setelah runtuhnya Teotihuacan pada abad ke-6 M, sejumlah negara kota bangkit di Meksiko tengah. Beberapa dari antaranya (termasuk Cholula dan Xochicalco) kemungkinan dihuni oleh penutur bahasa Nahuatl. Menurut salah satu penelitian, orang Nahua awalnya menghuni wilayah Bajío. Jumlah penduduknya mencapai puncaknya pada abad ke-6, tetapi kemudian mengalami penurunan akibat kekeringan. Penurunan jumlah penduduk di Bajío bertepatan dengan kedatangan kelompok-kelompok baru di Lembah Meksiko, sehingga terdapat kemungkinan bahwa mereka adalah para penutur bahasa Nahuatl yang datang ke wilayah tersebut.[28] Selama proses ini, mereka menggusur para penutur bahasa-bahasa Oto-Manguea. Orang-orang Nahua yang awalnya merupakan kelompok pemburu-pengumpul nomaden kemudian bercampur dengan peradaban-peradaban di Mesoamerika dan menyerap praktik keagamaan dan kebudayaannya, yang kelak menjadi landasan peradaban Aztek. Setelah tahun 900 M, pada zaman Pascaklasik, sejumlah kota yang dihuni oleh penutur bahasa Nahuatl telah menjadi kota yang kuat. Beberapa di antaranya adalah kota Tula di Hidalgo, Tenayuca dan Colhuacan di Lembah Meksiko, serta Cuauhnahuac di Morelos.[29]
Migrasi Mexica dan pendirian Tenochtitlan
Orang-orang Mexica telah menggambarkan sejarah ketibaan mereka di Lembah Meksiko, seperti yang tercatat dalam sumber-sumber etnosejarah dari zaman penjajahan. Etnonim Aztek (Nahuatl: Aztecah) berarti "orang dari Aztlan". Aztlan diyakini merupakan tempat asal mereka di utara. Maka dari itu, istilah ini berlaku untuk semua orang yang menyatakan dirinya sebagai keturunan orang-orang yang berasal dari tempat tersebut. Kisah migrasi suku Mexica menceritakan bagaimana mereka berkelana dengan suku-suku lain, termasuk Tlaxcalteca, Tepanek, dan Acolhua, tetapi pada akhirnya dewa Huitzilopochtli memerintahkan kepada mereka untuk memisahkan diri dari suku-suku Aztek lainnya dan mengambil nama "Mexica".[30] Pada saat ketibaan mereka, sudah banyak negara kota Aztek di wilayah tersebut. Beberapa di antaranya yang paling kuat adalah Colhuacan di selatan dan Azcapotzalco di barat. Suku Tepanek di Azcapotzalco kemudian mengusir orang-orang Mexica dari Chapultepec. Pada tahun 1299, seorang penguasa Colhuaca yang bernama Cocoxtli mengizinkan suku Mexica menetap di wilayah yang tandus di Tizapan. Di tempat tersebut, mereka berasimilasi dalam budaya Culhuaca.[31] Garis keturunan bangsawan Colhuaca dapat ditilik kembali ke negara kota Tula yang legendaris. Melalui pernikahan dengan keluarga-keluarga Colhua, orang Mexica dapat membuat klaim yang sama. Setelah sempat tinggal di Colhuacan, suku Mexica lagi-lagi diusir dan mereka terpaksa mengembara.[32]
Menurut legenda Aztek, pada tahun 1323, orang-orang Mexica melihat penampakan elang yang bertengger di atas kaktus nopal dan sedang memakan seekor ular. Penampakan ini menggenapi nubuat bahwa mereka akan mendirikan permukiman merema di tempat tersebut. Maka didirikanlah kota Tenochtitlan di sebuah pulau kecil yang berawa-rawa di Danau Texcoco. Tahun 1325 biasanya dianggap sebagai tahun pendirian kota tersebut. Pada tahun 1376, keluarga kerajaan Mexica juga didirikan setelah Acamapichtli (anak dari ayah seorang Mexica dan ibu seorang Colhua) terpilih sebagai Huey Tlatoani yang pertama di kota Tenochtitlan.[33]
Dalam kurun waktu 50 tahun setelah pendirian keluarga kerajaan Mexica yang pertama, para penguasa dari keluarga kerajaan tersebut tunduk kepada Azcapotzalco dan membayarkan upeti kepada mereka. Azcapotzalco sendiri telah menjadi kekuatan regional pada masa kekuasaan Tezozomoc. Mexica membantu mengirimkan pasukan untuk membantu Azcapotzalco dalam perang penaklukan, dan sebagai imbalannya Mexica mendapatkan sebagian dari upeti yang dipungut dari negara kota yang telah dikalahkan. Dengan ini, kedudukan politik dan ekonomi Tenochtitlan pun mulai mengalami perkembangan.[34]
Pada tahun 1396, setelah kematian Acamapichtli, putranya yang bernama Huitzilihhuitl (Nahuatl: "bulu kolibri") naik ke tampuk kekuasaan. Ia menikahi anak perempuan Tezozomoc, alhasil hubungan Tenochtitlan dengan Azcapotzalco masih tetap erat. Putra Huitzilihhuitl yang bernama Chimalpopoca menjadi penguasa Tenochtitlan pada tahun 1417. Kemudian, pada tahun 1418, Azcapotzalco mengobarkan perang melawan suku Acolhua di Texcoco dan membunuh penguasa mereka, Ixtlilxochitl. Walaupun Ixtlilxochitl sudah menikah dengan anak perempuan Chimalpopoca, Mexica tetap mendukung Tezozomoc. Tezozomoc tutup usia pada tahun 1426, dan anak-anaknya kemudian saling memperebutkan kekuasaan. Di tengah berkecamuknya konflik ini, Chimalpopoca menjemput ajalnya; kemungkinan ia dibunuh oleh anak laki-laki Tezozomoc, Maxtla, yang menganggapnya sebagai pesaing.[35]Itzcoatl, saudara laki-laki Huitzilihhuitl dan paman Chimalpopoca, terpilih sebagai tlatoani Mexica yang berikutnya. Mexica pun berperang melawan Azcapotzalco, dan Itzcoatl menggagas persekutuan dengan Nezahualcoyotl (anak penguasa Texcoco yang sebelumnya tewas terbunuh) dalam perang melawan Maxtla. Itzcoatl juga bersekutu dengan saudara kandung Maxtla, Totoquihuaztli, yang menjabat sebagai penguasa Tlacopan. Maka Tenochtitlan, Texcoco, dan Tlacopan bersama-sama mengepung Azcapotzalco, dan pada tahun 1428, mereka berhasil menghancurkan kota Azcapotzalco dan mengorbankan Maxtla. Berkat kemenangan ini, Tenochtitlan menjadi kota yang paling berkuasa di Lembah Meksiko, dan persekutuan di antara ketiga negara kota tersebut menjadi landasan Kekaisaran Aztek kelak.[36]
Sesudah peristiwa ini, Itzcoatl mencoba mengukuhkan kekuasaan Tenochtitlan dengan menaklukkan negara-negara kota di selatan Danau Texcoco, termasuk Culhuacan, Xochimilco, Cuitlahuac, dan Mizquic. Itzcoatl kemudian melancarkan serangan ke Lembah Morelos dan berhasil menundukkan negara kota Cuauhnahuac (kini Cuernavaca).[37]
Penguasa awal Kekaisaran Aztek
Motecuzoma I Ilhuicamina
Pada tahun 1440, Motecuzoma I Ilhuicamina[nb 4] (secara harfiah berarti "ia terlihat muram seperti seorang penguasa" atau "ia menembak ke langit"[nb 5]) terpilih sebagai tlatoani. Ia adalah putra Huitzilihhuitl dan saudara kandung Chimalpopoca. Ia pernah menjadi pemimpin perang yang mengabdi untuk pamannya, Itzcoatl, selama perang melawan Tepanek. Setiap kali tlatoani baru mulai berkuasa di negara kota yang dominan, sering kali kota-kota yang sebelumnya telah ditundukkan mulai membangkang dan menolak membayarkan upeti. Maka dari itu, tlatoani memulai masa kekuasaan mereka dengan mengobarkan "perang penobatan", sering kali melawan bawahan-bawahan yang berani memberontak, tetapi kadang-kadang juga untuk menunjukkan keandalan mereka dengan menaklukkan wilayah baru. Motecuzoma mencobai kota-kota di sekitaran Lembah Meksiko dengan meminta pengiriman tenaga kerja untuk memperbesar Templo Mayor. Hanya kota Chalco yang berani menentang perintah sang tlatoani, dan permusuhan antara kota Chalco dan Tenochtitlan berlangsung hingga dasawarsa 1450-an.[38][39] Motecuzoma lalu menaklukkan kembali kota-kota di Lembah Morelos dan Guerrero, dan kemudian juga menaklukkan wilayah baru di wilayah Huaxtec di Veracruz utara dan wilayah Mixtec di Coixtlahuaca dan sebagian besar wilayah Oaxaca. Ia juga merambah ke wilayah Veracruz tengah dan selatan dengan menaklukkan Cosamalopan, Ahuilizapan, dan Cuetlaxtlan.[40] Pada masa ini, negara kota Tlaxcala, Cholula, dan Huexotzinco menjadi pesaing utama Tenochtitlan, dan mereka mengirim pasukan ke kota-kota yang diserang oleh Tenochtitlan. Maka dari itu, Motecuzoma melancarkan perang berskala kecil terhadap ketiga kota tersebut. Perang ini disebut "Perang Bunga" (Nahuatl: xochiyaoyotl), dan tujuannya mungkin adalah untuk membuat mereka lelah berperang.[41][42]
Motecuzoma juga memperkuat struktur politik Persekutuan Tiga Kaum Aztek. Saudaranya, Tlacaelel, berperan sebagai penasihat utamanya (Nahuatl: Cihuacoatl) sekaligus sebagai tokoh yang memrakarsai reformasi-reformasi politik, mengukuhkan kekuasaan golongan bangsawan (Nahuatl: pipiltin), memberlakukan sejumlah undang-undang, serta memulai praktik yang mengizinkan penguasa di wilayah yang baru saja ditaklukan untuk tetap berada di tampuk kekuasaan asalkan ia menyatakan kesetiaannya kepada tlatoani Mexica.[43][44][41]
Axayacatl dan Tizoc
Pada tahun 1469, orang yang menjadi penguasa berikutnya adalah Axayacatl (Nahuatl: "topeng air"), yang merupakan anak dari pasangan Tezozomoc (putra Itzcoatl) dan Atotoztli (putri Motecuzoma I).[nb 6] Ia mengobarkan "perang penobatan" melawan orang-orang Zapotek di Tanah Genting Tehuantepec. Axayacatl juga menaklukkan negara kota Mexica di Tlatelolco, yang terletak di bagian utara pulau tempat berdirinya Tenochtitlan. Penguasa Tlatelolco yang bernama Moquihuix sebelumnya menikah dengan saudara perempuan Axayacatl. Tuduhan perlakuan kejam terhadap sang istri dijadikan sebagai dalih untuk menyerbu Tlatelolco agar Tenochtitlan dapat mengendalikan pasarnya.[45]
Axayacatl lalu menaklukkan wilayah Guerrero tengah dan juga berperang melawan suku Otomi dan Matlatzinca di Lembah Toluca. Lembah Toluca merupakan wilayah yang memisahkan Aztek dari negara Taraska di Michoacan. Axayacatl kemudian mengobarkan perang melawan Taraska (Nahuatl: Michhuahqueh), tetapi pada tahun 1478–79, Taraska berhasil memukul mundur pasukan Aztek. Axayacatl mengalami kekalahan besar dalam pertempuran Tlaximaloyan (kini Tajimaroa), alhasil sebagian besar dari 32.000 prajuritnya gugur dalam pertempuran dan ia hampir tidak dapat melarikan diri ke Tenochtitlan bersama dengan pasukannya yang tersisa.[46]
Setelah kematian Axayacatl pada tahun 1481, kakaknya yang bernama Tizoc terpilih sebagai penguasa. Bertepatan dengan penobatannya, ia mengobarkan "perang penobatan" melawan suku Otomi di Metztitlan, tetapi ia mengalami kegagalan dan hanya dapat memperoleh 40 tawanan untuk dikorbankan dalam upacara penobatannya. Hal ini dianggap sebagai tanda-tanda kelemahan pemimpin yang baru, sehingga banyak kota-kota pembayar upeti yang memberontak, dan masa kekuasaan Tizoc yang singkat pun disibukkan oleh upaya untuk memadamkan pemberontakan dan mempertahankan wilayah yang sebelumnya ditaklukan oleh para pendahulunya. Tizoc menjemput ajalnya secara mendadak pada tahun 1485, walaupun terdapat kemungkinan bahwa ia diracuni oleh saudaranya, Ahuitzotl, yang kemudian menggantikannya sebagai tlatoani. Tizoc sendiri paling dikenal sebagai asal nama Batu Tizoc, yakni sebuah pahatan monumental (Nahuatl: temalacatl) yang menggambarkan penaklukan-penaklukan yang dilancarkan oleh Tizoc.[47]
Ahuitzotl
Penguasa yang berikutnya adalah Ahuitzotl (Nahuatl: "monster air"), saudara Axayacatl dan Tizoc. Ia pernah menjadi pemimpin perang pada masa kekuasaan Tizoc. Seperti biasanya, Ahuitzotl memulai pemerintahannya dengan mengobarkan "perang penobatan" yang berhasil memadamkan pemberontakan di Lembah Toluca dan menaklukkan Jilotepec dan berbagai wilayah di Lembah Meksiko utara. Kampanye militer ke wilayah pesisir teluk pada tahun 1521 juga sangat berhasil. Selain itu, Ahuitzotl dikenal karena ia memperbesar Templo Mayor dan meresmikannya pada tahun 1487. Untuk upacara peresmiannya, mereka mengundang para penguasa dari semua kota yang telah ditundukkan. Mereka lalu menyaksikan upacara pengorbanan manusia yang dahsyat. Beberapa sumber memperkirakan bahwa 80.400 tawanan dikorbankan dalam kurun waktu empat hari. Kemungkinan jumlah tumbal yang sebenarnya jauh lebih kecil, tetapi angkanya masih mencapai ribuan. Ahuitzotl juga mendirikan bangunan-bangunan monumental di berbagai tempat seperti Calixtlahuaca, Malinalco, dan Tepoztlan. Setelah meletusnya pemberontakan di kota Alahuiztlan dan Oztoticpac di Guerrero utara, ia memerintahkan agar semua warga di kota-kota tersebut dibantai dan digantikan oleh para pemukim dari Lembah Meksiko. Ia juga mendirikan pertahanan di Oztuma untuk menghadapi ancaman dari negara Taraska.[48]
