Megalodon (Otodus megalodon), yang berarti "gigi besar", adalah spesies hiu yang sudah punah. Hiu ini diperkirakan hidup sekitar 23 hingga 2,6 juta tahun yang lalu pada kalaMiosen Awal hingga Pliosen Akhir. Sebelumnya hiu ini tergolong ke dalam familiLamnidae, yang menyiratkan bahwa hiu ini berkerabat dekat dengan hiu putih (Carcharodon carcharias). Namun, saat ini para ilmuwan sepakat bahwa hewan ini termasuk ke dalam famili Otodontidae yang sudah punah, dan famili ini bercabang dari nenek moyang hiu putih pada zaman Kapur Awal. Genusnya sendiri masih diperdebatkan, dan para penulis biasanya menggolongkannya sebagai Carcharocles, Megaselachus, Otodus, atau Procarcharodon. Hal ini dikarenakan fosil peralihan ditemukan karena megalodon adalah kronospesies terakhir dari garis keturunan hiu raksasa yang berasal dari genus Otodus yang berevolusi saat Paleosen.
Para ilmuwan menduga bahwa megalodon terlihat seperti hiu putih yang lebih kekar, walaupun hiu ini juga mungkin tampak seperti hiu raksasa (Cetorhinus maximus) atau hiu harimau-pasir (Carcharias taurus). Hewan ini dianggap sebagai salah satu predator terbesar dan terkuat yang pernah ada, dan fosil-fosilnya sendiri menunjukkan bahwa panjang maksimal hiu raksasa ini mencapai 18 m, sementara rata-rata panjangnya berkisar pada angka 10,5 m. Rahangnya yang besar memiliki kekuatan gigitan antara 110.000 hingga 180.000 newton. Gigi mereka tebal dan kuat, dan telah berevolusi untuk menangkap mangsa dan meremukkan tulang.
Megalodon kemungkinan berdampak besar terhadap kehidupan di laut. Rekaman fosil menunjukkan bahwa hewan ini tersebar di berbagai belahan dunia. Kemungkinan hiu ini memburu mangsa-mangsa besar, seperti paus, anjing laut, dan penyu raksasa. Anak megalodon tinggal di perairan pesisir yang hangat dan di tempat tersebut mereka dapat memakan ikan dan paus kecil. Tidak seperti hiu putih yang menyerang mangsa dari bagian bawah yang lunak, megalodon kemungkinan menggunakan rahangnya yang kuat untuk menembus rongga-rongga di dada dan menusuk jantung dan paru-paru mangsanya.
Hewan ini bersaing dengan cetacea pemakan paus seperti Livyatan dan paus sperma makroraptorial lainnya, serta paus pembunuh kuno dengan ukuran tubuh yang lebih kecil seperti Orcinus citoniensis. Kemungkinan para pesaing ini menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan kepunahan megalodon. Hiu ini lebih menyukai perairan hangat, sehingga terdapat kemungkinan bahwa kemunduran spesies ini juga diakibatkan oleh zaman es yang memicu pendinginan samudra, penurunan permukaan laut, dan hilangnya tempat kelahiran dan pertumbuhan anak megalodon. Selain itu, berkurangnya keanekaragaman paus balin dan bergesernya daerah persebaran paus-paus tersebut ke wilayah kutub kemungkinan telah mengurangi sumber makanan utama megalodon. Kepunahan hiu ini tampaknya berdampak terhadap hewan-hewan lain; contohnya, besar tubuh paus balin meningkat secara drastis setelah hiu ini punah.
Taksonomi
Penamaan
Berdasarkan catatan-catatan dari zaman Renaisans, gigi raksasa yang berbentuk segitiga telah ditemukan di formasi-formasi batu, dan awalnya gigi tersebut dikira sebagai lidah naga atau ular yang telah membatu. Kesalahan ini dibenarkan oleh naturalis Denmark Nicolas Steno pada tahun 1667; ia mengenali fosil tersebut sebagai gigi hiu, dan kemudian membuat gambar kepala hiu yang memiliki gigi semacam itu. Ia mendeskripsikan temuan-temuannya di dalam buku Canis Carchariae Dissectum Caput ("Kepala Hiu Dibedah"), yang juga berisi penggambaran gigi megalodon.[5][6][7]
Seorang naturalis asal Swiss yang bernama Louis Agassiz memberikan nama ilmiah Carcharodon megalodon dalam karyanya dari tahun 1843 yang berjudul Recherches sur les poissons fossiles, berdasarkan sisa-sisa gigi yang telah ditemukan.[8][9] Paleontolog Inggris Edward Charlesworth dalam makalahnya yang diterbitkan pada tahun 1837 menggunakan nama Carcharias megalodon sembari menyebut Agassiz sebagai pencetusnya, sehingga menyiratkan bahwa Agassiz sudah mendeskripsikan spesies tersebut sebelum tahun 1843. Paleontolog Inggris Charles Davies Sherborn pada tahun 1928 menganggap sejumlah artikel yang ditulis oleh Agassiz dari tahun 1835 sebagai deskripsi ilmiah pertama megalodon.[10]Nama spesifikmegalodon dapat diterjemahkan secara harfiah menjadi "gigi besar", dan istilah ini berasal dari bahasa Yunani Kuno: μέγας, translit. (megas), har.'besar, kuat' (megas, "besar") dan οδόντος (odontús, "gigi").[11][12] Gigi megalodon secara morfologis mirip dengan hiu putih (Carcharodon carcharias). Oleh sebab itu, Agassiz memasukkan megalodon ke dalam genus Carcharodon.[9] Walaupun istilah "megalodon" jika berdiri sendiri merupakan nama yang tidak resmi, hiu ini di luar ranah ilmiah juga diberikan julukan "hiu putih raksasa",[13] "hiu gigi mahabesar", "hiu gigi besar", atau "Meg".[14]:4
Pada tahun 1881, terdapat pula deskripsi hiu megalodon yang menyebutnya dengan nama Selache manzonii.[15]
Hubungan antara megalodon dengan hiu-hiu lain, termasuk hiu putih (Carcharodon carcharias)[16]
Walaupun peninggalan megalodon tertua dilaporkan berasal dari kala Oligosen Akhir sekitar 28 juta tahun yang lalu,[17][18] masih terdapat perkiraan-perkiraan lain yang menaksir awal evolusi hiu ini, seperti 16 juta tahun yang lalu atau 23 juta tahun yang lalu.[19] Diduga megalodon punah pada akhir kala Pliosen, kemungkinan sekitar 2,6 juta tahun yang lalu.[19][20] Sementara itu, gigi megalodon yang dilaporkan berasal dari kala Pleistosen (setelah 2,6 juta tahun yang lalu) telah dibantah sebagai klaim yang tak terandalkan.[20]
