Kerajaan Tambusai
Kerajaan Tambusai adalah kerajaan Islam yang berada di sekitar Batang Rokan Kanan, sekarang menjadi Kecamatan Tambusai dan Tambusai Utara, Rokan Hulu, Riau. Kerajaan ini didirikan pada abad ke-16 oleh Sultan Mahyuddin, putra Yang Dipertuan Pagaruyung. SejarahMasa awalMenurut Sejarah Tambusai, Kerajaan Tambusai didirikan oleh Kahar gelar Sutan Mahyudin, putra Yang Dipertuan Pagaruyung. Ibu kota kerajaan ini awalnya berada di Karang Besar sebelum dipindahkan ke Dalu-Dalu.[1] Sultan Mahyuddin diperkirakan memimpin Tambusai pada abad ke-16.[2] Kepenuhan dan Rambah awalnya adalah bagian dari Tambusai dan raja-rajanya masih berkerabat dengan raja-raja Tambusai. Silsilah raja-raja Kepenuhan tersambung kepada Tok Permaisuri, adik Yang Dipertuan Tua, yang menggantikan Raja Purba, pengelana dari Johor yang membuka negeri Kepenuhan,[3] sebagai penguasa setelah Raja Purba terbunuh dalam perang melawan raja Kunto.[4] Nasab raja-raja Rambah tersambung kepada Tengku Raja Muda, putra Yang Dipertuan Tua.[5] Perang Padri dan pendudukan oleh BelandaSelama Perang Padri di Minangkabau, Tambusai termasuk daerah yang terdampak perang. Salah satu tokoh Padri masyhur dari daerah ini adalah Tuanku Tambusai yang tetap memimpin perlawanan setelah Bonjol takluk kepada Belanda pada 1837. Tambusai menjadi saksi berakhirnya Perang Padri, ditandai dengan jatuhnya Dalu-Dalu pada 1838.[6] Meski sempat diduduki Belanda pada 1838, Tambusai belum menjadi bagian dari Hindia Belanda. Pada paruh akhir abad ke-19, Sultan Zainal Abidin dari Tambusai berselisih dengan Sultan Siak dan pemerintah Hindia Belanda perihal kekuasaan Tambusai di Tanah Putih.[7] Sultan Zainal Abidin kemudian ditangkap pada 1904 dan dibuang ke Madiun.[8] Tambusai kemudian menjadi zelfbestuur Hindia Belanda di bawah Keresidenan Sumatra Timur.[9] AdatSebagai salah satu rantau Minangkabau, sebagian besar penduduk Tambusai menganut adat garis ibu. Kelompok ini dikenal sebagai Sibah Lua dan terdiri dari sembilan suku (klan), yakni Melayu, Ampu, Kuti, Kandang Kopuh, Soborang, Pungkuik, Maih, Bonuo, dan Moniliang.[10] Kelompok lainnya yang berjumlah lebih sedikit adalah Sibah Dalam yang terdiri dari keluarga raja dan pembesar. Sibah Dalam terdiri dari enam suku, yakni Induk Dalam, Majo Rokan, Simajo Lelo, Seri Marajo, Majo Rajo, dan Bansowan.[10] Berbeda dengan Sibah Lua, Sibah Dalam menganut adat garis ayah.[11] Tambusai juga dihuni oleh orang Mandailing. Sebagian besar orang Mandailing di Tambusai bermukim di Sungai Kumango.[8] Daftar rajaBerikut adalah daftar penguasa Tambusai menurut Sejarah Tambusai[12] dan catatan Belanda tentang penguasa Tambusai masa akhir.[9][13][14]
Catatan kakiRujukan
Daftar pustaka
|