Penguasa-penguasa terakhir dan penaklukan oleh Spanyol
Motecuzoma II Xocoyotzin dikenal sebagai penguasa pada masa ketika Aztek dirongrong oleh orang-orang Spanyol dan sekutu mereka di Mesoamerika. Ia naik ke tampuk kekuasaan setelah kematian Ahuitzotl. Motecuzoma Xocoyotzin (Nahuatl: "ia terlihat muram seperti seorang penguasa, anak bungsu") adalah anak Axayacatl, dan sebelumnya juga berpengalaman sebagai pemimpin perang. Masa kekuasaannya diawali seperti biasanya. Ia melancarkan "perang penobatan" untuk menunjukkan kecakapannya sebagai seorang pemimpin. Ia menyerang kota benteng Nopallan di Oaxaca dan menundukkan wilayah-wilayah yang bersebelahan dengan kekaisaran. Ia menaklukkan banyak wilayah di Guerrero, Oaxaca, Puebla. Ia bahkan juga berhasil menaklukkan wilayah Xoconochco di Chiapas. Selain itu, ia menggalakkan perang bunga melawan Tlaxcala dan Huexotzinco, dan berhasil membentuk persekutuan dengan Cholula. Di dalam negeri, ia mempersulit mobilitas sosial bagi rakyat jelata (Nahuatl: macehualtin) yang ingin menjadi pipiltin dengan cara menunjukkan keandalannya dalam peperangan. Ia juga mengeluarkan aturan yang membatasi jenis barang-barang mewah yang dapat dinikmati oleh rakyat jelata.[49]
Pada tahun 1517, Motecuzoma mendegar kabar mengenai kedatangan para prajurit asing di pesisir Teluk Meksiko di dekat Cempoallan. Ia mengirim utusan untuk menyambut mereka, dan ia memerintahkan kepada bawahannya di wilayah tersebut untuk terus mengabarinya apabila ada orang-orang asing lain yang datang. Pada tahun 1519, ia mendapatkan kabar tentang kedatangan armada Spanyol yang dipimpin oleh Hernán Cortés. Cortés kemudian pergi ke Tlaxcala dan membentuk persekutuan dengan musuh bebuyutan Aztek tersebut. Pada tanggal 8 November 1519, Motecuzoma II menerima Cortés dan pasukannya di jalan masuk selatan Tenochtitlan, dan ia mengajak mereka untuk singgah di Tenochtitlan sebagai tamu. Ketika pasukan Aztek menghancurkan perkemahan Spanyol di pesisir Teluk Meksiko, Cortés memerintahkan kepada Motecuzoma agar ia menghukum mati para komandan yang bertanggung jawab atas serangan tersebut, dan Motecuzoma menuruti permintaan tersebut. Pada saat ini, orang-orang Spanyol sudah menawan Motecuzoma di istananya sendiri. Bawahan-bawahan Motecuzoma dapat melihat hal ini dengan jelas, sehingga mereka semakin membenci orang Spanyol. Pada Juni 1520, terjadi perselisihan yang berujung pada pembantaian di Templo Mayor, dan kemudian orang-orang Mexica memberontak melawan Spanyol. Motecuzoma tewas selama konflik ini, kemungkinan dibunuh oleh orang Spanyol saat mereka lari dari Tenochtitlan atau oleh orang-orang Mexica sendiri karena ia dicap sebagai pengkhianat.[50]
Kerabat dan penasihat Motecuzoma yang bernama Cuitláhuac menggantikannya sebagai tlatoani dan ia berusaha mempertahankan Tenochtitlan dari gempuran Spanyol dan penduduk asli yang bersekutu dengan mereka. Ia hanya berkuasa selama 80 hari; kemungkinan ia meninggal akibat wabah variola, meskipun sumber-sumber sejarah awal tidak menyebutkan penyebabnya. Ia digantikan oleh Cuauhtémoc, tlatoani Mexica terakhir. Ia tetap gigih dalam mempertahankan Tenochtitlan. Namun, kota Tenochtitlan pada akhirnya jatuh ke tangan Spanyol, dan ia ditangkap pada tanggal 13 Agustus 1521. Maka dimulailah penjajahan Spanyol di wilayah Meksiko tengah. Cuauhtémoc menjadi tawanan hingga ia disiksa dan dihukum mati atas perintah Cortés (konon akibat pengkhianatan) selama ekspedisi ke Honduras yang mengalami kegagalan pada tahun 1525.
Masyarakat dan politik
Bangsawan dan rakyat jelata
Golongan tertinggi dalam pelapisan masyarakat Aztek adalah pīpiltin[nb 7] atau kaum bangsawan. Status pilli diturunkan secara turun temurun dan memberikan berbagai keistimewaan, seperti hak untuk mengenakan pakaian yang indah dan menggunakan barang-barang mewah, serta hak untuk memiliki tanah dan mengarahkan para pekerja corvée. Bangsawan yang paling kuat disebut teuctin. Mereka juga dapat memegang jabatan tinggi di pemerintahan atau menjadi pemimpin perang. Secara keseluruhan, kelompok bangsawan mencakup sekitar 5% populasi.[51]
Golongan rakyat jelata disebut mācehualtin. Awalnya golongan ini mencakup para petani, tetapi kemudian juga meliputi semua golongan pekerja rendahan. Eduardo Noguera memperkirakan bahwa hanya dua puluh persen dari populasi Aztek yang bermata pencaharian di bidang pertanian dan produksi pangan.[52] Delapan puluh persen lainnya adalah prajurit, pengrajin, dan pedagang. Pada akhirnya, sebagian besar mācehualli bekerja di bidang seni dan kerajinan. Karya-karya mereka menjadi sumber pendapatan utama kota.[53] Macehualtin bisa dijadikan budak (Nahuatl: tlacotin), misalnya jika mereka menjual diri kepada bangsawan akibat utang atau kemiskinan, tetapi status budak tidak diturunkan secara turun temurun. Beberapa macehualtin tidak memiliki tanah dan bekerja di bawah seorang penguasa (Nahuatl: mayehqueh), sementara sebagian besar dari rakyat jelata tergabung ke dalam calpolli yang membolehkan mereka menggarap tanah di calpolli tersebut.[54]
Rakyat jelata dapat memperoleh keistimewaan seperti bangsawan dengan menunjukkan keandalan mereka selama perang. Apabila seorang prajurit berhasil menawan musuh, ia mendapatkan hak untuk mengenakan lambang, senjata, atau pakaian tertentu, dan semakin banyak tawanan yang ditangkap, maka pangkat dan martabatnya semakin meningkat.[55]
Keluarga dan gender
Dalam sistem keluarga Aztek, warisan diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan. Maka dari itu, perempuan bisa mempunyai harta benda seperti laki-laki, alhasil mereka menikmati kebebasan ekonomi yang cukup besar. Laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Aztek dituntut untuk memenuhi peranan gender mereka. Laki-laki bekerja di luar rumah sebagai petani, pedagang, pengrajin, dan prajurit, sementara perempuan mengurus rumah tangga. Walaupun begitu, perempuan juga bisa menjadi pedagang kecil, dokter, imam, dan bidan. Selain itu, berperang merupakan kegiatan yang sangat dihargai dalam masyarakat Aztek, dan pekerjaan perempuan secara metaforis digambarkan seperti perang. Pekerjaan perempuan juga dianggap sama pentingnya dalam menjaga keseimbangan dunia dan dalam memuaskan para dewa. Oleh sebab itu, para ahli menggambarkan ideologi gender Aztek bukan sebagai ideologi yang mengatur hierarki gender, tetapi sebagai ideologi dengan peranan gender yang saling mengisi; dalam kata lain, peranan-peranan tersebut terpisah, tetapi dianggap setara.[56]
Di kalangan bangsawan, pernikahan sering dijadikan strategi politik. Para bangsawan rendah menikahkan putri-putri mereka dengan laki-laki dari garis keturunan yang lebih bergengsi, dan status yang lebih bergengsi tersebut kemudian akan diturunkan kepada anaknya. Bangsawan-bangsawan sering kali mempraktikkan poligami. Namun, poligami bukanlah hal yang lumrah di kalangan rakyat jelata, dan beberapa sumber bahkan menyatakan bahwa praktik tersebut dilarang.[57]
Altepetl dan calpolli
Satuan organisasi politik yang utama di peradaban Aztek adalah negara kota, dalam bahasa Nahuatl disebut altepetl (yang berarti "gunung air"). Altepetl dipimpin oleh seorang penguasa yang disebut tlatoani. Di setiap altepetl, terdapat satu ibu kota yang menjadi pusat keagamaan, ekonomi, dan politik. Altepetl juga menjadi identitas etnis penduduknya, walaupun altepetl bisa saja dihuni oleh kelompok-kelompok yang menuturkan bahasa-bahasa yang berbeda. Setiap altepetl menganggap diri mereka terpisah dari altepetl lain, dan perang sering kali dikobarkan oleh satu altepetl melawan altepetl yang lainnya. Dengan ini, orang-orang Aztek penutur bahasa Nahuatl dari satu altepetl akan bersolider dengan penutur bahasa lain yang tinggal di altepetl yang sama, tetapi bermusuhan dengan penutur bahasa Nahuatl di altepetl lain. Di Cekungan Meksiko, altepetl terbagi menjadi calpolli, yang berfungsi sebagai satuan organisasi bagi rakyat jelata. Di Tlaxcala dan Lembah Puebla, altepetl terdiri dari satuan-satuan teccalli yang dikepalai oleh seorang penguasa (Nahuatl: tecutli) yang mengendalikan wilayah tersebut dan mendistribusikan hak atas tanah kepada rakyat. Calpolli pernah menjadi satuan wilayah tempat rakyat bekerja dan menggarap lahan, karena lahan tidak dimiliki secara pribadi. Kadang-kadang calpolli juga menjadi satuan kekerabatan seperti jaringan keluarga yang saling terhubung lewat pernikahan. Para pemimpin calpolli mungkin adalah atau mungkin bisa menjadi anggota golongan bangsawan, dan jika mereka memang bangsawan, mereka dapat mewakili kepentingan calpollis di pemerintahan altepetl.[58][59]
Di Lembah Morelos, arkeolog Michael E. Smith memperkirakan bahwa altepetl biasanya memiliki jumlah penduduk yang berkisar antara 10.000 hingga 15.000 jiwa, dan mencakup wilayah seluas 70 hingga 100 kilometer persegi. Di Lembah Morelos, altepetl yang ada lebih kecil. Smith berpendapat bahwa altepetl bukanlah sebuah satuan wilayah, tetapi merupakan sebuah satuan politik yang terdiri dari para penduduk yang setia kepada penguasanya. Ia membedakan kedua hal ini, karena terdapat suatu wilayah dengan permukiman-permukiman kecil yang setia kepada altepetl-altepetl yang berbeda.[60]
Persekutuan Tiga Kaum Aztek
Kekaisaran Aztek diperintah secara tidak langsung. Seperti kekaisaran-kekaisaran di Eropa, Kekaisaran Aztek dihuni oleh berbagai macam kelompok etnis. Namun, keduanya tidak bisa disamakan, karena Kekaisaran Aztek merupakan sistem pemungutan upeti dan bukan sistem pemerintahan yang terpusat. Sejarawan Ross Hassig berpendapat bahwa Persekutuan Tiga Kaum Aztek sebaiknya digolongkan sebagai kekaisaran tidak resmi atau hegemonis, karena negara tidak memiliki kekuasaan mutlak atas wilayah yang telah ditaklukan; mereka hanya meminta upeti, dan militer hanya akan dikerahkan ke wilayah-wilayah tersebut untuk memastikan pembayaran upeti.[61][62] Persekutuan Tiga Kaum Aztek juga merupakan kekaisaran dengan wilayah yang terputus-putus; sebagai contoh, wilayah Xoconochco yang terletak di ujung tenggara sama sekali tidak terhubung dengan wilayah inti Aztek. Sifat hegemonis Kekaisaran Aztek dapat dilihat dari fakta bahwa wewenang para penguasa setempat dikembalikan seperti semula meskipun negara kota mereka telah ditaklukan, dan Aztek biasanya tidak ikut campur dalam urusan setempat asalkan upeti tetap dibayarkan. Negara-negara kota ini dibuat patuh dengan adanya jaringan para elit yang saling terkait lewat hubungan pernikahan atau berbagai macam pertukaran lainnya.[62]
Walaupun begitu, Kekaisaran Aztek dapat memperluas wilayah mereka dengan mengendalikan wilayah-wilayah strategis di perbatasan. Pendekatan mereka terhadap wilayah semacam ini bersifat langsung, dan mereka tidak segan-segan mengirim pasukan untuk menaklukkan dan mengendalikan wilayah tersebut. Wilayah-wilayah strategis sering kali tidak dipungut upeti. Aztek bahkan berupaya mengukuhkan kekuasaannya di wilayah tersebut dengan menempatkan pasukan, mengangkat seorang penguasa boneka, atau bahkan memindahkan penduduk dari pusat.[63] Maka dari itu, wilayah yang terletak di luar daerah inti Aztek di Lembah Meksiko dibedakan berdasarkan kestrategisannya. Beberapa wilayah dijadikan provinsi pembayar upeti, dan upeti tersebut memastikan kestabilan ekonomi di kekaisaran, sementara yang lainnya adalah provinsi strategis yang menjadi landasan untuk memperluas wilayah.[64]