Megalodon kini dianggap sebagai bagian dari familiOtodontidae dan genus Carcharocles, walaupun sebelumnya spesies ini pernah masuk ke dalam famili Lamnidae dan genus Carcharodon.[19][20][21][22] Penggolongan Megalodon ke dalam genus Carcharodon dilandaskan pada kemiripan gigi megalodon dengan gigi hiu putih, tetapi kini kebanyakan ilmuwan merasa bahwa hal ini merupakan hasil evolusi konvergen. Berdasarkan permodelan ini, kemungkinan hiu putih memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan Isurus hastalis daripada megalodon, seperti yang dibuktikan dari kemiripan pergigian pada kedua hiu tersebut; gigi megalodon memiliki gerigi yang lebih halus daripada gigi hiu putih. Hiu putih juga memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan hiu mako (Isurus spp.), dan nenek moyang bersama mereka hidup sekitar 4 juta tahun yang lalu.[9][16] Namun, ilmuwan yang meyakini bahwa megalodon dan hiu putih memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat mengeluarkan pendapat bahwa perbedaan pergigian pada kedua hewan tersebut sangatlah kecil.[23]:23–25
Genus Carcharocles saat ini terdiri dari empat spesies: C. auriculatus, C. angustidens, C. chubutensis, dan C. megalodon.[14]:30–31 Genus ini diusulkan oleh D. S. Jordan dan H. Hannibal pada tahun 1923 untuk spesies C. auriculatus. Pada dasawarsa 1980-an, megalodon dimasukkan ke dalam genus Carcharocles.[9][14]:30 Sebelumnya, pada tahun 1960, genus Procarcharodon sempat dibuat seorang ahli iktiologi (cabang biologi yang mempelajari ikan) Prancis yang bernama Edgard Casier; di dalamnya terdapat keempat hiu tersebut, dan genus ini dianggap terpisah dari hiu putih. Kini genus ini dianggap sebagai sinonim Carcharocles.[14]:30 Bersamaan dengan itu, genus Palaeocarcharodon juga dibentuk untuk menunjukkan permulaan garis keturunan Procarcharodon dan (dalam permodelan yang menganggap megalodon dan hiu putih sebagai dua spesies yang berkerabat dekat) nenek moyang bersama mereka. Kini Palaeocarcharodon dianggap sebagai kebuntuan evolusioner dan tidak terkait dengan hiu-hiu Carcharocles oleh para ilmuwan yang menolak permodelan tersebut.[23]:70
Permodelan lain yang terkait dengan evolusi genus ini, yang diusulkan oleh Casier pada tahun 1960, adalah permodelan yang menyatakan bahwa nenek moyang langsung Carcharocles adalah hiu Otodus obliquus, yang hidup sekitar 60 juta tahun yang lalu hingga 13 juta tahun yang lalu pada kala Paleosen dan Miosen.[16][24] Berdasarkan permodelan ini, O. obliquus berevolusi menjadi O. aksuaticus, yang kemudian berevolusi menjadi C. auriculatus, dan kemudian menjadi C. angustidens, dan lalu menjadi C. chubutensis, dan akhirnya menjadi C. megalodon. Selama proses evolusi ini, gerigi pada gigi semakin bertambah, mahkota gigi semakin melebar, bentuk gigi menjadi semakin seperti segitiga, dan kuspislateralnya menghilang.[14]:28–31[24] Genus Otodus sendiri berasal dari Cretolamna, genus hiu dari zaman Kapur.[21][25]
Terdapat pula permodelan evolusi Carcharocles yang diusulkan oleh paleontolog Michael Benton pada tahun 2001. Berdasarkan permodelan ini, tiga spesies lain di dalam genus tersebut sebenarnya adalah satu spesies hiu yang secara perlahan mengalami perubahan pada kala Paleosen dan Pliosen, sehingga menjadikannya sebagai sebuah kronospesies.[14]:17[18][26] Benton juga berpendapat bahwa C. auriculatus, C. angustidens, dan C. chubutensis sebaiknya digolongkan sebagai satu spesies di dalam genus Otodus, sehingga C. megalodon menjadi satu-satunya anggota Carcharocles.[18][27]
Genus Carcharocles mungkin juga bukan genus yang sah, dan megalodon bisa saja masuk ke dalam genus Otodus, yang akan mengubah namanya menjadi Otodus megalodon.[3] Hasil penelitian terhadap hiu-hiu Paleogen yang dilakukan oleh Henri Cappetta pada tahun 1974 membentuk subgenusMegaselachus dan menggolongkan megalodon sebagai Otodus (Megaselachus) megalodon bersama dengan O. (M.) chubutensis. Kemudian, berdasarkan hasil peninjauan terhadap kelas Chondrichthyes dari tahun 2006, status Megaselachus diangkat menjadi genus, dan kedua hiu tersebut digolongkan sebagai Megaselachus megalodon dan M. chubutensis.[3] Penemuan fosil yang telah dikaitkan dengan genus Megalolamna pada tahun 2016 membuat para ilmuwan meninjau ulang genus Otodus, dan lalu menyimpulkan bahwa genus ini bersifat parafiletik, atau dalam kata lain genus ini terdiri dari suatu nenek moyang bersama, tetapi tidak mencakup semua keturunannya. Jika hiu-hiu Carcharocles dimasukkan ke dalam genus Otodus, maka genus tersebut akan menjadi genus monofiletik, dan klad saudaranya adalah Megalolamna.[21]
Biologi
Rupa
Menurut salah satu penafsiran, megalodon adalah hiu yang terlihat kekar, dan mungkin mirip dengan hiu putih. Rahangnya mungkin lebih tumpul dan lebar daripada hiu putih, sementara siripnya mungkin memiliki bentuk yang serupa, walaupun sirip megalodon mungkin lebih tebal akibat besar tubuhnya. Mata megalodon mungkin "seperti babi", atau dalam kata lain kedua matanya kecil dan terlihat dalam.[23]:64–65
Berdasarkan penafsiran yang lain, megalodon mirip dengan hiu paus (Rhincodon typus) atau hiu raksasa (Cetorhinus maximus). Sirip ekornya berbentuk seperti sabit, sirip punggung kedua dan sirip duburnya kecil, dan mungkin juga terdapat lunas ekor (caudal keel) di kedua sisi sirip ekir (di pangkal ekor atau caudal peduncle). Bentuk semacam ini sering ditemui pada hewan-hewan besar lainnya di laut, seperti paus, tuna, dan hiu-hiu lainnya untuk mengurangi gaya hambat saat sedang berenang. Sementara itu, bentuk kepala pada setiap spesies bisa berbeda-beda, karena kebanyakan adaptasi untuk mengurangi gaya hambat dapat ditemui di ujung ekor hewan.[14]:35–36
