Seperti Stasiun Cilame, terdapat perlintasan sebidang Jalan Ketajen Raya di tengah emplasemen stasiun. Hal ini mengakibatkan perlintasan tersebut tertutup oleh kereta api yang berhenti di stasiun hingga waktu keberangkatannya. Oleh karena itu, setiap jam berangkat atau pulang kerja, terjadi kemacetan di sekitar stasiun tersebut.
Selain melayani penumpang kereta api lokal, stasiun ini juga melayani persilangan dan penyusulan antarkereta api.
Sejarah
Pada masa kemerdekaan, stasiun ini menjadi saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia. Tercatat, seorang ulama asal Situbondo, K.H. As'ad Syamsul Arifin, bersama para pejuang, naik kereta api dari Stasiun Situbondo (Sumberkolak) menuju Stasiun Gedangan, karena Surabaya di kala itu jatuh ke tangan Inggris sebagai bagian dari serangkaian Pertempuran Surabaya. Ketika kurang lebih seratus pejuang yang dipimpinnya tiba di Stasiun Gedangan, mereka menginap di rumah beberapa penduduk karena mereka tidak memiliki markas.[4]
Bangunan dan tata letak
Stasiun ini memiliki dua jalur rel aktif dengan jalur 2 merupakan sepur lurus.
Stasiun ini dahulu mempunyai tiga jalur rel kereta api, tetapi jalur 1 yang lama telah dibongkar sejak lama dan ditutupi lantai. Di selatan stasiun terdapat bekas jembatan jalur 1 yang hingga kini masih dapat dilihat.
Hasan, S.A. (2003). Kharisma Kiai As'ad di mata umat. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. ISBN9793381302.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)