Meskipun bentuk pemerintahan Persekutuan Tiga Kaum Aztek sering disebut sebagai "kekaisaran", sebenarnya sebagian besar wilayah di kekaisaran tersebut terbagi menjadi berbagai negara kota yang disebut altepetl. Altpetl dipimpin oleh seorang tlatoani dari keluarga bangsawan yang sah. Pada permulaan sejarah Aztek, altepetl mengalami pertumbuhan pesat dan saling bersaing. Altepetl masih menjadi bentuk utama organisasi di tingkatan setempat bahkan setelah pembentukan Persekutuan Tiga Kaum Aztek pada tahun 1427. Salah satu alasan mengapa Kekaisaran Aztek dapat mempertahankan hegemoninya adalah karena altepetl merupakan satuan politik regional yang berdaya guna.[65]
Ekonomi
Pertanian
Seperti puak-puak lainnya di Mesoamerika, masyarakat Aztek sangat bertumpu pada pertanian jagung. Selain jagung, tanaman-tanaman utama di peradaban Aztek meliputi kacang-kacangan, labu, cabai, dan amaranth. Pertanian secara intensif dimungkinkan oleh lingkungan yang lembap di Lembah Meksiko serta keberadaan danau-danau dan rawa-rawa. Salah satu metode yang paling penting di lingkungan seperti ini adalah chinampa, yakni pulau buatan yang dapat mengubah perairan dangkal menjadi perkebunan yang sangat subur dan dapat ditanami sepanjang tahun. Chinampa dibuat dari lapisan-lapisan lumpur yang berasal dari dasar danau dan juga dari berbagai tumbuh-tumbuhan. Pulau-pulau buatan tersebut dipisahkan oleh terusan-terusan kecil, dan para petani dapat berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya dengan menggunakan kano. Tanah di chinampa sangatlah subur, dan rata-rata dapat dipanen sebanyak tujuh kali setiap tahunnya. Berdasarkan hasil panen dari chinampa yang ada saat ini, diperkirakan bahwa satu hektare chinampa dapat memberi makan 20 orang, sementara 9.000 hektare chinampa dapat memenuhi kebutuhan pangan 180.000 orang.[66]
Orang-orang Aztek semakin memutakhirkan pertanian mereka dengan membangun sistem irigasi. Walaupun sebagian besar kegiatan pertanian berlangsung di luar wilayah yang berpenduduk padat, terdapat pula metode pertanian berskala kecil di dalam kota. Setiap keluarga memiliki sebidang tanah yang ditanami dengan jagung, buah-buahan, herbal, dan tanaman-tanaman penting lainnya. Setelah Tenochtitlan menjadi kota yang besar, air dipasok lewat akuaduk dari mata air di tepi danau, dan mereka juga membuat sistem pengumpulan kotoran manusia untuk dijadikan pupuk. Berkat kemampuan mereka dalam bercocok tanam, pertanian Aztek dapat memenuhi kebutuhan pangan para penduduk di kota besar. Danau juga merupakan sumber protein yang kaya dari hewan-hewan air seperti ikan, amfibi, udang, serangga dan telur serangga, serta unggas air. Berkat tersedianya berbagai sumber protein, mereka tidak terlalu memerlukan daging hewan-hewan yang telah didomestikasi (mereka hanya punya kalkun dan anjing), dan para ahli telah memperkirakan bahwa penduduk di Lembah Meksiko tidak kekurangan protein.[67]
Kerajinan dan perdagangan
Berkat kelebihan pangan, masyarakat Aztek dapat bekerja di luar bidang produksi pangan. Selain memastikan ketersediaan pangan di rumah, perempuan membuat tenunan dari serat agave dan kapas. Laki-laki juga menjadi pengrajin keramik, alat-alat dari obsidian dan rijang, atau barang-barang mewah seperti barang yang terbuat dari manik-manik dan bulu burung serta alat-alat musik. Kadang-kadang seluruh calpollis hanya mengerjakan satu macam kerajinan saja. Di beberapa situs arkeologi, bahkan telah ditemukan daerah-daerah besar yang hanya memusatkan perhatian pada satu bidang kerajinan semata.[68][69]
Orang-orang Aztek tidak banyak membuat barang-barang logam, tetapi mereka sudah menguasai teknologi peleburan emas, dan mereka memadukan emas dengan batu-batu mulia lainnya seperti giok dan pirus. Barang-barang yang terbuat dari tembaga biasanya diimpor dari Taraska.[70]
Perdagangan
Produk-produk didistribusikan di jaringan pasar; beberapa pasar berspesialisasi dalam satu jenis komoditas (contohnya pasar anjing di Acolman), sementara pasar-pasar lain memperdagangkan berbagai jenis barang. Pasar-pasar diatur oleh pengawas yang menentukan barang apa saja yang boleh dijual dan juga menghukum mereka yang menipu konsumen atau menjual barang palsu atau bermutu di bawah standar. Kota-kota biasanya memiliki pasar mingguan (setiap 5 hari), sementara pasar di kota-kota besar dibuka setiap harinya. Cortés melaporkan bahwa pasar di pusat Tlatelolco dikunjungi oleh 60.000 orang setiap tahunnya. Beberapa penjual barang di pasar tersebut adalah penjual kecil-kecilan; para petani menjual hasil panen mereka, para pengrajin menjual bejana-bejana buatan mereka, dan sebagainya. Pedagang-pedagang lainnya merupakan pedagang profesional yang datang dari satu pasar ke pasar lainnya untuk memperoleh laba.[71]
Pochteca adalah pedagang jarak jauh yang tergabung ke dalam gilda-gilda. Mereka melakukan perjalanan ke berbagai wilayah Mesoamerika dan membawa kembali barang-barang mewah yang eksotis, dan mereka bertindak sebagai hakim dan pengawas di pasar Tlatelolco. Ekonomi Aztek sangat terkomersialisasi, tetapi lahan dan tenaga kerja tidak dianggap sebagai komoditas, walaupun beberapa bangsawan dapat saling memperdagangkan lahan-lahan jenis tertentu.[72] Terdapat beberapa jenis uang di peradaban Aztek.[73] Barang-barang bernilai rendah dibeli dengan menggunakan biji kakao (yang harus diimpor dari dataran rendah). Di pasar-pasar Aztek, harga seekor kelici kecil adalah 30 biji, harga telur kalkun adalah 3 biji, dan satu tamale sama dengan satu biji. Untuk barang-barang yang lebih mahal, uang yang digunakan adalah kain kapas dengan panjang standar yang disebut quachtli. Terdapat berbagai macam quachtli, dari yang bernilai 65 hingga 300 biji kakao. Uang yang diperlukan untuk menunjang kehidupan seorang rakyat jelata selama setahun di Tenochtitlan adalah 20 quachtli.[74]
Upeti
Altepetl yang ditaklukan oleh Aztek dipaksa membayar upeti. Upeti tersebut biasanya berupa barang-barang yang paling berharga di wilayah setempat. Beberapa halaman di Kodeks Mendoza mencantumkan daftar kota pembayar upeti dan jenis-jenis upeti yang mereka persembahkan. Upeti yang diberikan tidak hanya berupa barang-barang mewah seperti bulu burung, pakaian yang indah, atau manik-manik batu hijau, tetapi juga bisa berupa barang-barang untuk keperluan sehari-hari seperti pakaian, kayu bakar, dan makanan. Upet biasanya dibayarkan dua atau empat kali setiap tahunnya.[23]
Hasil penggalian arkeologis di provinsi-provinsi yang pernah diperintah oleh Aztek menunjukkan bahwa kekuasaan Aztek di wilayah tersebut menghadirkan manfaat dan kerugian tersendiri bagi rakyat di provinsi tersebut. Di satu sisi, Kekaisaran Aztek mendukung kegiatan perdagangan, dan barang-barang eksotis yang terbuat dari obsidian hingga perunggu dapat dinikmati oleh rakyat jelata maupun bangsawan. Mitra-mitra dagang mereka juga meliputi suku Purépecha (juga dikenal dengan nama Taraska), yang memasok alat-alat perunggu dan perhiasan kepada Aztek. Di sisi lain, upeti yang dipungut oleh kekaisaran sangat membebani rakyat jelata, karena mereka harus bekerja lebih giat lagi agar dapat membayarkan upeti. Sementara itu, bangsawan biasanya diuntungkan oleh kekuasaan kekaisaran karena susunan pemerintahan kekaisaran tidak bersifat langsung. Kekaisaran bergantung kepada raja dan bangsawan setempat dan menawarkan kepada mereka keistimewaan jika mereka membantu menjaga ketertiban dan tetap membayarkan upeti.[75]
Perkotaan
Selain memiliki tradisi pertanian di pedesaan, masyarakat Aztek juga telah mengembangkan tradisi perkotaan dengan sistem perlembagaan, spesialisasi, dan hierarki yang rumit. Tradisi perkotaan di Mesoamerika mulai muncul pada zaman Klasik setelah pendirian kota-kota besar seperti Teotihuacan (dengan jumlah penduduk yang melebihi 100.000 jiwa). Pada masa kebangkitan Aztek, tradisi perkotaan sudah sangat melekat dalam masyarakat Mesoamerika. Pusat-pusat kota sendiri berperan sebagai pusat keagamaan, politik, dan ekonomi.[76]
Ibu kota Aztek terletak di Tenochtitlan, yang kini merupakan tempat berdirinya Kota Meksiko. Kota ini dibangun di atas sejumlah pulau kecil di Danau Texcoco. Kota ini merupakan kota terencana yang sesuai dengan asas-asas politik, keagamaan, dan praktis. Rancangan kota ini didasarkan pada tata letak simetris yang membagi kota ini menjadi empat bagian yang disebut campan (arah). Tenochtitlan berpusat di daerah suci yang merupakan tempat berdirinya Piramida Agung Tenochtitlan dengan ketinggian 50 m. Rumah-rumah dibuat dari kayu dan geluh, atap-atap terbuat dari alang-alang, tetapi piramida, kuil, dan istana umumnya terbuat dari batu. Kota tersebut dilalui oleh terusan-terusan yang dimanfaatkan sebagai jalur transportasi. Antropolog Eduardo Noguera memperkirakan bahwa jumlah penduduk kota ini mencapai 200.000 jiwa berdasarkan jumlah rumah dan juga dengan menggabungkan jumlah penduduk Tlatelolco (sebelumnya merupakan kota yang terpisah, tetapi kemudian menjadi wilayah suburban Tenochtitlan).[66] Apabila semua pulau kecil di Danau Texcoco dan wilayah pesisirnya juga dipertimbangkan, jumlah penduduknya mencapai 300.000 hingga 700.000 jiwa. Michael E. Smith membuat perkiraan yang lebih kecil, yakni 212.500 penduduk di Tenochtitlan di wilayah seluas 1.350 hektare. Sementara itu, kota terbesar kedua di Lembah Meksiko pada zaman Aztek adalah Texcoco dengan jumlah penduduk sekitar 25.000 jiwa yang tersebar di wilayah seluas 450 hektare.[77]
Pusat kota Tenochtitlan merupakan daerah suci yang dikelilingi oleh tembok. Di daerah tersebut terdapat Templo Mayor, kuil-kuil untuk dewa-dewa lain, lapangan bola, calmecac (sekolah untuk bangsawan), gantungan tzompantli yang memamerkan tengkorak tumbal upacara, rumah-rumah prajurit, dan istana para pedagang. Di sekeliling daerah suci, terdapat istana-istana yang didirikan oleh tlatoani-tlatoani.[78]
Templo Mayor
Bangunan utama di kota Tenochtitlan adalah Templo Mayor ("Kuil Besar"), yakni sebuah piramida besar dengan dua tangga yang mengarah ke dua tempat pemujaan kembar - salah satunya dipersembahkan untuk Tlaloc, dan yang satunya lagi untuk Huitzilopochtli. Di puncak piramida inilah pengorbanan manusia dilakukan selama perayaan-perayaan ritual, dan mayat-mayat tumbal manusia kemudian dilempar ke bawah. Kuil ini pernah diperbesar beberapa kali dengan menambahkan tingkat-tingkat yang baru, dan setiap kali tingkatan baru selesai didirikan, akan diadakan upacara persembahan dan peresmian. Setelah kuil ini ditemukan kembali di pusat Kota Meksiko, ditemukan persembahan-persembahan yang kini dipamerkan di Museum Templo Mayor.[79]
Di dalam artikelnya yang berjudul "Simbolisme Templo Mayor", arkeolog Eduardo Matos Moctezuma menduga bahwa bentuk kuil ini melambangkan cara pandang suku Mexica terhadap alam semesta. Orang-orang Mexica percaya bahwa dunia terdiri dari bidang horizontal dan vertikal. Bidang horizontal terdiri dari empat arah mata angin, sementara bidang vertikal terkait dengan dunia langit dan dunia bawah. Di pusat kuil inilah bidang horizontal dan vertikal bertemu, atau dalam kata lain tempat bertemunya dunia langit dan dunia bawah sekaligus tempat bermulanya empat arah alam semesta. Maka dari itu, Matos Moctezuma meyakini bahwa kuil ini adalah pengejawantahan mitos tersebut.[80][81]