Mengingat bahwa Carcharocles berevolusi dari Otodus, dan dengan mempertimbangkan bahwa keduanya memiliki gigi yang sangat mirip dengan gigi hiu harimau-pasir (Carcharias taurus), bentuk tubuh megalodon mungkin saja lebih mirip dengan hiu tersebut. Namun, dugaan semacam ini kurang meyakinkan, karena hiu harimau-pasir merupakan perenang carangiform yang memerlukan pergerakan ekor yang lebih cepat untuk menghasilkan pendorongan di air bila dibandingkan dengan hiu putih yang merupakan perenang thunniform.[14]:35–36[28]
Besar tubuh
Statistik
Sejauh ini, fosil-fosil megalodon yang telah ditemukan hanyalah fosil gigi dan vertebra, alhasil perkiraan besar tubuh hewan ini pun bermacam-macam.[14]:87[29] Selain itu, akibat kurangnya data, hiu putih sering dijadikan sebagai patokan untuk melakukan reka ulang dan perkiraan besar tubuh,[23]:57 karena hewan tersebut dianggap sebagai perbandingan yang sesuai.[27] Pada tahun 1973, ahli iktiologi Hawaii John E. Randall memperkirakan bahwa panjang terbesar C. megalodon dapat mencapai 13 m,[30] sementara pada dasawarsa 1990-an, ahli biologi laut Patrick J. Schembri dan Stephen Papson berpendapat bahwa panjang maksimal C. megalodon mungkin mendekati 24 hingga 25 m.[31][32] Gottfried et al. menegaskan bahwa panjang C. megalodon dapat mencapai 20,3 m.[23][33][34] Saat ini, panjang maksimal C. megalodon yang paling diterima adalah 18 m, dengan rata-rata panjang 10,5 m,[19][20][22] sementara panjang maksimal hiu putih adalah 6,1 m dan panjang maksimal hiu paus (ikan terbesar saat ini) adalah 12,65 m.[35][36][37][38] Terdapat kemungkinan bahwa populasi megalodon di berbagai belahan dunia memiliki besar tubuh dan perilaku yang berbeda-beda akibat keragaman ekologi.[22] Jika panjang megalodon memang melebihi 16 m, maka ikan ini adalah ikan terbesar yang pernah ada, bahkan melampaui ikan Leedsichthys dari zaman Jura.[39]
Megalodon jantan dewasa mungkin memiliki massa tubuh 12,6 hingga 33,9 ton metrik, sementara massa megalodon betina dewasa mungkin berkisar antara 27,4 hingga 59,4 ton metrik, dengan asumsi bahwa panjang jantan dewasa berada pada kisaran 10,5 hingga 14,3 m dan panjang betina pada kisaran 13,3 hingga 17 m.[23]:61[33] Hasil penelitian dari tahun 2015 yang menyelidiki hubungan antara besar tubuh hiu dengan kecepatan berenang menghasilkan perkiraan bahwa megalodon mungkin berenang dengan kecepatan 18 km/jam, dengan asumsi bahwa massa tubuhnya pada umumnya adalah 48 ton metrik, dan perkiraan ini sesuai dengan hewan-hewan laut dengan besar tubuh semacam itu, seperti paus sirip yang biasanya berenang dengan kecepatan 14,5 hingga 21,5 km/jam.[40]
Megalodon mungkin berevolusi menjadi besar akibat faktor-faktor iklim dan keberlimpahan hewan buruan yang besar. Besar tubuhnya mungkin juga dipengaruhi oleh evolusi endotermik regional (mesotermik) yang meningkatkan laju metabolisme dan kecepatan berenangnya. Hiu dari famili Otodontidae dianggap sebagai hewan ektotermik, dan megalodon berkerabat dekat dengan mereka, sehingga terdapat pula kemungkinan bahwa hewan ini bersifat ektotermik. Namun, hiu ektotermik terbesar di dunia saat ini, yaitu hiu paus, memangsa dengan cara "menyaring", yang menyiratkan bahwa gaya hidup predator dibatasi oleh metabolisme. Dalam kata lain, kemungkinan megalodon bukan hewan ektotermik.[41]
Perkiraan
Gordon Hubbell dari Gainesville, Florida, memiliki gigi anterior atas megalodon dengan ketinggian maksimal 18,4 cm, dan gigi ini merupakan salah satu spesimen gigi hiu terbesar yang pernah ada.[42] Selain itu, reka ulang rahang megalodon dengan ukuran 2,7 x 3,4 m yang dibuat oleh pemburu fosil Vito Bertucci memiliki gigi dengan ketinggian maksimal yang dilaporkan mencapai 18 cm.[43]
Upaya pertama untuk mereka ulang rahang megalodon dilakukan oleh Bashford Dean pada tahun 1909, dan hasilnya pun dipamerkan di Museum Sejarah Alam Amerika. Berdasarkan dimensi hasil rekonstruksi rahang, diduga panjang megalodon mencapai 30 m. Namun, ketika Dean memperikaran ukuran tulang rawan pada kedua rahang, perkiraan tersebut terlalu besar, sehingga rahangnya menjadi terlalu tinggi.[39][44]
Hasil reka ulang karya Bashford Dean pada tahun 1909
Perbandingan gigi dengan tangan
Seorang ahli iktiologi yang bernama John E. Randall menggunakan tinggi enamel gigi untuk mengukur panjang megalodon, dan hasilnya menunjukkan bahwa panjangnya mencapai 13 m.[30] Namun, tinggi enamel gigi belum tentu meningkat secara proporsional dengan panjang hewannya.[23]:99
Tiga orang peneliti hiu yang bernama Michael D. Gottfried, Leonard Compagno, dan S. Curtis Bowman mengusulkan bahwa terdapat hubungan linear antara panjang seekor hiu dengan tinggi gigi anterior atas terbesar: panjang total (m) = − (0,096) × [tinggi maksimal gigi anterior atas (mm)]-(0,22).[18][23]:60 Selain itu, mereka telah memperkirakan bahwa rata-rata panjang megalodon betina yang besar mencapai 15,6 m (berdasarkan tinggi gigi terbesar yang telah ditemukan, walaupun mungkin sebenarnya terdapat gigi yang lebih besar).[23]:55–60
Pada tahun 2002, peneliti Clifford Jeremiah mengusulkan bahwa panjang hiu proporsional dengan lebar akar gigi anterior atas. Ia mengklaim bahwa setiap 1 cm lebar akar gigi sama dengan 1,4 m panjang hiu. Jeremiah juga mengatakan bahwa batas pinggir rahang hiu memiliki hubungan proporsional secara langsung dengan panjang hewannya, dan lebar akar gigi terbesar dapat digunakan untuk memperkirakan batas pinggir rahang. Gigi megalodon terbesar yang dimiliki oleh Jeremiah memiliki lebar akar sekitar 12 cm, yang menghasilkan panjang total sebesar 16,5 m.[14]:88
