Industri Telekomunikasi Indonesia
PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) atau biasa disingkat menjadi INTI, adalah sebuah badan usaha milik negara Indonesia yang terutama bergerak di bidang produksi peralatan telekomunikasi. Untuk mendukung kegiatan bisnisnya, perusahaan ini juga memiliki kantor cabang di Jakarta.[2][3] SejarahPerusahaan ini memulai sejarahnya pada tahun 1966 saat PN Telkom menjalin kerja sama dengan Siemens AG. Dua tahun kemudian, kerja sama tersebut menghasilkan pembentukan Pabrik Telepon & Telegraf (PTT) sebagai bagian dari Lembaga Penelitian & Pengembangan Pos & Telekomunikasi (LPP Postel). Pada akhir tahun 1974, pemerintah menjadikan pabrik tersebut sebagai modal untuk mendirikan perusahaan ini.[4] Saat itu, produk dari perusahaan ini antara lain Radio Sonde, Radio High Frequency (HF), radio Very High Frequency (VHF), telepon, dan stasiun bumi untuk Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa. Fasilitas produksi yang dimiliki oleh perusahaan ini saat itu antara lain pabrik perakitan telepon, pabrik perakitan peralatan transmisi, pabrik mekanik & plastik, dan laboratorium perangkat lunak komunikasi data (Packsatnet) hasil kerja sama dengan Logitech. Pemerintah kemudian menunjuk perusahaan ini sebagai pemasok tunggal Sentral Telepon Digital Indonesia (STDI) yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja sama teknis dan bisnis dengan Siemens AG. Pada tahun 1985, perusahaan ini pun mulai mengoperasikan pabrik STDI dengan teknologi produksi through hole technology (THT) berkapasitas 150.000 Satuan Sambungan Telepon (SST). Pabrik tersebut kemudian juga dilengkapi dengan teknologi produksi surface mounting technology (SMT). Hingga tahun 1998, perusahaan ini pun menguasai 60% pangsa pasar infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Perusahaan ini kemudian juga memproduksi pulse code modulation (PCM), private automatic branch exchange (PABX), dan telepon meja di bawah lisensi dari Siemens AG. Selain itu, perusahaan ini juga memproduksi produk hasil pengembangan sendiri, seperti Stasiun Bumi Kecil (SBK), radio HF, radio gelombang mikro digital, Sistem Telepon Kendaraan Bergerak (STKB), dan telepon umum koin. Seiring dengan berkembangnya telekomunikasi seluler, hingga tahun 2002, perusahaan ini pun berhasil membangun 2.000 unit Base Transceiver Station (BTS) di seantero Indonesia. Seiring berakhirnya perjanjian kerja sama teknis dengan Siemens AG, perusahaan ini juga mulai menjalin kerja sama dengan perusahaan lain. Perusahaan ini kemudian mulai memproduksi produk hasil pengembangan sendiri, seperti PBX pintar, sistem kendali & pemantauan utilitas listrik, sistem peringatan & prakiraan banjir, I-Perisalah, KWh meter, dan multi service access node (MSAN). Perusahaan ini lalu juga menggagas penggantian kabel tembaga milik Telkom Indonesia di seantero Indonesia menjadi kabel serat optik dengan teknologi MSAN, Gigabit-capable Passive Optical Network, dan Fiber To The Home. Hingga akhir tahun 2012, perusahaan ini berhasil mengganti lebih dari 400.000 SST di delapan sentral telepon. Perusahaan ini juga menggagas BTS rural untuk Indosat. Perusahaan ini juga menyediakan layanan pengelolaan perangkat teknologi informasi bagi Telkom Indonesia yang berupa pengelolaan sekitar 35.000 paket (meliputi komputer, laptop, pencetak, dan proyektor) mulai dari instalasi, manajemen aplikasi, hingga pembongkaran. Perusahaan ini kemudian mulai memproduksi produk hasil pengembangan sendiri, seperti konverter bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG), meteran cerdas untuk gas & listrik, dan pembaca KTP Elektronik, Perusahaan ini juga bekerja sama dengan BPPT untuk mengembangkan Automatic Dependent Surrveillance Broadcast (ADSB), serta dengan Kementerian PUPR untuk mengembangkan Sistem Informasi Dini Lalu Lintas (Sindila) dan Sistem Pemantauan Kehandalan Struktur Jembatan (Simbagas). Perusahaan ini juga mulai memproduksi PLTS.[2][3] Referensi
|