Kota-kota besar lainnya
Kota-kota besar lainnya di peradaban Aztek meliputi pusat beberapa negara kota di sekitaran Danau Texcoco, seperti Tenayuca, Azcapotzalco, Texcoco, Colhuacan, Tlacopan, Chapultepec, Coyoacan, Xochimilco, dan Chalco. Cholula adalah kota terbesar di Lembah Puebla, dan di kota ini juga terdapat kuil piramida terbesar di Mesoamerika. Sementara itu, konfederasi Tlaxcala terdiri dari empat kota yang lebih kecil. Di Morelos, Cuahnahuac adalah kota suhu Tlahuica yang menuturkan bahasa Nahuatl, sementara Tollocan di Lembah Toluca adalah ibu kota suku Matlatzinca yang terdiri dari penutur bahasa Nahuatl sekaligus penutur bahasa Otomi dan bahasa yang kini disebut Matlatzinca. Sebagian besar kota Aztek memiliki tata letak yang serupa, dengan alun-alun utama di pusat kota dan piramida besar dengan dua anak tangga dan dua kuil yang mengarah ke barat.[76]
Agama Aztek pada dasarnya terdiri dari praktik-praktik ritual yang dipersembahkan untuk berbagai macam dewa. Seperti agama-agama lainnya di Mesoamerika, agama ini biasanya digolongkan sebagai agama agrikulturalis dan politeis dengan unsur-unsur animis. Pengorbanan untuk para dewa merupakan unsur utama dalam agama Aztek, mengingat bahwa hal ini dilakukan sebagai tanda bersyukur atau untuk melanjutkan siklus kehidupan.[82]
Dewa-dewi
Dewa-dewa utama yang dipuja oleh orang-orang Aztek adalah Tlaloc (dewa hujan dan badai), Huitzilopochtli (dewa matahari dan perang serta pelindung suku Mexica), Quetzalcoatl (dewa angin, langit, dan bintang), dan Tezcatlipoca (dewa malam, sihir, ramalan, dan takdir). Templo Mayor di Tenochtitlan memiliki dua tempat pemujaan di puncaknya, salah satunya dipersembahkan untuk Tlaloc, sementara yang satunya lagi untuk Huitzilopochtli. Quetzalcoatl dan Tezcatlipoca memiliki kuil tersendiri di dekat Templo Mayor, sementara imam agung Templo Mayor dijuluki "Quetzalcoatl Tlamacazqueh". Dewa-dewi penting lainnya adalah Tlaltecutli atau Coatlicue (dewi bumi), Tonacatecuhtli dan Tonacacihuatl (pasangan dewa-dewi yang dikaitkan dengan kehidupan dan rezeki), Mictlantecutli dan Mictlancihuatl (pasangan dewa-dewi yang menguasai dunia bawah dan kematian), Chalchiutlicue (dewi danau dan mata air), Xipe Totec (dewa kesuburan dan siklus alam), Huehueteotl atau Xiuhtecuhtli (dewa api), Tlazolteotl (dewi yang terkait dengan kelahiran dan seksualitas), serta Xochipilli dan Xochiquetzal (dewa-dewa nyanyian, tarian, dan permainan). Di beberapa daerah (khususnya di Tlaxcala), Mixcoatl atau Camaxtli berperan sebagai dewa utama. Beberapa sumber sejarah menyebutkan keberadaan dewa Ometeotl yang mungkin merupakan dewa dualitas antara kelahiran dan kematian, laki-laki dan perempuan; dewa ini mungkin menggabungkan Tonacatecuhtli dan Tonacacihuatl.[83] Selain dewa-dewi utama, terdapat pula puluhan dewa-dewi kecil yang terkait dengan unsur atau konsep tertentu. Seiring dengan meluasnya wilayah Aztek, jumlah dewa mereka pun terus bertambah, karena mereka menyerap dewa-dewi yang dipuja oleh suku bangsa yang telah ditaklukan. Selain itu, dewa-dewi utama memiliki banyak perwujudan atau aspek lain, sehingga menghasilkan sekelompok kecil dewa-dewi dengan aspek-aspek yang saling terkait.[84]
Mitologi Aztek dapat diketahui dari sejumlah sumber sejarah yang ditulis pada zaman penjajahan. Salah satu mitos yang disebut "Legenda Matahari-matahari" menggambarkan penciptaan empat matahari (atau zaman) secara berturut-turut, masing-masing dikuasai oleh dewa yang berbeda dan dihuni oleh makhluk-makhluk yang berbeda pula. Setiap zaman akan diakhiri oleh bencana yang akan memulai zaman berikutnya. Selama prosesnya, dewa Tezcatlipoca bermusuhan dengan Quetzalcoatl, dan mereka menghancurkan hasil ciptaan satu sama lain. Matahari saat ini, yakni matahari kelima, diciptakan ketika salah satu dewa kecil mengorbankan dirinya di api unggun dan berubah menjadi matahari, tetapi matahari baru mulai bergerak setelah dewa-dewi lain mengorbankan diri mereka dan mempersembahkan nyawa mereka kepadanya.[86]
Berdasarkan mitos lain yang menjelaskan bagaimana bumi diciptakan, Tezcatlipoca dan Quetzalcoatl bekerja sama dalam mengalahkan buaya raksasa Cipactli dan menjadikannya bumi, sehingga manusia diperbolehkan menggali dagingnya dan menanam benih-benih mereka, asalkan mereka mempersembahkan darah kepada Cipactli sebagai gantinya. Selain itu, menurut kisah penciptaan manusia, Quetzalcoatl berkelana dengan saudara kembarnya Xolotl ke dunia bawah dan membawa tulang yang kemudian digiling seperti jagung oleh dewi Cihuacoatl. Adonan yang dihasilkan dibentuk seperti manusia dan lalu memperoleh nyawa setelah Quetzalcoatl memberikan darahnya sendiri.[87]
Huitzilopochtli adalah dewa yang dikaitkan dengan suku Mexica, dan ia muncul dalam kisah mengenai asal muasal dan perpindahan suku tersebut. Selama perjalanan mereka, Huitzilopochtli (yang ada dalam bentuk buntalan dewa yang dibawa oleh seorang imam Mexica) membuat suku tersebut berkonflik dengan tetangga-tetangga mereka di setiap tempat yang mereka mukimi. Berdasarkan mitos yang lain, Huitzilopochtli mengalahkan dan memotong-motong saudarinya dewi Coyolxauhqui dan empat ratus saudara laki-laki sang dewi di bukit Coatepetl. Penggambaran mitos ini dapat dilihat di sisi selatan Templo Mayor (juga disebut Coatepetl), sementara di bagian dasar tangga terdapat monolit batu besar dengan penggambaran tubuh dewi yang telah dipotong-potong.[88]
Kehidupan keagamaan Aztek berpusat pada kalender. Seperti kebanyakan suku bangsa di Mesoamerika, orang-orang Aztek menggunakan dua kalender secara bersamaan: kalender ritual yang terdiri dari 260 hari dan disebut tonalpohualli, serta kalender matahari sepanjang 365 hari yang dinamai xiuhpohualli. Setiap hari memiliki nama dan nomornya sendiri di masing-masing kalender, dan kombinasi dari kedua tanggal tersebut hanya muncul setiap 52 tahun. Tonalpohualli umumnya digunakan untuk keperluan ramalan. Kalender ini terdiri dari 20 penanda hari dan angka yang berkisar dari 1-13. Sementara itu, xiuhpohualli terdiri dari 18 "bulan", dan masing-masing "bulan" terdiri dari 20 hari, ditambah dengan 5 hari "kosong" di akhir siklus sebelum siklus xiuhpohualli yang baru dimulai. Setiap "bulan" dinamai dari perayaan ritual tertentu yang memulai masing-masing bulan, dan banyak dari antaranya yang terkait dengan siklus pertanian. Para ahli sendiri masih membahas apakah orang-orang Aztek melakukan penyesuaian terhadap kalender mereka untuk tahun kabisat, serta bagaimana mereka melakukan hal tersebut. Ritual-ritual bulanan melibatkan semua penduduk dan digelar di setiap rumah, di kuil-kuil calpolli, dan di daerah suci utama. perayaan-perayaan yang digelar kebanyakan meliputi kegiatan menari, peragaan ulang kisah-kisah mitos oleh orang yang berpura-pura menjadi dewa, serta pengorbanan makanan, hewan, dan manusia.[89]
Setiap 52 tahun sekali, kedua kalender Aztek kembali mencapai titik awalnya, dan siklus kalender baru pun dimulai. Peristiwa ini dirayakan dengan ritual yang disebut Xiuhmolpilli atau "Upacara Api Baru". Selama upacara ini, tembikar-tembikar lama dihancurkan di semua rumah, dan semua api di peradaban Aztek dipadamkan. Api baru kemudian dinyalakan di atas dada salah satu tumbal manusia, dan seorang pelari akan membawa api baru tersebut ke berbagai komunitas calpolli untuk membagikan api tersebut. Sementara itu, malam tanpa api terkait dengan ketakutan bahwa roh jahat tzitzimime (yang terkait dengan bintang-bintang) akan turun dari langit dan menelan bumi untuk mengakhiri matahari kelima.[90]
Orang-orang Aztek percaya bahwa kematian diperlukan untuk mengekalkan penciptaan. Dewa-dewi dan manusia sama-sama memiliki tanggung jawab dalam melakukan pengorbanan agar kehidupan dapat berlanjut. Seperti yang digambarkan dalam mitos penciptaan Aztek, manusia bertanggung jawab dalam memastikan bahwa matahari akan terus bangkit, dan mereka juga harus mengorbankan sesuatu agar bumi tetap subur. Maka dari itu, dilakukan pengorbanan darah manusia dan hewan, tergantung pada dewa mana yang harus dipuaskan dan upacara macam apa yang sedang dilakukan. Imam-imam untuk dewa-dewa tertentu kadang-kadang harus meneteskan darah mereka sendiri. Kanibalisme bahkan juga dipraktikkan dalam beberapa ritual. Daging tawanan akan dimakan oleh orang yang menangkapnya dan anggota keluarganya, tetapi tidak diketahui secara pasti apakah praktik ini memang menyebar luas di peradaban Aztek.[91][92]
Walaupun pengorbanan manusia merupakan praktik yang tersebar di wilayah Mesoamerika, orang-orang Aztek (berdasarkan catatan sejarah mereka sendiri) mengorbankan banyak sekali nyawa, sampai-sampai peradaban lain di benua Amerika tidak dapat menyainginya. Contohnya, untuk menyucikan kembali Piramida Agung Tenochtitlan pada tahun 1487, orang-orang Aztek melaporkan bahwa mereka mengorbankan 80.400 tawanan dalam kurun waktu empat hari, dan konon pengorbanan ini dilakukan oleh tlatoaniAhuitzotl. Namun, angka ini tidak diterima oleh kebanyakan ahli, dan terdapat kemungkinan bahwa jumlah tumbalnya memang dibesar-besarkan.[93]
Akibat begitu banyaknya tumbal manusia dalam ritual Aztek, banyak ahli yang bertanya-tanya apa yang membuat mereka begitu giat mengorbankan nyawa manusia. Pada dasawarsa 1970-an, Michael Harner dan Marvin Harris berpendapat bahwa mereka melakukan hal tersebut agar dapat memakan para tumbal manusia, seperti yang digambarkan di dalam Kodeks Magliabechiano. Harner mengklaim bahwa tekanan penduduk yang sangat tinggi dan ketiadaan hewan herbivora yang didomestikasi mengakibatkan kekurangan asam amino yang diperlukan oleh tubuh manusia.[94] Walaupun para ahli sepakat bahwa orang-orang Aztek memang melakukan pengorbanan manusia, dugaan bahwa kanibalisme adalah praktik yang menyebar luas di masyarakat Aztek tidak didukung oleh konsensus. Pada tahun 1977, Harris menerbitkan buku Cannibals and Kings yang mengulang klaim (yang awalnya dicetuskan oleh Harner) bahwa daging tumbal manusia merupakan salah satu makanan yang dinikmati oleh ningrat, karena makanan Aztek kurang protein. Klaim ini dibantah oleh Bernard Ortíz Montellano. Ia telah meneliti kesehatan, makanan, dan kedokteran di peradaban Aztek. Walaupun memang benar bahwa makanan Aztek kurang protein, ia menunjukkan bahwa makanan Aztek kaya akan protein nabati. Ortiz juga mengatakan bahwa pengorbanan manusia lebih sering dilakukan pada saat panen, bahwa protein yang didapat dari daging tumbal manusia tidaklah besar, dan bahwa para ningrat dapat mengonsumsi protein hewani dengan mudah.[95][93] Saat ini, kebanyakan ahli mencoba menjelaskan praktik ini atas dasar ideologi yang dianut oleh orang-orang Aztek, dan mereka juga menegaskan bahwa acara pengorbanan prajurit dari negara yang telah ditaklukan merupakan cara untuk menunjukkan kekuatan politik, sehingga memperkuat klaim para penguasa bahwa mereka dianugerahi wewenang ilahi.[96] Kegiatan ini juga dianggap penting untuk mencegah pemberontakan di wilayah-wilayah yang telah ditaklukan, dan hal ini sangat penting di negara Aztek yang memiliki ikatan politik yang renggang.[97]
Seni rupa dan hasil budaya
Orang Aztek sangat menghargai seni rupa dan kriya yang mereka sebut toltecayotl. Istilah ini mengacu kepada suku bangsa Toltek yang tinggal di wilayah Meksiko tengah sebelum kebangkitan negara kota Aztek. Orang-orang Aztek menganggap budaya Toltec sebagai budaya terluhur.