Paleontolog Kenshu Shimada dari Universitas DePaul pada tahun 2002 juga mengusulkan bahwa terdapat hubungan linear antara tinggi mahkota gigi dengan panjang total setelah ia melakukan analisis anatomi terhadap beberapa spesimen, sehingga gigi dengan ukuran sebesar apapun dapat digunakan. Shimada mengatakan bahwa metode yang dicetuskan sebelumnya didasarkan pada peninjauan yang kurang terandalkan terhadap homologi gigi antara megalodon dengan hiu putih, dan menurutnya laju pertumbuhan antara mahkota dan akar sebenarnya tidak isometrik. Ia mempertimbangkan hal ini di dalam permodelannya, dan dengan ini ia memperkirakan bahwa gigi anterior atas yang dimiliki oleh Gottfried et al. mengindikasikan panjang total sebesar 15 m.[45] Peneliti-peneliti hiu lainnya juga menggunakan metode ini untuk menganalisis spesimen-spesimen megalodon yang telah ditemukan di Formasi Gatún di Panama, dan hasilnya menunjukkan bahwa panjang maksimal salah satu spesimen mencapai 17,9 m.[46]
Gigi dan kekuatan gigitan
Fosil megalodon yang paling sering ditemukan adalah fosil giginya. Ciri-cirinya meliputi bentuk segitiga, struktur yang kuat, ukuran yang besar, gerigi yang halus, ketiadaan dentikula lateral, dan leher gigi (tempat pertemuan akar dengan mahkota) yang berbentuk V.[23]:55[27] Giginya dibuat menempel oleh serat jaringan ikat, sementara kekasaran bagian pangkalnya mungkin menambah kekuatan mekanisnya.[47] Gigi-gigi di sisi lingual (menghadap ke arah lidah) cembung, sementara gigi-gigi di sisi labial (menghadap ke arah lain) agak cembung atau datar. Gigi anterior hampir tegak lurus dengan rahang dan simetris, sementara gigi posterior miring dan asimetris.[48]
Tinggi gigi megalodon bila diukur di sepanjang sisinya dapat melebihi 180 mm, sehingga gigi megalodon merupakan gigi terbesar dari antara semua spesies hiu yang telah ditemukan.[14]:33 Pada tahun 1989, sejumlah gigi megalodon yang hampir lengkap telah ditemukan di Saitama, Jepang. Pergigian megalodon lainnya yang hampir lengkap juga telah digali di Formasi Yorktown di Amerika Serikat dan dijadikan patokan untuk melakukan reka ulang rahang megalodon di Museum Sejarah Alam Amerika. Berdasarkan penemuan-penemuan ini, rumus gigi megalodon dapat dibuat pada tahun 1996.[23]:55[49]
Rumus gigi megalodon adalah 2.1.7.43.0.8.4. Seperti yang bisa dilihat dari rumus ini, megalodon memiliki empat jenis gigi di rahangnya: anterior, menengah, lateral, dan posterior. Gigi menengah megalodon secara teknis tampak seperti gigi anterior atas dan disebut "A3" karena gigi ini cukup simetris dan tidak mengarah secara mesial (sisi gigi yang mengarah ke garis tengah rahang atau tempat bertemunya rahang kiri dan kanan). Megalodon memiliki pergigian yang sangat kuat,[23]:20–21 dan punya lebih dari 250 gigi di rahangnya yang tersusun dalam lima barisan.[14]:iv Giginya juga memiliki gerigi, dan gerigi ini akan meningkatkan ketepatan cara dalam memotong daging atau tulang.[9][14]:1 Hiu ini mungkin dapat membuka mulutnya dengan sudut 75°, walaupun hasil rekonstruksi di Museum Sejarah Alam Amerika memperkirakan bahwa sudutnya dapat mencapai 100°.[23]:63
Pada tahun 2008, sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh S. Wroe membuat perkiraan gaya gigitan berdasarkan gaya gigit hiu putih dari spesimen sepanjang 2,5 m. Mereka memperkirakan bahwa kekuatan gigitan megalodon berada pada kisaran 108.514 hingga 182.201 N di sisi posterior, sementara kekuatan gigitan hiu putih terbesar hanya 18.216 N dan kekuatan gigitan ikan Dunkleosteus yang sudah punah hanya 7.400 N. Selain itu, Wroe et al. memperkirakan bahwa hiu bergoyang ke samping saat dengan makan, sehingga memperkuat gaya yang dihasilkan dan gaya yang dirasakan oleh mangsa mungkin jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan.[33][50]
Anatomi internal
Fosil-fosil megalodon yang telah ditemukan sejauh ini meliputi fosil gigi, vertebra, dan koprolit.[23]:57 Seperti hiu-hiu lainnya, kerangka megalodon terbentuk dari tulang rawan dan bukan dari tulang, alhasil spesimen-spesimen fosilnya tidak terjaga dengan baik.[51] Agar dapat menopang pergigiannya yang besar, rahang megalodon kemungkinan lebih besar dan kuat daripada rahang hiu putih. Kondokranium (tengkorak dari tulang rawan) pada megalodon kemungkinan juga terlihat lebih kuat daripada hiu putih. Siripnya sendiri kemungkinan proporsional dengan ukuran tubuhnya yang besar.[23]:64–65
Beberapa fosil vertebra megalodon telah ditemukan. Salah satu koluma vertebra yang masih terjaga sebagian telah ditemukan di Cekungan Antwerpen di Belgia pada tahun 1926. Di vertebra tersebut terdapat 150 centra vertebra dengan diameter yang berkisar antara 55 mm hingga 155 mm. Vertebra megalodon mungkin sebenarnya jauh lebih besar, dan hasil penyelidikan terhadap spesimen menunjukkan bahwa mereka memiliki jumlah centra vertebra yang jauh melebihi spesimen-spesimen hiu lainnya, kemungkinan lebih dari 200 centra; hanya hiu putih yang dapat mendekati angka tersebut.[23]:63–65 Koluma vertebra megalodon lainnya yang terjaga sebagian telah digali dari Formasi Gram di Denmark pada tahun 1983, dan vertebra ini terdiri dari 20 centra vertebra dengan diameter yang berkisar antara 100 hingga 230 mm.[47]
Koprolit (sisa kotoran) megalodon berbentuk spiral, sehingga terdapat kemungkinan bahwa hiu ini memiliki katup spiral, yakni bagian dari usus bawah seperti yang dapat ditemui pada hiu-hiu lainnya dari ordo Lamniformes. Sisa-sisa koprolit dari kala Miosen telah ditemukan di Beaufort County, South Carolina, dan salah satunya memiliki panjang 14 cm.[52]
Gottfried et al. telah membuat reka ulang kerangka megalodon yang kemudian dipamerkan di Museum Laut Calvert di Amerika Serikat dan juga di Museum Afrika Selatan Iziko.[23]:56[24] Hasil reka ulang ini memiliki panjang 11,3 m dan merupakan rekonstruksi megalodon jantan,[23]:61 berdasarkan perubahan ontogenetik yang dialami oleh hiu putih dalam rentang kehidupannya.[23]:65