Seni rupa yang dihasilkan orang-orang Aztek meliputi tulisan dan lukisan, nyanyian dan puisi, pahatan dan mosaik, serta keramik, karya seni bulu burung, dan logam (termasuk tembaga dan emas). Para pengrajin yang menciptakan seni-seni ini disebut tolteca.[98]
Orang-orang Aztek tidak memiliki aksara yang mutakhir seperti orang-orang Maya. Namun, seperti halnya orang-orang Maya dan Zapotek, mereka menggunakan sistem penulisan yang menggabungkan tanda-tanda logografi dengan tanda-tanda suku kata fonetik. Contoh penggunaan logogram adalah gambar gunung yang melambangkan kata tepetl (yang juga berarti "gunung"), sementara contoh tanda suku kata fonetik adalah gambar gigi tlantli untuk melambangkan suku kata tla dalam kata-kata yang sama sekali tidak berkaitan dengan gigi. Dengan menggabungkan kedua hal ini, orang-orang Aztek dapat melambangkan nama orang dan tempat. Narasi-narasi biasanya disajikan dalam bentuk urutan gambar yang menggunakan tata cara ikonografi yang berbeda-beda, seperti jejak kaki untuk menunjukkan jalan, kuil yang terbakar untuk menggambarkan peristiwa penaklukan, dan sebagainya.[99]
Ahli epigraf Alfonso Lacadena telah menunjukkan bahwa tanda-tanda suku kata yang digunakan oleh orang-orang Aztek dapat mewakili semua suku kata yang paling sering digunakan dalam bahasa Nahuatl (dengan beberapa pengecualian),[100] tetapi kebanyakan ahli berpendapat bahwa kefonentikan tanda-tanda tersebut baru terwujud pascapenaklukan setelah bangsa Spanyol memperkenalkan asas-asas penulisan fonetik kepada orang-orang Aztek.[101] Ahli-ahli yang lain, terutama Gordon Whittaker, merasa bahwa aspek-aspek suku kata dan fonetik dalam tulisan Aztek tidak terlalu sistematis dan lebih bersifat kreatif, dan ia meyakini bahwa tulisan Aztek tidak pernah berkembang menjadi sistem penulisan yang sepenuhnya bersifat silabis seperti tulisan Maya. Tulisan Aztek malahan menggunakan berbagai jenis penanda fonetik.[102]
Gambar di sebelah kanan menunjukkan penggunaan tanda-tanda fonetik untuk menuliskan nama tempat menurut Kodeks Mendoza yang berasal dari zaman penjajahan. Tempat yang ada di paling atas adalah "Mapachtepec", secara harfiah berarti "Di Atas Bukit Rakun". Di atas glif gunung "TEPETL", terdapat tanda fonetik "MA" (tangan) dan "PACH" (lumut) untuk mengeja kata "mapach" ("rakun") secara fonetik dan bukan secara logografik. Dua nama tempat lainnya, yakni Mazatlan ("Tempat dengan Banyak Rusa") dan Huitztlan ("Tempat dengan Banyak Duri"), menggunakan unsur fonetik "TLAN" yang dilambangkan oleh gigi (tlantli). Glif kepala rusa "MAZA" (mazatl = rusa) dipadukan dengan tanda gigi "TLAN" untuk menghasilkan "Mazatlan", dan begitu pula glif "HUITZ" (huitztli = duri) digabung dengan tanda gigi "TLAN" untuk menghasilkan "Huitztlan".[103]
Musik, lagu, dan puisi
Lagu dan puisi sangat dihargai di peradaban Aztek. Pertunjukan dan lomba puisi sering kali digelar selama perayaan-perayaan. Terdapat pula pertunjukan-pertunjukan drama yang melibatkan pemeran, pemusik, dan pemain akrobat. Selain itu, terdapat beberapa jenis cuicatl (lagu): Yaocuicatl dipersembahkan untuk dewa(-dewa) perang, Teocuicatl untuk dewa-dewa dan mitos penciptaan, xochicuicatl untuk bunga-bunga (lambang puisi dan menunjukkan sifat puisi yang sangat metaforis, yang sering kali memiliki makna yang tersirat). Sementara itu, "prosa" disebut tlahtolli.[104][105]
Unsur penting dalam seni puisi Aztek adalah penggunaan paralelisme, yakni pengulangan bentuk-bentuk yang sama.[106] Puisi Aztek juga mengandung difrasisme, yaitu metafor-metafor yang mengungkapkan suatu konsep abstrak dengan menggunakan dua konsep yang lebih konkret. Contohnya, cara mengungkapkan kata "puisi" dalam bahasa Nahuatl adalah in xochitl in cuicatl, yang berarti "bunga, lagu".[107]
Banyak puisi semacam ini yang dikumpulkan pada zaman penaklukan. Kadang-kadang, puisi dikaitkan dengan penulis-penulis tertentu, seperti Nezahualcoyotl (tlatoani Texcoco) dan Cuacuauhtzin (penguasa Tepechpan), tetapi tidak diketahui secara pasti apakah puisinya benar-benar ditulis oleh mereka secara langsung. Kumpulan puisi Aztek yang penting meliputi Romances de los señores de la Nueva España (yang dikumpulkan pada tahun 1582, kemungkinan oleh Juan Bautista de Pomar)[nb 8] dan Cantares Mexicanos.[108]
Keramik
Mangkuk Aztek untuk keperluan sehari-hari. Tergolong sebagai keramik hitam di atas jingga dengan hiasan yang berlanggam Aztek IV
Patung keramik yang menggambarkan prajurit elang Aztek
Orang-orang Aztek telah menghasilkan berbagai jenis keramik. Yang paling umum adalah keramik jingga yang dipoles dan tidak mengandung slip. Keramik merah mengandung slip berwarna merah, sementara keramik polikrom adalah keramik dengan slip putih atau jingga yang dihiasi dengan lukisan berwarna jingga, merah, cokelat, dan/atau hitam. Jenis keramik yang paling lazim adalah keramik "hitam di atas jingga", yakni keramik jingga yang dihiasi dengan lukisan berwarna hitam.[109][5][110]
Keramik Aztek dengan warna hitam di atas jingga secara kronologis terbagi menjadi empat, yaitu Aztek I dan II (1100–1350), Aztek III (1350–1520), dan Aztek IV (zaman penjajahan awal). Aztek I memiliki ciri berupa lukisan bunga dan glif-glif nama hari; Aztek II memiliki lukisan-lukisan rumput di atas bentuk kaligrafik seperti kurva s atau putaran; Aztek III memiliki garis-garis yang sangat sederhana; Aztek IV mengikuti pola dari masa pra-Kolumbus, tetapi juga menambahkan bunga-bunga yang dipengaruhi oleh tradisi Eropa. Setiap daerah memiliki ragamnya tersendiri, dan arkeolog masih terus mencoba menyempurnakan urutan dari keempat gaya tersebut.[5]
Bejana yang biasanya digunakan untuk keperluan sehari-hari adalah wajan dari tanah liat untuk memasak (comalli), mangkuk dan piring untuk makan (caxitl), belanga untuk memasak (comitl), molcajete atau semacam cobek dan ulekan yang dipakai untuk menggiling cabai (molcaxitl), serta tungku anglo dan cawan. Bejana-bejana dipanaskan di dalam tanur sederhana atau bahkan di lubang tanah dengan suhu yang rendah.[5] Keramik polikrom diimpor dari wilayah Cholula (juga dikenal dengan sebutan "langgam Mixteca-Puebla), dan barang-barang tersebut dianggap sebagai barang mewah, sementara keramik hitam di atas jingga yang dibuat oleh warga setempat dipakai untuk kebutuhan sehari-hari.[111]
Seni lukis
Seni lukis Aztek dibuat di kulit hewan (khususnya rusa), di kain lienzo yang terbuat dari kapas, dan di kertas amate yang terbuat dari kulit pohon (contohnya kulit pohon Trema micrantha atau Ficus aurea). Permukaan bahannya dilapisi gesso agar gambarnya menjadi semakin jelas. Seni melukis dan menulis dalam bahasa Nahuatl dikenal dengan metafor in tlilli, in tlapalli, yang berarti "tinta hitam, pigmen merah".[112][113]
Terdapat segelintir buku yang berisi lukisan Aztek. Dari antara buku-buku ini, belum ada yang dapat dipastikan sebagai buku yang dibuat pada zaman prapenaklukan, tetapi beberapa kodeks mungkin dibuat tidak lama setelah penaklukan sebelum tradisi pembuatan lukisan tersebut terganggu oleh kekacauan yang melanda wilayah Mesoamerika. Apabila beberapa kodeks memang dibuat pada zaman pascapenaklukan, bisa saja kodeks-kodeks tersebut disalin dari kodeks asli dari zaman pra-Kolumbus. Kodeks Borbonicus diduga merupakan satu-satunya kodeks Aztek dari zaman prapenaklukan yang masih ada hingga kini - kodeks ini merupakan kodeks kalender yang berisi tentang penghitungan hari dan bulan dan menunjukkan dewa pelindung untuk setiap periode.[25] Namun, ada pula ahli yang merasa bahwa gaya kodeks ini sesuai dengan gaya kodeks yang dibuat pascapenaklukan.[114]
Pemerintah kolonial Spanyol kadang-kadang memerintahkan pembuatan kodeks kepada para tlacuilos (pembuat kodeks) Aztek, misalnya Kodeks Mendoza. Pemerintah Spanyol juga terkadang menugaskan pembuatan kodeks yang menjabarkan praktik keagamaan prapenjajahan, misalnya Kodeks Ríos. Namun, kodeks dengan keterangan mengenai kalender dan praktik keagamaan dicari dan dihancurkan secara sistematis oleh gereja. Sementara itu, buku-buku lukisan lainnya (khususnya yang berkaitan dengan sejarah dan upeti) masih terus dibuat.[25] Meskipun kodeks yang dibuat di Puebla selatan di dekat Cholula juga menggambarkan dewa-dewa Aztek dan menjabarkan praktik keagamaan yang sama dengan orang-orang Aztek di Lembah Meksiko, kodeks ini tidak dianggap sebagai kodeks Aztek karena dibuat di luar "wilayah inti" Aztek.[25] Walaupun begitu, Karl Anton Nowotny berpendapat bahwa Kodeks Borgia (yang dilukis di wilayah Cholula dan menggunakan gaya Mixtec) adalah "karya seni yang paling penting dari antara manuskrip-manuskrip yang masih ada".[115]
Pahatan
Orang-orang Aztek membuat pahatan dari batu dan kayu, tetapi sebagian besar pahatan kayu sudah hilang ditelan zaman.[116] Pahatan-pahatan batu Aztek memiliki berbagai macam ukuran, dari arca dan topeng kecil hingga monumen-monumen raksasa.[117] Banyak pahatan yang dibuat dengan gaya yang sangat realistis, misalnya pahatan hewan seperti ular derik, anjing, jaguar, katak, kura-kura, dan monyet.[118]
Peradaban Aztek juga telah menghasilkan sejumlah pahatan batu monumental yang masih terjaga hingga kini. Pahatan-pahatan semacam ini biasanya berfungsi sebagai hiasan bangunan keagamaan. Pahatan batu karya Aztek yang terkenal adalah batu kalender atau "batu matahari" Aztek yang ditemukan pada tahun 1790. Penggalian di Zócalo pada tahun yang sama juga menemukan patung Coatlicue setinggi 2,7 meter yang terbuat dari andesit; patung ini menggambarkan dewi khthonik berwujud ular dengan rok yang terdiri dari ular-ular derik. Batu Coyolxauhqui yang menggambarkan dewi Coyolxauhqui dengan tubuh yang terpotong-potong ditemukan pada tahun 1978 di bagian bawah tangga yang mengarah ke puncak Templo Mayor.[119] Terdapat dua pahatan yang menjadi ciri khas Aztek dan terkait dengan ritual pengorbanan. Yang pertama adalah cuauhxicalli atau "bejana elang", yakni mangkuk batu besar yang sering kali berbentuk seperti elang atau jaguar dan digunakan sebagai wadah untuk meletakkan jantung tumbal manusia yang telah diambil. Yang kedua adalah temalacatl, yaitu piringan batu monumental yang dipenuhi dengan ukiran, dan tawanan-tawanan perang diikatkan ke batu besar ini untuk dikorbankan dengan cara dipaksa bertarung. Terdapat pula pahatan batu yang lebih kecil dan menggambarkan para dewa. Gaya yang digunakan dalam pahatan keagamaan tampak kaku, kemungkinan untuk menimbulkan kesan kekuatan di benak orang yang melihatnya.[118] Walaupun pahatan batu Aztek kini disimpan di museum-museum dalam wujud batu yang tidak berwarna, pada awalnya pahatan-pahatan ini dihiasi dengan warna-warna polikrom, kadang-kadang juga terlebih dahulu dilapisi dengan plaster.[120] Berdasarkan catatan sejarah dari conquistadores Spanyol, pahatan-pahatan batu juga dihiasi dengan batu dan logam mulia yang dimasukkan ke dalam plaster.[118]
Salah satu karya seni yang paling berharga di peradaban Aztek adalah kriya bulu, yakni karya-karya yang dihiasi dengan mosaik bulu berwarna warni. Para pengrajin bulu merupakan golongan yang sangat terampil dan dihormati, dan mereka disebut amanteca.[121] Namanya berasal dari daerah Amantla di kota Tenochtitlan yang merupakan tempat mereka tinggal dan bekerja.[122] Para pengrajin bulu harus melalui pelatihan yang panjang, dan hasil dokumentasi di Tenochtitlan dan Tlatelolco menunjukkan bahwa keterampilan-keterampilan pembuatan kriya bulu diturunkan dari orang tua ke anaknya. Secara keseluruhan, terdapat tiga cara untuk membuat kriya bulu. Cara pertama adalah dengan mengikat bulu-bulu untuk menghasilkan benda-benda tiga dimensi seperti kipas dan penutup kepala. Cara kedua adalah dengan menempel bulu-bulu di suatu permukaan untuk menghasilkan mosaik. Contoh produk yang dapat dihasilkan dengan cara ini adalah perisai. Cara ketiga adalah dengan menenun bulu pada tekstil. Bulu-bulu burung yang digunakan meliputi bulu bebek, kalkun, gagak, unggas air, hingga bulu burung-burung eksotis seperti burung makaw, bayan, kolibri, atau bahkan bulu burung quetzal yang sangat dihargai. Bulu-bulu yang "biasa" sering kali digunakan sebagai lapisan bawah dalam proses pembuatan mosaik, walaupun ada juga yang dijadikan kriya tersendiri. Bulu-bulu ini didapat dari perdagangan maupun dari upeti. Kriya bulu sulit untuk dirawat dan dijaga, sehingga saat ini jumlah kriya bulu buatan Aztek yang masih tersisa tidak mencapai sepuluh.[123]
Zaman penjajahan, 1521–1821
Kota Meksiko didirikan di atas reruntuhan Tenochtitlan. Kota baru tersebut secara perlahan menutupi Danau Texcoco dan struktur-struktur lama.[124][125][126] Sementara itu, para prajurit Aztek dijadikan pasukan bersama-sama dengan prajurit Tlaxcala, dan prajurit Aztek turut serta dalam berbagai kampanye militer yang dilancarkan oleh Spanyol di wilayah Mesoamerika utara dan selatan. Maka dari itu, budaya Aztek dan bahasa Nahuatl masih menyebar pada awal zaman penjajahan, karena para prajurit Aztek mendirikan permukiman-permukiman permanen di wilayah-wilayah baru yang dijajah oleh Spanyol.[127]
Dinasti penguasa Aztek masih memerintah di San Juan Tenochtitlan, yang merupakan bagian dari Kota Meksiko, tetapi kemudian bangsa Spanyol hanya menempatkan pemimpin-pemimpin boneka di wilayah tersebut. Salah satunya adalah Andrés de Tapia Motelchiuh yang diangkat oleh Spanyol. Bekas negara kota Aztek lainnya juga masih dihuni oleh para penduduk asli yang diperintah oleh seorang gobernador yang berlatar belakang pribumi. Pada mulanya, jabatan ini sering kali diturunkan secara turun temurun, dan gobernador sama dengan tlatoani, tetapi kedua jabatan tersebut kemudian menjadi terpisah di banyak kota Nahua. Gubernur pribumi berwenang mengatur urusan politik para penduduk asli, dan mereka juga mempertahankan sistem pemungutan upeti dan kerja paksa untuk menguntungkan orang-orang Spanyol yang memiliki hak encomiendas. Encomiendas adalah pemberian tenaga kerja dan upeti dari kelompok penduduk asli tertentu kepada orang-orang Spanyol yang dianugerahi keistimewaan tersebut. Pada awal zaman penjajahan, beberapa gubernur pribumi dapat menumpuk kekayaan dan memiliki kedudukan yang sebanding dengan para encomenderos Spanyol.[128]
Merosotnya jumlah penduduk
Jumlah penduduk pribumi di Meksiko mengalami kemerosotan pada zaman pascapenaklukan. Penyebabnya adalah penyebaran virus-virus yang belum pernah ada di benua Amerika sebelumnya, sehingga para penduduk asli tidak memiliki kekebalan terhadap virus-virus tersebut. Pada tahun 1520–1521, penyakit variola mewabah di Tenochtitlan dan merupakan salah satu penyebab jatuhnya kota tersebut; wabah-wabah lainnya melanda pada tahun 1545 dan 1576.[129]
Belum ada konsensus mengenai jumlah penduduk Meksiko pada masa kedatangan bangsa Eropa. Menurut perkiraan-perkiraan awal, Lembah Meksiko memiliki jumlah penduduk yang sedikit, seperti Kubler yang mengeluarkan angka 200.000 jiwa pada tahun 1942.[130] Namun, pada tahun 1963, Borah dan Cook menggunakan daftar upeti pada zaman prapenaklukan untuk menghitung jumlah pembayar upeti di Meksiko tengah, dan mereka memperkirakan bahwa jumlah penduduknya berkisar antara 18-30 juta. Perkiraan yang sangat tinggi ini telah menuai kritikan karena bertumpu pada dugaan-dugaan yang tidak beralasan.[131] Arkeolog William Sanders membuat perkiraan yang didasarkan pada bukti keberadaan rumah yang ditemukan secara arkeologis, dan ia memperkirakan bahwa jumlah penduduk Lembah Meksiko berkisar antara 1-1,2 juta jiwa.[132] Sementara itu, Whitmore menggunakan simulasi komputer yang didasarkan pada sensus-sensus kolonial untuk menunjukkan bahwa Lembah Meksiko pada tahun 1519 memiliki jumlah penduduk sebesar 1,5 juta jiwa dan wilayah Meksiko secara keseluruhan dihuni oleh 16 juta orang.[133] Maka dari itu, untuk menaksir seberapa besar penurunan penduduk yang terjadi pada abad ke-16, semua tergantung pada perkiraan jumlah penduduk pada tahun 1519. Perkiraan persentase penurunan jumlah penduduk di Lembah Meksiko berkisar antara 50% hingga sekitar 90%; Sanders dan Whitmore sendiri memperkirakan bahwa tingkat penurunan penduduknya mencapai 90%.[131][134]
Keberlanjutan dan perubahan sosial dan politik
Walaupun Kekaisaran Aztek sudah runtuh, beberapa anggota elit tertinggi masih dapat menikmati statusnya pada zaman penjajahan. Contohnya adalah pewaris utama Motecuzoma II dan para penerusnya. Anak Motecuzoma yang bernama Pedro Moctezuma mempunyai seorang anak laki-laki yang menikah dengan perempuan dari golongan ningrat Spanyol, dan anak yang terlahir dari pernikahan tersebut lalu mendapatkan gelar Conde de Moctezuma. Dari tahun 1696 hingga 1701, gelar Virreyes de Nueva España dipegang oleh pemilik gelar Conde de Moctezuma. Pada tahun 1766, pemegang gelar Conde de Moctezuma menjadi Grande Spanyol. Pada tahun 1865 (pada masa Kekaisaran Meksiko Kedua), gelar Conde de Moctezuma (saat itu dipegang oleh Antonio María Moctezuma-Marcilla de Teruel y Navarro) diangkat menjadi Adipati, dan gelar de Tultengo kemudian ditambahkan oleh Raja Juan Carlos I pada tahun 1992.[135] Sementara itu, dua anak perempuan Motecuzoma (Doña Isabel Moctezuma dan adik perempuannya, Doña Leonor Moctezuma) mendapatkan encomiendas dari Hernán Cortes. Doña Leonor Moctezuma pernah menikah dua kali dengan orang Spanyol, dan mewariskan hak encomiendas kepada putrinya yang terlahir dari pernikahan keduanya.[136]
Pada zaman penjajahan, orang-orang Nahua juga masih dapat mempertahankan berbagai aspek dalam kehidupan sosial dan politik mereka. Bangsa Spanyol membentuk dua masyarakat politik yang saling terpisah, yaitu republica de indios dan república de españoles. Para penduduk asli masuk ke dalam republica de indios. Sementara itu, república de españoles tidak hanya mencakup orang-orang Eropa, tetapi juga orang-orang Afrika dan orang-orang berdarah campuran. Orang Spanyol mengakui para elit di kalangan penduduk asli sebagai bangsawan dalam sistem kolonial Spanyol, tetap mempertahankan perbedaan status yang sudah ada dari zaman prapenaklukan, dan menggunakan para bangsawan ini sebagai penengah antara pemerintah kolonial Spanyol dengan rakyat jelata. Mereka tetap dibiarkan menjadi elit asalkan mereka mau masuk agama Katolik dan tetap setia kepada Kerajaan Spanyol. Masyarakat berpemerintahan Nahua pada zaman penjajahan memiliki otonomi yang cukup besar dalam mengatur urusan setempat. Para penguasa Spanyol tidak terlalu memahami sistem politik pribumi, tetapi mereka menyadari pentingnya peran para elit pribumi dan sistem yang sudah ada dari sebelumnya. Mereka mengubah sistem politik dengan menjadikan altepetl sebagai satuan dasar pemerintahan. Pada zaman penjajahan, altepetl diganti namanya menjadi cabecera (walaupun mereka masih menggunakan nama altepetl dalam dokumentasi bahasa Nahuatl di tingkatan setempat), sementara permukiman-permukiman luar yang diperintah oleh cabecera disebut sujeto. Di cabecera, orang Spanyol membentuk dewan kota seperti di Iberia yang disebut cabildo, yang biasanya tetap meneruskan peranan yang pernah diemban oleh kelompok penguasa pada zaman prapenjajahan.[128][137] Akibat kemerosotan jumlah penduduk yang dipicu oleh wabah penyakit, pola-pola permukiman pun berubah dan kota-kota baru pun didirikan. Kota-kota tersebut sering kali diisi dengan orang-orang yang dipindahkan secara paksa berdasarkan kebijakan congregación yang diberlakukan oleh Spanyol. Para penduduk asli yang tinggal di wilayah yang jarang dipindah untuk membentuk komunitas yang baru, sehingga mempermudah upaya Spanyol dalam menyebarkan agama Katolik dan mengeksploitasi tenaga kerja dari kalangan pribumi.[138][139]
Tinggalan sejarah
Peradaban Aztek telah meninggalkan berbagai macam warisan kepada dunia. Situs-situs arkeologi Aztek telah digali dan dibuka untuk umum, sementara artefak-artefaknya dipamerkan di museum-museum. Nama-nama tempat dan kata serapan dari bahasa Nahuatl sangat tersebar di Meksiko. Simbol dan mitologi Aztek juga telah berpadu dengan nasionalisme Meksiko dan menjadi bagian dari lambang negara tersebut.[141]
Pada abad ke-19, citra orang-orang Aztek sebagai suku barbar yang tidak beradab mulai berubah akibat romantisasi bangsa Aztek sebagai kelompok pribumi dengan budaya yang sangat maju dan dapat menyaingi peradaban-peradaban Eropa kuno. Setelah Meksiko berhasil memerdekakan diri dari Spanyol, romantisasi bangsa Aztek dimanfaatkan dalam narasi yang digunakan untuk membetuk sebuah bangsa baru yang merupakan perpaduan antara Eropa dan Amerika.[142]
Aztek dan jati diri nasional
Budaya dan sejarah Aztek telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses pembentukan identitas nasional Meksiko setelah kemerdekaan negara tersebut pada tahun 1821. Di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18, orang-orang Aztek dianggap sebagai suku barbar, kejam, dan memiliki budaya rendahan.[143] Walaupun begitu, sebelum Meksiko memperoleh kemerdekaan, orang-orang Spanyol yang lahir di Amerika (criollos) sudah menilik sejarah Aztek dalam proses pencarian simbol kebanggaan yang terpisah dari Spanyol. Para cendekiawan menggunakan tulisan-tulisan Aztek, seperti yang dikumpulkan oleh Fernando de Alva Ixtlilxochitl, serta tulisan-tulisan Hernando Alvarado Tezozomoc dan Chimalpahin untuk memahami masa lalu Meksiko berdasarkan sudut pandang penulis berlatar belakang penduduk asli. Sejarawan D.A. Brading menyatakan bahwa pencarian ini menjadi landasan "patriotisme kreol". Rohaniwan dan ilmuwan abad ke-17 Carlos de Sigüenza y Góngora berhasil memperoleh kumpulan manuskrip seorang bangsawan Texcoco yang bernama Alva Ixtlilxochitl. Tokoh Yesuit Kreol Francisco Javier Clavijero menerbitkan buku La Historia Antigua de México (1780–81) saat ia sedang berada di pengasingan di Italia akibat pengusiran orang-orang Yesuit pada tahun 1767; dalam buku tersebut, ia menelusuri sejarah Aztek dari zaman migrasi hingga masa penguasa terakhir mereka, Cuauhtemoc. Tujuannya menulis buku tersebut adalah untuk membela masa lalu Meksiko dari segala macam tuduhan yang dilayangkan oleh penulis-penulis yang sezaman dengannya, seperti Pauw, Buffon, Raynal, dan William Robertson.[144] Hasil penggalian arkeologi di alun-alun utama Kota Meksiko pada tahun 1790 berhasil menemukan dua pahatan batu raksasa yang terkubur tidak lama setelah kota Tenochtitlan jatuh ke tangan Spanyol. Kedua peninggalan yang berhasil ditemukan adalah batu kalender Aztek yang terkenal serta patung Coatlicue. Buku Descripción histórico y cronológico de las dos piedras karya Antonio de León y Gama yang diterbitkan pada tahun 1792 meneliti kedua peninggalan batu tersebut. Satu dasawarsa kemudian, ilmuwan Jerman Alexander von Humboldt menghabiskan waktu selama setahun di Meksiko. Salah satu buku yang ia terbitkan pada masa itu adalah Vues des Cordillères et monuments des peuples indigènes de l'Amérique.[145] Humboldt adalah tokoh yang telah memperkenalkan Aztek kepada para ilmuwan dan khalayak di Barat.[146]
Sehubungan dengan agama, lukisan Perawan Guadalupe dari zaman penjajahan menggambarkan Bunda Maria melayang di atas kaktus nopal yang merupakan bagian dari mitos pendirian kota Tenochtitlan. Juan Diego adalah orang Nahua yang konon melihat penampakan seperti itu, dan ia mengaitkan Bunda Maria yang terlihat gelap dengan masa lalu Meksiko pada zaman Aztek.[147]
Setelah Meksiko berhasil meraih kemerdekaannya pada tahun 1821 dan menjadi sebuah negara monarki yang disebut Kekaisaran Meksiko, di benderanya terpampang lambang tradisional Aztek berupa seekor burung elang yang sedang hinggap di atas bonggol kaktus nopal. Di atas kepala elang ini terdapat sebuah mahkota yang merupakan lambang monarki Meksiko yang baru. Setelah sistem monarki dijatuhkan pada tahun 1822, elang di bendera republik yang baru tidak memiliki mahkota. Pada dasawarsa 1860-an, setelah Prancis mendirikan Kekaisaran Meksiko Kedua di bawah kepemimpinan Maximilian dari Wangsa Habsburg, di bendera Meksiko masih terdapat lambang elang dan kaktus yang dihiasi dengan simbol-simbol monarki. Kekaisaran ini sendiri tidak bertahan lama dan pasukan Prancis berhasil dikalahkan, sehingga republik pun didirikan kembali, dan benderanya juga menjadi lebih sederhana seperti sebelumnya.[148] Lambang elang dan kaktus sendiri juga sudah dijadikan lambang resmi Republik Meksiko, dan kini lambang tersebut menghiasi bangunan-bangunan resmi.[140]