Paleobiologi
Persebaran dan habitat
Megalodon tersebar di berbagai belahan dunia;[19][46] fosil-fosilnya telah ditemukan di Eropa, Afrika, Amerika, dan Australia.[23]:67[53] Hewan ini paling sering muncul di wilayah subtropis hingga wilayah dengan iklim sedang.[19][23]:78 Hewan ini juga telah ditemukan di wilayah yang terletak di atas garis lintang 55° U. Terkait dengan suhu, kemungkinan mereka tersebar di wilayah dengan suhu yang berkisar antara 1–24 °C. Kemungkinan hiu ini mampu bertahan di lingkungan dengan suhu rendah karena mereka adalah hewan mesotermik, yakni kemampuan fisiologis hiu-hiu besar untuk menjaga panas metabolis dengan mempertahankan suhu tubuh yang lebih tinggi daripada perairan di sekitar.[19]
Megalodon menghuni berbagai jenis lingkungan laut (seperti perairan pesisir yang dangkal, daerah yang mengalami pembalikan massa air di pesisir, laguna pesisir yang berawa-rawa, zona litoral berpasir, dan dasar perairan di lepas pantai), dan kemungkinan mereka hidup dengan berpindah-pindah. Megalodon dewasa tidak banyak ditemui di perairan yang dangkal dan kebanyakan berada di perairan lepas pantai. Megalodon mungkin berpindah-pindah di perairan pesisir dan samudra, dan perpindahan ini khususnya terkait dengan tahap-tahap kehidupan mereka.[14]:33[54]
Dari antara fosil-fosil yang telah ditemukan, spesimen-spesimen di Belahan Bumi Selatan rata-rata lebih besar daripada yang ditemukan di Belahan Bumi Utara, dengan rata-rata panjang 11,6 m di Belahan Selatan dan 9,6 m di Belahan Utara. Megalodon yang ditemukan di Pasifik juga rata-rata lebih besar daripada yang ditemukan di Atlantik, dengan rata-rata panjang di Pasifik sebesar 10,9 m dan di Atlantik sebesar 9,5 m. Namun, hal ini tidak menunjukkan kecenderungan perubahan besar tubuh berdasarkan garis lintang ataupun perubahan besar tubuh seiring berjalannya waktu (walaupun garis keturunan Carcharocles pada umumnya diduga menunjukkan kecenderungan peningkatan besar tubuh). Secara keseluruhan, modus panjang megalodon diperkirakan sebesar 10,5 m, tetapi distribusinya secara statistik lebih condong ke individu-individu yang lebih panjang, sehingga terdapat kemungkinan bahwa besar tubuh memberikan keunggulan ekologi atau kompetitif terhadap hiu ini.[22]
Lokasi fosil
Fosil megalodon telah tersebar di berbagai belahan dunia.[55]
Hiu pada umumnya adalah hewan yang oportunistik, yaitu mendapatkan nutrisi dari berbagai sumber. Walaupun begitu, besar tubuh megalodon, kecepatan berenangnya yang tinggi, rahangnya yang kuat, dan gigi yang tajam menunjukkan bahwa hiu ini merupakan predator puncak yang mampu memangsa berbagai jenis hewan. Kemungkinan hewan ini merupakan salah satu predator terkuat yang pernah ada.[23]:71–75[33] Penelitian terhadap isotop kalsium pada hiu dan pari dari subkelas Elasmobranchii (yang sudah punah maupun yang masih ada) menunjukkan bahwa megalodon berada pada tingkatan trofik yang lebih tinggi daripada hiu putih saat ini, atau dalam kata lain posisi megalodon di rantai makanan lebih tinggi.[56]
Bukti fosil menunjukkan bahwa megalodon memangsa banyak cetacea, seperti lumba-lumba dan paus.[39][57][58] Selain itu, mereka juga memburu anjing laut, sirenia, dan penyu besar.[54] Hiu ini tidak hanya oportunistik, tetapi juga merupakan pemakan ikan, termasuk ikan-ikan yang lebih kecil dan hiu-hiu lainnya.[39] Banyak tulang paus yang ditemukan dengan luka yang dalam, yang kemungkinan dihasilkan oleh gigitan megalodon.[13][23]:75 Berbagai kegiatan penggalian telah menemukan gigi megalodon yang terletak di dekat sisa-sisa paus yang telah digigit,[23]:75[24]
Seperti hiu putih pada zaman modern, mangsa megalodon tampaknya bermacam-macam, tergantung pada usia dan tempatnya. Terdapat kemungkinan bahwa megalodon dewasa di perairan lepas pantai Peru memburu paus-paus dari famili Cetotheriidae dengan panjang 2,5 hingga 7 m serta mangsa-mangsa lain yang lebih kecil dari megalodon itu sendiri, dan bukannya paus besar yang seukuran dengan mereka.[57] Sementara itu, anak megalodon mungkin lebih sering memakan ikan.[27][59]
Persaingan
Megalodon berada di lingkungan yang sangat kompetitif.[60] Posisinya di puncak rantai makanan[61] kemungkinan sangat berdampak terhadap komunitas laut.[60][62] Bukti-bukti fosil menunjukkan korelasi antara megalodon dengan kemunculan dan diversifikasi cetacea dan mamalia-mamalia laut lainnya.[23]:78[60] Anak megalodon lebih menyukai habitat yang berlimpah dengan cetacea-cetacea kecil, sementara megalodon dewasa lebih memilih habitat yang berlimpah dengan cetacea-cetacea besar. Preferensi semacam itu kemungkinan muncul setelah megalodon berevolusi pada akhir kala Oligosen.[23]:74–75
Megalodon hidup sezaman dengan paus-paus bergigi, khususnya paus sperma makroraptorial yang mungkin juga menjadi predator puncak, sehingga mereka pun saling bersaing.[60] Beberapa dari antara mereka berevolusi hingga memiliki ukuran tubuh raksasa, seperti Livyatan dengan panjang yang berkisar antara 13,5 hingga 17,5 m. Pada kala Miosen Akhir (sekitar 11 juta tahun yang lalu), keberlimpahan dan keanekaragaman cetacea makroraptorial mengalami penurunan. Cetacea-cetacea predator lainnya mulai muncul pada kala Pliosen untuk mengisi kekosongan ekologi ini.[60][63] Contohnya adalah paus-pembunuh kunoOrcinus citoniensis yang mungkin merupakan predator berkelompok yang mengincar mangsa yang lebih besar,[24][64] tetapi terdapat kemungkinan bahwa O. citoniensis berspesialisasi dalam memakan ikan dan cumi-cumi dan bukan mamalia laut.[65]