Di Meksiko pada masa setelah kemerdekaan, terjadi perseteruan antara kelompok Hispanistas (kebanyakan terdiri dari elit-elit konservatif Meksiko) dan Indigenistas (kebanyakan adalah elit Meksiko yang liberal). Kelompok Hispanistas secara tegas menolak menjadikan peradaban kuno di Meksiko sebagai kebanggaan nasional dan kelompok. Walaupun di bendera Republik Meksiko terdapat simbol Aztek, para elit konservatif tidak menyukai para penduduk asli dan tidak ingin mengaitkan mereka dengan masa lalu yang "agung". Pada masa kekuasaan Presiden Antonio López de Santa Anna, para cendekiawan Meksiko yang pro-indigenistas tidak memperoleh banyak dukungan. Seusai pelengseran Santa Anna pada tahun 1854, para cendekiawan yang tertarik dengan masa lalu pribumi Meksiko menjadi semakin giat. Kaum liberal cenderung bersimpati dengan para penduduk asli dan sejarah mereka, tetapi merasa bahwa permasalahan genting yang harus dipecahkan adalah "Permasalahan Indian". Berkat komitmen kaum liberal untuk mewujudkan persamaan kedudukan di mata hukum, tokoh-tokoh pribumi yang berhasil naik derajatnya (seperti Benito Juárez yang berlatar belakang Zapotek dan naik jabatan di kalangan liberal hingga akhirnya menjadi presiden pribumi Meksiko pertama, atau cendekiawan dan politikus Ignacio Altamirano yang berlatar belakang Nahua) merasa bahwa liberalisme adalah cara pandang yang diperlukan untuk maju ke depan. Terkait dengan upaya untuk menyelidiki masa lalu pribumi Meksiko, tokoh liberal moderat José Fernando Ramírez adalah tokoh yang telah banyak bersumbangsih. Ia menjabat sebagai direktur Museum Nasional dan melakukan kajian dengan menggunakan kodeks-kodeks, tetapi pada saat yang sama ia juga menjaga jaraknya dari perseteruan antara kaum liberal dengan konservatif yang mengakibatkan perang saudara. Para cendekiawan Meksiko yang meneliti sejarah Aztek pada akhir abad ke-19 meliputi Francisco Pimentel, Antonio García Cubas, Manuel Orozco y Berra, Joaquín García Icazbalceta, dan Francisco del Paso y Troncoso.[149]
Pada akhir abad ke-19, peradaban Aztek mulai menjadi kebanggaan nasional di Meksiko. Zaman ini didominasi oleh seorang pahlawan militer liberal yang bernama Porfirio Díaz. Ia adalah seorang mestizo yang berasal dari Oaxaca dan mengabdi sebagai Presiden Meksiko dari tahun 1876 hingga 1911. Kebijakan terbuka terhadap penanam modal asing dan modernisasi negara dengan tangan besi untuk menghentikan kerusuhan telah merugikan penduduk asli Meksiko. Walaupun begitu, pemerintahan Díaz mendanai penelitian-penelitian arkeologi dan upaya perlindungan dan pelestarian monumen kuno.[150] Akibatnya, "para ahli merasa lebih untung jika mereka memusatkan perhatian pada orang-orang Indian yang sudah meninggal selama berabad-abad."[151] Salah satu kebijakan Presiden Díaz adalah dengan mendirikan Monumen untuk Cuauhtémoc di Paseo de la Reforma, Kota Meksiko. Monumen ini ia resmikan pada tahun 1887. Kemudian, dalam ajang pameran dunia pada akhir abad ke-19, paviliun Meksiko sanat menunjukkan masa lalu pribuminya, terutama yang terkait dengan Aztek. Para cendekiawan Meksiko seperti Alfredo Chavero membantu membina citra budaya Meksiko selama pameran-pameran tersebut.[152]
Revolusi Meksiko (1910–1920) dan perjuangan para penduduk asli telah mendorong pemerintah untuk mendukung pergerakan politik dan budaya yang disebut indigenismo. Simbol-simbol masa lalu Aztek pun hadir di berbagai tempat, khususnya dalam muralisme Meksiko karya Diego Rivera.[153][154]
Dalam karya-karya mereka, penulis-penulis Meksiko seperti Octavio Paz dan Agustin Fuentes telah mengkaji penggunaan simbol-simbol Aztek oleh negara-negara bagian modern di Meksiko, dan mereka mengkritik pemanfaatan budaya pribumi untuk keperluan politik, tetapi pada saat yang sama mereka juga menggunakan ungkapan simbolis di dalam karya-karya mereka. Contohnya, Paz mengkritik rancangan Museum Antropologi Nasional yang membentuk pandangan bahwa sejarah Meksiko mencapai puncaknya pada zaman Aztek sebagai perampasan nasionalistik terhadap kebudayaan Aztek.[155]
Bahasa dan nama tempat
Bahasa Nahuatl kini dituturkan oleh sekitar 1,5 juta orang, kebanyakan di wilayah pegunungan di Meksiko tengah. Bahasa Spanyol Meksiko modern juga memiliki ratusan kata serapan dari bahasa Nahuatl, dan banyak pula dari antara kata-kata ini yang masuk ke dalam perbendaharaan kata bahasa Spanyol pada umumnya atau bahkan bahasa-bahasa lainnya di dunia.[156][157][158]
Nama-nama tempat dalam bahasa Nahuatl tersebar di berbagai wilayah di Meksiko, khususnya di wilayah yang pernah menjadi pusat Aztek. Selain itu, nama-nama Nahuatl juga dapat ditemui di kota-kota yang didirikan oleh para prajurit Aztek yang membantu para penjajah Spanyol. Akibatnya, kota yang awalnya tidak menuturkan bahasa Nahuatl kemudian dikenal dengan nama Nahuatlnya.[159] Di Kota Meksiko, terdapat berbagai nama yang mengenang para penguasa Aztek, termasuk stasiun Moctezuma (dinamai dari Motecuzoma II) dan Cuauhtemoc di jalur 1 Metro Kota Meksiko.
Hidangan Meksiko masih menggunakan bahan-bahan dasar yang berasal dari Mesoamerika, seperti jagung, cabai, kacang, labu, tomat, dan avokad. Orang-orang Spanyol kemudian memperkenalkan bahan-bahan dasar dari Aztek ke berbagai belahan dunia, sehingga kini terdapat kata-kata serapan dari bahasa Nahuatl di berbagai bahasa, seperti cokelat, tomat, cabai, avokad, tamale, taco, pupusa, chipotle, pozole, dan atole.[158] Selain itu, hidangan Meksiko juga telah menyebar ke berbagai negara, alhasil warisan kuliner Aztek bisa dikatakan telah menyebar secara global. Kini gambar-gambar Aztek dan kata-kata dalam bahasa Nahuatl digunakan untuk menciptakan nuansa keaslian atau keeksotikan dalam upaya pemasaran hidangan Meksiko.[160]
Dalam budaya populer
Gagasan mengenai orang Aztek telah memikat imajinasi bangsa Eropa semenjak pertama kami berjumpa dengan mereka, dan telah menjadi sumber inspirasi bagi pembuatan banyak lambang ikonik dalam budaya populer Dunia Barat.[161] Dalam bukunya yang berjudul The Aztec Image in Western Thought, Benjamin Keen berpendapat bahwa para pemikir Barat biasanya memandang budaya Aztek melalui kacamata kepentingan budaya mereka sendiri.[162]
Orang Aztek dan tokoh-tokoh mitologi Aztek dimunculkan dalam budaya Dunia Barat.[163] Nama Quetzalcoatl, dewa ular berbulu unggas, telah digunakan dalam penamaan salah satu genuspterosaurus, yakni Quetzalcoatlus, sejenis reptil terbang berukuran besar dengan bentang sayap mencapai 11 meter (36 kaki).[164] Sosok Quetzalcoatl sudah sering ditampilkan dalam buku-buku, film, dan permainan video. D. H. Lawrence memberi judul Quetzalcoatl pada rancangan naskah awal dari novelnya yang pada akhirnya diganti menjadi The Plumed Serpent atas desakan penerbitnya, Alfred A. Knopf.[165] Penulis Amerika, Gary Jennings, menulis dua novel sejarah terkenal yang berlatar belakang Meksiko pada zaman Aztek, yakni Aztec (1980) dan Aztec Autumn (1997).[166] Kedua novel ini sangat populer sampai-sampai ditulis lagi empat novel dalam seri Aztek ini setelah ia wafat.[167]
Masyarakat Aztek juga telah digambarkan dalam film. Film Meksiko tahun 2000 yang berjudul La Otra Conquista (Penaklukan Lain) disutradarai oleh Salvador Carrasco, dan menggambarkan situasi penjajahan sesudah Meksiko ditaklukkan oleh bangsa Spanyol pada era 1520-an. Film ini menggunakan sudut pandang seorang juru tulis Aztek, Topiltzin, yang berhasil selamat dalam peristiwa penyerbuan kuil Tenochtitlan.[168] Film tahun 1989, Retorno a Aztlán (Kembali ke Aztlán), yang diproduksi oleh Juan Mora Catlett adalah sebuah film fiksi sejarah yang berlatar belakang masa pemerintahan Motecuzoma I. Dialog dalam film ini menggunakan bahasa Nahuatl dan diberi judul alternatif dalam bahasa Nahuatl, Necuepaliztli in Aztlan.[169][170] Dalam film-film eksploitasi B produksi Meksiko pada era 1970-an, salah satu sosok yang berulang kali ditampilkan adalah "mumi Aztek" selain sosok-sosok hantu dan tukang sihir Aztek.[171]
^Smith 1997, hlm. 4 menulis bahwa "bagi banyak orang, istilah 'Aztek' secara khusus mengacu pada warga kota Tenochtitlan (orang Mexica), atau mungkin pula pada penduduk Lembah Meksiko, lembah di daerah tanah tinggi tempat orang Mexica dan kelompok-kelompok masyarakat Aztek lainnya bermukim. Saya yakin bahwasanya lebih masuk akal jika lingkup definisi istilah "Aztek" diperluas agar mencakup pula suku-suku bangsa dari lembah-lembah tanah tinggi di sekitarnya, selain para penghuni Lembah Meksiko. Dalam kurun waktu beberapa abad menjelang kedatangan orang-orang Spanyol pada 1519, semua suku bangsa di seluruh lembah tanah tinggi selain Lembah Meksiko ini menuturkan bahasa Nahuatl (bahasa orang Aztek), dan semuanya mengaku berasal dari negeri yang disebut Aztlan dalam mitologi mereka (Aztlan adalah cikal bakal dari istilah "Aztek", yakni sebuah label modern yang justru tidak digunakan oleh masyarakat Aztek itu sendiri)"
^Lockhart 1992, hlm. 1 menulis: "suku bangsa ini saya beri sebutan orang Nahua, yakni sebutan yang kadang-kadang mereka gunakan untuk menyebut diri mereka sendiri sekaligus sebutan yang kini sudah lebih lazim digunakan di Meksiko ketimbang sebutan orang Aztek. Istilah yang terakhir memiliki beberapa sejumlah kelemahan: istilah ini mengesankan adanya semacam kesatuan kebangsaan yang sesungguhnya tidak pernah ada, istilah ini mengarahkan perhatian orang pada sebuah kekaisaran dengan aneka suku bangsa yang tidak bertahan lama, istilah ini terkait khusus dengan zaman prapenaklukan Spanyol, dan menurut standar-standar kala itu, penggunaan istilah ini sebagai sebutan bagi suku-suku bangsa selain orang Mexica (warga ibu kota kekaisaran, Tenochtitlan) niscaya menjadi suatu kejanggalan bahkan jika sebutan ini kendati telah menjadi sebutan utama bagi orang Mexica, yang sesungguhnya tidaklah demikian"
^Para penyunting "Oxford Handbook of the Aztecs", Nichols & Rodríguez-Alegría 2017, hlm. 3, menulis: "Penggunaan terminologi telah berubah secara historis pada zaman Pascaklasik Akhir, dan juga telah berubah di kalangan ahli modern. Para pembaca akan melihat sendiri perbedaan-perbedaan dalam cakupan istilah yang digunakan oleh para penulis di buku panduan ini, tetapi pada umumnya penulis-penulis menggunakan istilah Aztek untuk menyebut orang-orang yang menjadi bagian dari Persekutuan Tiga Kaum pada zaman Pascaklasik Akhir. Kekaisaran dengan luas wilayah semacam itu [...] mengandung berbagai keragaman budaya, bahasa, dan sosial, dan istilah Kekaisaran Aztek sebaiknya tidak mengaburkan hal tersebut. Para ahli sering kali menggunakan istilah yang lebih spesifik, seperti Mexica atau Tenochca jika konteksnya memang sesuai, dan mereka pada umumnya juga menggunakan istilah Nahua untuk menyebut penduduk asli di Meksiko tengah [...] setelah penaklukan oleh Spanyol, seperti yang digagas oleh Lockhart (1992). Semua istilah ini menghadirkan persoalannya tersendiri, baik itu karena maknanya terlalu kabur, mengandung terlalu banyak keragaman, merupakan cap yang dipaksakan, ataupun bermasalah akibat hal lain. Kami masih belum menemukan solusi yang dapat disetujui semua orang, sehingga kami menerima sudut pandang penulis yang berbeda-beda. Kami menggunakan istilah Aztek karena saat ini istilah tersebut paling dikenal oleh para ahli maupun oleh khalayak internasional."
^Nama "Motecuzoma" yang digunakan di artikel ini memiliki berbagai macam ejaan akibat perubahan yang disebabkan oleh penutur bahasa Inggris dan Spanyol, dan juga akibat penggunaan sistem ortografi yang berbeda untuk menulis kata-kata dalam bahasa Nahuatl. Dalam bahasa Inggris, awalnya "Montezuma" merupakan nama yang paling sering digunakan, tetapi kini sudah banyak digantikan oleh ejaan "motecuhzoma" dan "moteuczoma". Dalam bahasa Spanyol, istilah "moctezuma" (yang membalik urutan t dan k) adalah nama yang paling sering digunakan dan juga merupakan nama belakang yang lazim ditemui di Meksiko, tetapi kini juga sudah banyak digantikan oleh nama yang sesuai dengan nama aslinya dalam bahasa Nahuatl, yakni "motecuzoma". Dalam bahasa Nahuatl, nama ini dibaca /motekʷso:ma/, yang berarti "ia terlihat muram seperti seorang penguasa" (Hajovsky 2015, hlm. ix, 147:n#3).
^Gillespie 1989 berpendapat bahwa nama "Motecuzoma" ditambahkan belakangan agar dapat disamakan dengan Motecuzoma pada zaman berikutnya, dan mungkin nama asli Motecuzoma yang pertama adalah "Ilhuicamina".
^Menurut beberapa sumber (termasuk Relación de Tula dan sejarah Motolinia), Atotoztli pernah menjabat sebagai penguasa Tenochtitlan sebagai pengganti ayahnya. Pada tahun-tahun terakhir masa kekuasaan Motecuzoma, memang tidak tercatat perang-perang penaklukan yang baru, sehingga terdapat kemungkinan bahwa ia tidak dapat memerintah pada saat itu, atau malah sudah meninggal (Diel 2005).
^Volume ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol oleh Ángel María Garibay K., guru León-Portilla, dan terjemahan bahasa Inggrisnya dibuat oleh John Bierhorst
Batalla, Juan José (2016). "The Historical Sources: Codices and Chronicles". Dalam Deborah L. Nichols; Enrique Rodríguez-Alegría. The Oxford Handbook of the Aztecs. doi:10.1093/oxfordhb/9780199341962.013.30.
Barlow, Robert H. (1945). "Some Remarks On The Term "Aztec Empire"". The Americas. 1 (3): 345–349.
Beekman, C. S.; Christensen, A. F. (2003). "Controlling for doubt and uncertainty through multiple lines of evidence: A new look at the Mesoamerican Nahua migrations". Journal of Archaeological Method and Theory. 10 (2): 111–164. doi:10.1023/a:1024519712257.
Bright, W. (1990). 'With one lip, with two lips': Parallelism in Nahuatl. Language. hlm. 437–452.
Brumfiel, Elizabeth M. (1998). "The multiple identities of Aztec craft specialists". Archeological Papers of the American Anthropological Association. 8 (1): 145–152.
Burkhart, Louise M. (1997). "Mexican women on the home front". Dalam S Schroeder; S Wood; RS Haskett. Indian women of early Mexico. hlm. 25–54.
Cáceres-Lorenzo, M.T. (2015). "Diffusion trends and Nahuatlisms of American Spanish: Evidence from dialectal vocabularies". Dialectologia et Geolinguistica. 23 (1): 50–67.
Carrasco, Pedro (1999). The Tenochca Empire of Ancient Mexico: The Triple Alliance of Tenochtitlan, Tetzcoco, and Tlacopan. University of Oklahoma Press.
Charlton, Thomas (2000). "The Aztecs and their Contemporaries: The Central and Eastern Mexican Highlands". The Cambridge History of the Native Peoples of the Americas. Cambridge University Press. 2, part 1: 500–558. ISBN0-521-35165-0.
Cline, Howard F. (1976). "Hubert Howe Bancroft, 1832-1918". Dalam H.F. Cline. Handbook of Middle American Indians, Guide to Ethnohistorical Sources, Part 2. hlm. 326–347. ISBN0-292-70153-5.
Cline, Howard F. (1973). "Selected Nineteenth-Century Mexican Writers on Ethnohistory". Dalam H.F. Cline. Handbook of Middle American Indians, Guide to Ethnohistorical Sources, Part 2. hlm. 370–393. ISBN0-292-70153-5.
Cline, Sarah (2000). "Native Peoples of Colonial Central Mexico". The Cambridge History of the Native Peoples of the Americas. Cambridge University Press. 2, part 2: 187–222. ISBN0-521-65204-9.
Cooper Alarcón, Daniel (1997). The Aztec palimpsest: Mexico in the Modern Imagination. Tucson: University of Arizona Press.
Diel, Lori B. (2005). "Women and political power: The inclusion and exclusion of noblewomen in Aztec pictorial histories". RES: Anthropology and Aesthetics. 47 (1): 82–106. doi:10.1086/resv47n1ms20167660.
Elson, Cristina; Smith, Michael E. (2001). "Archaeological deposits from the Aztec New Fire Ceremony". Ancient Mesoamerica. 12 (02): 157–174. doi:10.1017/S0956536101122078.
Franco, Jean (2004). "The return of Coatlicue: Mexican nationalism and the Aztec past". Journal of Latin American Cultural Studies. 13 (2): 205–219.
Frazier, E. G. (2006). "Préstamos del náhuatl al español mexicano". Hesperia: Anuario de filología hispánica. 9: 75–86.
Galindo Leal, Carlos; Sarukhán Kermez, José; Wright, David; Carr, Charles (2017). "Una historia natural del emblema nacional de México". Dalam Cora Ma. A. Falero Ruiz. Escudo Nacional: flora, fauna y biodiversidad. México City: Secretaría de Medio Ambiente y Recursos Naturales, Secretaría de Cultura, Instituto Nacional de Antropología e Historia, Museo Nacional de Antropología,. hlm. 42–61.
Hassig, Ross (1985). Trade, Tribute, and Transportation: The Sixteenth-Century Political Economy of the Valley of Mexico. Civilization of the American Indian series. Norman: University of Oklahoma Press. ISBN0-8061-1911-X. OCLC11469622.
Humboldt, Alexander von (2014). Views of the Cordilleras and Monuments of the Indigenous Peoples of the Americas [1810]: A Critical Edition. University of Chicago Press. ISBN978-0-226-86506-5.
Isaac, B. L. (2005). "Aztec cannibalism: Nahua versus Spanish and mestizo accounts in the Valley of Mexico". Ancient Mesoamerica. 16 (1): 1–10. doi:10.1017/s0956536105050030.
Keen, B. (2001). "Review of: City of Sacrifice: The Aztec Empire and the Role of Violence in Civilization". The Americas. 57 (4): 593–595. doi:10.1353/tam.2001.0036.
León-Portilla, Miguel (2000). "Aztecas, disquisiciones sobre un gentilicio". Estudios de la cultura nahuatl. 31: 307–313.
Lockhart, James (1991). Nahuas and Spaniards: Postconquest Mexican History and Philology. UCLA Latin American studies vol. 76, Nahuatl studies series no. 3. Stanford and Los Angeles, CA: Stanford University Press and UCLA Latin American Center Publications. ISBN0-8047-1953-5. OCLC23286637.
López Luján, Leonardo (2005). The Offerings of the Templo Mayor of Tenochtitlan. Diterjemahkan oleh Bernard R. Ortiz de Montellano and Thelma Ortiz de Montellano (edisi ke-Revised). Albuquerque: University of New Mexico Press. ISBN0-8263-2958-6.
MacLeod, Murdo (2000). "Mesoamerica since the Spanish Invasion: An Overview". The Cambridge History of the Native Peoples of the Americas. Cambridge University Press. 2, part 2: 1–43. ISBN0-521-65204-9.
Matos Moctezuma, Eduardo (1987). "Symbolism of the Templo Mayor". Dalam Hill Boone, Elizabeth. The Aztec Templo Mayor. Dumbarton Oaks Research Library and Collection. hlm. 188–189.
Matos Moctezuma, Eduardo (2017). "Ancient Stone Sculptures: In Search of the Mexica Past". The Oxford Handbook of the Aztecs. Oxford University Press. doi:10.1093/oxfordhb/9780199341962.013.1.
Matthew, Laura E; Oudijk, Michel R. (2007). Indian Conquistadors: Indigenous Allies in the Conquest of Mesoamerica. University of Oklahoma Press.
Minc, Leah D. (2017). "Pottery and the Potter's Craft in the Aztec Heartland". Dalam Deborah L. Nichols; Enrique Rodríguez-Alegría. The Oxford Handbook of the Aztecs. Oxford University Press. doi:10.1093/oxfordhb/9780199341962.013.13.
Montes de Oca, Mercedes (2013). Los difrasismos en el náhuatl de los siglos XVI y XVII. México City: Universidad Nacional Autonoma de México.
Morfín, Lourdes Márquez; Storey, Rebecca (2016). "Population History in Precolumbian and Colonial Times". The Oxford Handbook of the Aztecs. hlm. 189.
Mundy, B. E. (2015). The death of Aztec Tenochtitlan, the life of México City. University of Texas Press.
Mundy, B. E. (2014). "Place-Names in Mexico-Tenochtitlan". Ethnohistory. 61 (2): 329–355.
Nichols, Deborah L.; Rodríguez-Alegría, Enrique (2017). "Introduction: Aztec Studies: Trends and Themes". Dalam Deborah L. Nichols; Enrique Rodríguez-Alegría. The Oxford Handbook of the Aztecs. Oxford University Press.
Nicholson, H. B. (1971). "Major Sculpture in Pre-Hispanic Central Mexico". Dalam Gordon F. Ekholm; Ignacio Bernal. Handbook of Middle American Indians, Volume 10 & 11 "Archaeology of Northern Mesoamerica". University of Texas Press. hlm. 92–134.
Nicholson, H.B. (1981). "Polychrome on Aztec Sculpture". Dalam Elizabeth Hill Boone. Painted Architecture and Polychrome Monumental Sculpture in Mesoamerica: A Symposium at Dumbarton Oaks, 10th to 11th October, 1981. Dumbarton Oaks,.
Nicholson, H. B.; Berger, Rainer (1968). "Two Aztec Wood Idols: Iconographic and Chronologic Analysis". Studies in Pre-Columbian Art and Archaeology. Dumbarton Oaks, Trustees for Harvard University. 5: 1–3, 5–28. JSTOR41263409.
Nichols, Deborah L. and Enrique Rodríguez-Alegría, eds. The Oxford Handbook of The Aztecs. Oxford: Oxford University Press 2017.
Noguera, Eduardo (1974). "Sitios de Ocupacion de la periferia de Tenochtitlan". Anales de Antropologia. UNAM: 53–87. doi:10.22201/iia.24486221e.1974.0.23307.
Nowotny, Karl Anton (2005). Tlacuilolli: Style and Contents of the Mexican Pictorial Manuscripts with a Catalog of the Borgia Group. Diterjemahkan oleh George A. Evertt and Edward B. Sisson. University of Oklahoma Press.
Rodríguez-Alegría, E. (2017). "A City Transformed: From Tenochtitlan to Mexico City in the Sixteenth Century". The Oxford Handbook of the Aztecs. Oxford: Oxford University Press.
Sanders, William T. (1992) [1976]. "The Population of the Central Mexican Symbiotic Region, the Basin of Mexico, and the Teotihuacan Valley in the Sixteenth-century". Dalam William Denevan. The Native Population of the Americas in 1492 (edisi ke-revised). Madison: University of Wisconsin Press. hlm. 85–150.
Sanders, William T. (1971). "Settlement Patterns in Central Mexico". Handbook of Middle American Indians. 3. hlm. 3–44.
Smith, Michael E. (2000). "Aztec City-States". Dalam Mogens Herman Hansen. A Comparative Study of Thirty City-State Cultures. Copenhagen: The Royal Danish Academy of Sciences and Letters. hlm. 581–595.
Smith, Michael E. (2008). Aztec City-State Capitals. University Press of Florida.
Smith, Michael E.; Montiel, Lisa (2001). "The Archaeological Study of Empires and Imperialism in Pre-Hispanic Central Mexico". Journal of Anthropological Archaeology. 20 (3): 245–284. doi:10.1006/jaar.2000.0372.
Taube, Karl (2012). "Creation and Cosmology:Gods and Mythic Origins in Ancient Mesoamerica". Dalam Deborah L. Nichols; Christopher A. Pool. The Oxford Handbook of Mesoamerican Archaeology. Oxford University Press. hlm. 741–752.
Tenorio-Trillo, Mauricio (1996). Mexico at the World's Fairs. University of California Press. ISBN0-520-20267-8.
Tomlinson, G. (1995). "Ideologies of Aztec song". Journal of the American Musicological Society. 48 (3): 343–379. doi:10.2307/3519831.
Durán, Diego (1994) [c.1581]. The History of the Indies of New Spain. Civilization of the American Indian series, no. 210. Doris Heyden (terjemahan, anotasi, dan prakata) (edisi ke-Translation of Historia de las Indias de Nueva-España y Islas de Tierra Firme, 1st English). Norman: University of Oklahoma Press. ISBN0-8061-2649-3. OCLC29565779.
Ruiz de Alarcón, Hernando (1984) [1629]. Treatise on the Heathen Superstitions and Customs That Today Live Among the Indians Native to This New Spain, 1629. Civilization of the American Indian series. diterjemahkan dan disunting oleh J. Richard Andrews dan Ross Hassig (edisi ke-original reproduction and translation of: Tratado de las supersticiones y costumbres gentílicas que oy viven entre los indios naturales desta Nueva España, first English). Norman: University of Oklahoma Press. ISBN0-8061-1832-6. OCLC10046127.(nah)(Inggris)
Durán, Fray Diego (1994) The History of the Indies of New Spain. Diterjemahkan oleh Doris Heyden. University of Oklahoma Press, Norman. ISBN0-8061-2649-3.
Chimalpahin, Domingo de San Antón Muñón (1997) [c. 1621]. Arthur J.O. Anderson; Susan Schroeder, ed. Codex Chimalpahin, jld. 1: society and politics in Mexico Tenochtitlan, Tlatelolco, Texcoco, Culhuacan, and other Nahua altepetl in central Mexico; the Nahuatl and Spanish annals and accounts collected and recorded by don Domingo de San Antón Muñón Chimalpahin Quauhtlehuanitzin. Civilization of the American Indian series. Diterjemahkan oleh Arthur J.O. Anderson; Susan Schroeder. Susan Schroeder (penyunting umum), Wayne Ruwet (penyunting naskah). Norman: University of Oklahoma Press. ISBN978-0-8061-2921-1. OCLC36017075.
Chimalpahin Quauhtlehuanitzin; Domingo de San Antón Muñón (1997) [c. 1621]. Arthur J.O. Anderson; Susan Schroeder, ed. Codex Chimalpahin, jld. 2: society and politics in Mexico Tenochtitlan, Tlatelolco, Texcoco, Culhuacan, and other Nahua altepetl in central Mexico; the Nahuatl and Spanish annals and accounts collected and recorded by don Domingo de San Antón Muñón Chimalpahin Quauhtlehuanitzin (bersambung). Civilization of the American Indian series. Diterjemahkan oleh Arthur J.O. Anderson; Susan Schroeder. Susan Schroeder (penyunting umum), Wayne Ruwet (penyunting naskah). Norman: University of Oklahoma Press. ISBN978-0-8061-2950-1. OCLC36017075.
Zorita, Alonso de (1963) Life and Labor in Ancient Mexico: The Brief and Summary Relation of the Lords of New Spain. Diterjemahkan oleh Benjamin Keen. Rutgers University Press, New Brunswick. ISBN0-8061-2679-5 (1994 sampul lunak).