Bukti-bukti fosil menunjukkan bahwa spesies-spesies hiu besar lainnya (seperti hiu putih) menanggapi tekanan kompetisi dari megalodon dengan menghindari wilayah yang dihuni oleh hiu tersebut dan lebih banyak berkeliaran di perairan yang dingin. Apabila mereka berada di wilayah yang saling bertumpang tindih (seperti Baja California pada kala Pliosen), kemungkinan megalodon dan hiu putih berada di wilayah tersebut pada musim yang berbeda untuk mengincar mangsa yang memiliki jadwal migrasi berbeda.[23]:77[66] Terdapat pula kemungkinan bahwa megalodon memiliki kecenderungan kanibalisme seperti hiu-hiu pada zaman modern.[67]
Strategi berburu
Hiu sering kali menggunakan strategi berburu yang rumit untuk menangkap mangsa yang besar. Kemungkinan terdapat kemiripan antara hiu putih dengan megalodon terkait dengan cara mereka memburu mangsa-mangsa besar.[68] Namun, bekas gigitan megalodon yang telah ditemukan di fosil-fosil paus juga menunjukkan bahwa strategi megalodon dalam memburu mangsa-mangsa basar tidak sepenuhnya sama dengan hiu putih.[39]
Sebuah spesimen paus balin prasejarah (dari takson yang tidak diketahui pada kala Miosen dengan panjang 9 m) telah dimanfaatkan untuk menyelidiki bagaimana megalodon menyerang mangsanya. Tidak seperti hiu putih yang menyerang bagian yang lunak di perut mangsa, megalodon menyerang jantung dan paru-paru, dan gigi mereka yang tebal mampu mengoyak mangsanya hingga menembus tulang yang keras, seperti yang terlihat dari bekas gigitan di rusuk dan tulang-tulang keras lainnya pada spesimen paus.[39] Selain itu, pola serangan megalodon juga berbeda-beda, tergantung pada besar tubuh mangsanya. Peninggalan fosil beberapa cetacea kecil menunjukkan bahwa mereka dihantam dengan gaya yang begitu besar dari bawah sebelum akhirnya dibunuh dan dimakan, seperti yang bisa dilihat dari bekas fraktur kompresi vertebral.[68]
Pada kala Pliosen, muncul cetacea yang lebih besar.[69] Megalodon tampaknya semakin memutakhirkan strategi berburunya agar dapat memangsa paus-paus besar ini. Beberapa tulang sirip yang telah mengalami fosilisasi (seperti segmen-segmen sirip pektoral) dan vertebra kaudal paus-paus besar dari kala Pliosen memiliki bekas gigitan megalodon; hal ini menyiratkan bahwa megalodon mungkin mencoba melumpuhkan paus besar dengan mengoyak atau mencabik siripnya dan kemudian membunuhnya dan memangsanya.[33][39]
Tempat kelahiran dan pertumbuhan
Seperti hiu-hiu pada zaman modern, megalodon melahirkan di tempat tertentu dengan sumber makanan yang berlimpah dan perlindungan dari predator. Bukti-bukti fosil menunjukkan bahwa tempat tersebut adalah perairan pesisir yang hangat.[27] Tempat-tempat kelahiran dan pertumbuhan megalodon telah ditemukan di Formasi Gatún di Panama, Formasi Calvert di Maryland, Banco de Concepción di Kepulauan Kanari,[70] dan Formasi Bone Valley di Florida. Mengingat bahwa hiu-hiu dari ordo Lamniformes yang masih ada saat ini melahirkan anaknya, kemungkinan hal ini juga berlaku untuk megalodon.[71] Panjang terkecil bayi megalodon berada pada kisaran 3,5 m,[23]:61 dan kemungkinan mereka menghadapi ancaman dari spesies-spesies hiu lainnya, seperti hiu-martil besar (Sphyrna mokarran) dan hiu Hemipristis serra.[27] Perbedaan makanan megalodon kecil dan dewasa menunjukkan perubahan secara ontogenik:[23]:65 megalodon kecil memburu ikan,[27] sea turtles,[54]dugong,[14]:129 dan cetacea kecil, sementara megalodon dewasa pindah ke perairan lepas pantai dan memangsa cetacea besar.[23]:74–75
Terdapat beberapa pengecualian di dalam rekaman fosil yang menunjukkan bahwa megalodon kecil mungkin juga menyerang paus-paus Balaenoptera yang jauh lebih besar. Tiga bekas gigitan dari seekor hiu dari kala Pliosen dengan panjang 4 hingga 7 m telah ditemukan di tulang rusuk nenek moyang paus biru atau bungkuk, dan bekas gigitan tersebut terlihat sudah pulih, sehingga terdapat kemungkinan bahwa gigitan tersebut dihasilkan oleh anak megalodon.[72][73]
Kepunahan
Perubahan iklim
Pada saat megalodon masih mengarungi lautan, Bumi mengalami berbagai perubahan yang berdampak terhadap kehidupan di laut. Pendinginan yang mulai terjadi pada kala Oligosen sekitar 35 juta tahun yang lalu akhirnya berujung pada glasiasi di wilayah kutub. Peristiwa-peristiwa geologis mengubah arus dan presipitasi; salah satu dari peristiwa tersebut adalah tertutupnya Jalur Laut Amerika Tengah dan perubahan di Samudra Tethys yang turut berperan mendinginkan lautan. Akibat terhentinya Arus Teluk, air yang kaya akan nutrien tidak dapat menjangkau ekosistem laut, sehingga sumber makanan megalodon pun terkena imbasnya. Hewan ini tidak tersebar di perairan yang dingin dan mereka mungkin tidak mampu mempertahankan panas metabolis yang cukup, sehingga wilayah persebaran mereka pun semakin menyusut akibat pendinginan lautan.[58][74][75] (walaupun hal ini masih dipertentangkan, lihat di bawah) Bukti fosil menunjukkan bahwa megalodon tidak lagi ditemukan di perairan yang mengalami pendinginan secara signifikan pada kala Pliosen.[23]:77 Sementara itu, fluktuasi permukaan laut terbesar pada masa Senozoikum berlangsung pada Plio-Pleistosen sekitar 5 juta hingga 12 ribu tahun yang lalu; fluktuasi ini disebabkan oleh meluasnya gletser di kutub, yang sangat berdampak terhadap lingkungan pesisir, dan hal ini mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kepunahan megalodon dan megafauna laut lainnya.[76] Perubahan ini (terutama penurunan permukaan laut) mungkin juga mengurangi perairan air hangat yang dangkal. Perairan semacam ini sangat dibutuhkan oleh anak megalodon, alhasil reproduksi pun terhambat.[74]
Namun, hasil analisis terhadap persebaran megalodon menunjukkan bahwa perubahan suhu tidak berdampak langsung terhadap kepunahannya. Persebaran megalodon pada kala Miosen dan Pliosen tidak berkorelasi dengan tren pemanasan dan pendinginan; walaupun keberlimpahan dan persebaran megalodon mengalami kemunduran pada kala Pliosen, megalodon terbukti mampu menghuni perairan di lintang yang lebih dingin. Mereka dapat ditemukan di perairan dengan rata-rata suhu yang berkisar dari 12 hingga 27 °C, dengan rentang suhu secara keseluruhan sebesar 1 hingga 33 °C, sehingga menyiratkan bahwa cakupan habitat yang sesuai untuk megalodon seharusnya tak terlalu terdampak oleh perubahan suhu.[19] Hal ini sesuai dengan kemungkinan bahwa hewan ini bersifat mesotermik.[41]
Perubahan ekosistem
Keanekaragaman mamalia laut mencapai puncaknya pada kala Miosen,[23]:71 misalnya paus balin yang memiliki lebih dari dua puluh genus, sementara pada zaman modern hanya ada enam.[78] Keanekaragaman seperti ini memungkinkan keberadaan predator besar seperti megalodon.[23]:75 Pada akhir kala Miosen, banyak spesies paus balin yang mengalami kepunahan;[60] spesies yang mampu bertahan mungkin adalah perenang cepat, sehingga mereka lebih sulit untuk dimangsa.[14]:46 Selain itu, setelah tertutupnya Jalur Laut Amerika Tengah, keanekaragaman dan keberlimpahan paus tropis pun berkurang.[75] Kepunahan megalodon berkorelasi dengan kepunahan paus-paus balin kecil, dan terdapat kemungkinan bahwa megalodon bergantung kepada paus-paus ini.[57] Selain itu, peristiwa kepunahan megafauna laut pada kala Pliosen telah mengakibatkan kemusnahan 36% semua spesies laut besar, termasuk 55% mamalia laut, 35% burung laut, 9% hiu, dan 43% penyu. Kepunahan ini berdampak terhadap hewan-hewan endotermik dan mesotermik alih-alih poikilotermik, sehingga mungkin terdapat hubungan sebab-akibat antara berkurangnya persediaan makanan dengan kepunahan megalodon,[76] dan hal ini pun sesuai dengan kemungkinan bahwa megalodon adalah hewan mesotermik.[41] Pendinginan samudra pada kala Pliosen mungkin juga membuat megalodon tidak dapat memasuki perairan kutub, sehingga mereka tidak dapat memangsa paus-paus besar yang telah bermigrasi ke sana.[75]
Persaingan dengan superpredator baru (seperti paus sperma makropredatori yang muncul pada kala Miosen, serta paus pembunuh dan hiu putih pada kala Pliosen)[60][63][79] mungkin juga telah berperan dalam penurunan populasi dan kepunahan megalodon.[14]:46–47[19][74] Rekaman fosil menunjukkan bahwa cetacea pemakan paus biasanya muncul di perairan di lintang tinggi pada kala Pliosen, sehingga terdapat kemungkinan bahwa mereka dapat bertahan di perairan yang semakin mendingin; namun, mereka juga dapat ditemui di perairan tropis, seperti Orcinus sp. di Afrika Selatan.[63]
Kepunahan megalodon sendiri juga mengubah komunitas laut. Rata-rata besar tubuh paus balin membesar setelah kemusnahan megalodon, walaupun hal ini mungkin juga dipicu oleh sebab-sebab lain yang terkait dengan iklim.[80] Di sisi lain, perbesaran tubuh paus balin mungkin juga telah berperan dalam kepunahan megalodon, karena megalodon lebih memilih paus yang lebih kecil; bekas-bekas gigitan yang telah ditemukan pada paus-paus besar mungkin berasal dari hiu pemakan bangkai. Kepunahan megalodon mungkin memang terkait dengan kepunahan spesies-spesies paus yang lebih kecil, seperti Piscobalaena nana.[77] Kepunahan megalodon juga berdampak positif terhadap predator puncak lainnya, seperti hiu putih yang kadang-kadang menyebar ke perairan yang pernah menjadi wilayah megalodon.[19][79][81]
Film dokumenter semuMermaids: The Body Found yang disiarkan di Animal Planet menggambarkan pertemuan seekor duyung dengan megalodon sekitar 1,6 juta tahun yang lalu.[89] Kemudian, pada Agustus 2013, Discovery Channel membuka serial Shark Week yang digelar setiap tahunnya dengan menayangkan film televisi Megalodon: The Monster Shark Lives,[90] yakni sebuah film dokufiksi yang seolah-olah menunjukkan bukti bahwa megalodon masih ada. Program ini menuai kritikan karena isinya sepenuhnya bersifat fiksi; sebagai contoh, semua "ilmuwan" di dalam film tersebut adalah aktor. Pada tahun 2014, Discovery menyiarkan kembali The Monster Shark Lives, ditambah dengan program baru berdurasi satu jam Megalodon: The New Evidence serta program fiksi tambahan yang berjudul Shark of Darkness: Wrath of Submarine, sehingga mereka semakin menuai cercaan dari media dan komunitas ilmiah.[39][91][92]
Laporan mengenai penemuan gigi megalodon yang terbilang baru (seperti gigi yang ditemukan oleh HMS Challenger pada tahun 1873, yang konon berusia 11.000 hingga 24.000 tahun) perlu dipertanyakan, karena kemungkinan gigi tersebut terjaga dengan baik akibat endapanmangan dioksida yang tebal pada kerak mineral, sehingga laju dekomposisinya lebih lambat, dan warna putihnya tetap terjaga selama proses fosilisasi. Fosil gigi megalodon memiliki warna yang bermacam-macam, dari putih hingga cokelat tua dan abu-abu, dan kadang-kadang fosil gigi mungkin terendap kembali di stratum yang lebih muda. Klaim bahwa megalodon mungkin masih tersembunyi di laut dalam (seperti hiu bermulut-besar yang ditemukan pada tahun 1976) merupakan klaim yang keliru, karena megalodon hidup di perairan pesisir yang hangat, dan kemungkinan tidak dapat bertahan di laut dalam yang dingin dan kurang nutrien.[93]
^ abcdefNyberg, K. G.; Ciampaglio C. N.; Wray G. A. (2006). "Tracing the ancestry of the great white shark, Carcharodon carcharias, using morphometric analyses of fossil teeth". Journal of Vertebrate Paleontology. 26 (4): 806–814. doi:10.1671/0272-4634(2006)26[806:TTAOTG]2.0.CO;2.
^Keyes, I. W. (2012). "New records of the Elasmobranch C. megalodon (Agassiz) and a review of the genus Carcharodon in the New Zealand fossil record". New Zealand Journal of Geology and Geophysics. 15 (2): 229. doi:10.1080/00288306.1972.10421956.
^Lawley, R. (1881). "Selache manzonii n. sp. – Dente Fossile délia Molassa Miocenica del Monte Titano (Repubblica di San Marino)" [Fossil tooth from Miocene Molasse from Monte Titano (Republic of San Marino)]. Atti della Società Toscana di Scienze Naturali. 5: 167–172.
^Hideo, Habe; Mastatoshi, Goto; Naotomo, Kaneko (2004). "Age of Carcharocles megalodon (Lamniformes: Otodontidae): A review of the stratigraphic records". The Palaeontological Society of Japan. 75 (75): 7–15.
^ abcdefghijPimiento, C.; MacFadden, B. J.; Clements, C. F.; Varela, S.; Jaramillo, C.; Velez-Juarbe, J.; Silliman, B. R. (2016). "Geographical distribution patterns of Carcharocles megalodon over time reveal clues about extinction mechanisms". Journal of Biogeography. 43 (8): 1645–1655. doi:10.1111/jbi.12754.
^ abcShimada, K.; Chandler, R. E.; Lam, O. L. T.; Tanaka, T.; Ward, D. J. (2016). "A new elusive otodontid shark (Lamniformes: Otodontidae) from the lower Miocene, and comments on the taxonomy of otodontid genera, including the 'megatoothed' clade". Historical Biology. 29 (5): 1–11. doi:10.1080/08912963.2016.1236795.
^Schembri, Patrick (1994). "Malta's Natural Heritage". Natural Heritage. In: 105–124. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-20. Diakses tanggal 2018-11-07.
^Compagno, Leonard J. V. (2002). Sharks of the World: An Annotated and Illustrated Catalogue of Shark Species Known to Date. Rome: Food & Agriculture Organization of the United Nations. hlm. 97. ISBN978-92-5-104543-5.
^Shimada, Kenshu (2002). "The relationship between the tooth size and total body length in the white shark, Carcharodon carcharias (Lamniformes: Lamnidae)". Journal of Fossil Research. 35 (2): 28–33.
^Uyeno, T.; Sakamoto, O.; Sekine, H. (1989). "The Description of an Almost Complete Tooth Set of Carcharodon megalodon from a Middle Miocene Bed in the Saitama Prefecture, Japan". Saitama Museum of Natural History Bulletin. 7: 73–85.
^Anderson, P.S.L.; Westneat, M. (2009). "A biomechanical model of feeding kinematics for Dunkleosteus terrelli (Arthrodira, Placodermi)". Paleobiology. 35 (2): 251–269. doi:10.1666/08011.1.
^Martin, J. E.; Tacail, T.; Sylvain, A.; Catherine, G.; Vincent, B. (2015). "Calcium isotopes reveal the trophic position of extant and fossil elasmobranchs". Chemical Geology. 415: 118–125. Bibcode:2015ChGeo.415..118M. doi:10.1016/j.chemgeo.2015.09.011.
^ abcCollareta, A.; Lambert, O.; Landini, W.; Di Celma, C.; Malinverno, E.; Varas-Malca, R.; Urbina, M.; Bianucci, G. (2017). "Did the giant extinct shark Carcharocles megalodon target small prey? Bite marks on marine mammal remains from the late Miocene of Peru". Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology. 469: 84–91. doi:10.1016/j.palaeo.2017.01.001.
^Landini, W.; Altamirano-Sera, A.; Collareta, A.; Di Celma, C.; Urbina, M.; Bianucci, G. (2017). "The late Miocene elasmobranch assemblage from Cerro Colorado (Pisco Formation, Peru)". Journal of South American Earth Sciences. 73: 168–190. Bibcode:2017JSAES..73..168L. doi:10.1016/j.jsames.2016.12.010.
^ abcdefgLambert, O.; Bianucci, G.; Post, P.; de Muizon, C.; Salas-Gismondi, R.; Urbina, M.; Reumer, J. (2010). "The giant bite of a new raptorial sperm whale from the Miocene epoch of Peru". Nature. 466 (7302): 105–108. Bibcode:2010Natur.466..105L. doi:10.1038/nature09067. PMID20596020.
^Compagno, Leonard J. V. (1989). "Alternative life-history styles of cartilaginous fishes in time and space". Environmental Biology of Fishes. 28 (1–4): 33–75. doi:10.1007/BF00751027.
^Bianucci, Giovanni; Walter, Landini (2006). "Killer sperm whale: a new basal physeteroid (Mammalia, Cetacea) from the Late Miocene of Italy". Zoological Journal of the Linnean Society. 148 (1): 103–131. doi:10.1111/j.1096-3642.2006.00228.x.
^Deméré, Thomas A.; Berta, Annalisa; McGowen, Michael R. (2005). "The taxonomic and evolutionary history of fossil and modern balaenopteroid mysticetes". Journal of Mammalian Evolution. 12 (1/2): 99–143. doi:10.1007/s10914-005-6944-3.
^Godfrey, Stephen (2004). "The Ecphora"(PDF). The Newsletter of Calvert Marine Museum Fossil Club. 19 (1): 1–13. Archived from the original on 10 Desember 2010.Pemeliharaan CS1: BOT: status url asli tidak diketahui (link)
^Kallal, R. J.; Godfrey, S. J.; Ortner, D. J. (27 Agustus 2010). "Bone Reactions on a Pliocene Cetacean Rib Indicate Short-Term Survival of Predation Event". International Journal of Osteoarchaeology. 22 (3): 253–260. doi:10.1002/oa.1199.
^ abcAllmon, Warren D.; Steven D. Emslie; Douglas S. Jones; Gary S. Morgan (2006). "Late Neogene Oceanographic Change along Florida's West Coast: Evidence and Mechanisms". The Journal of Geology. 104 (2): 143–162. Bibcode:1996JG....104..143A. doi:10.1086/629811.
^ abCollareta, A.; Lambert, O.; Landini, W.; Bianucci, G. (2017). "Did the giant extinct shark Carcharocles megalodon target small prey? Bite marks on marine mammal remains from the late Miocene of Peru". Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology. 469: 84–91. doi:10.1016/j.palaeo.2017.01.001.
^Dooly A.C.; Nicholas C. F.; Luo Z. X. (2006). "The earliest known member of the rorqual—gray whale clade (Mammalia, Cetacea)". Journal of Vertebrate Paleontology. 24 (2): 453–463. doi:10.1671/2401. JSTOR4524731.
^Sylvain, Adnet; A. C. Balbino; M. T. Antunes; J. M. Marín-Ferrer (2010). "New fossil teeth of the White Shark (Carcharodon carcharias) from the Early Pliocene of Spain. Implication for its paleoecology in the Mediterranean". Neues Jahrbuch für Geologie und Paläontologie. 256 (1): 7–16. doi:10.1127/0077-7749/2009/0029.
Dickson, K. A.; Graham, J. B. (November–Desember 2004). "Evolution and consequences of endothermy in fishes". Physiological and Biochemical Zoology. 77 (6): 998–1018. doi:10.1086/423743. PMID15674772.