Kerajaan Dusun Tuo
Kerajaan Dusun Tuo adalah kerajaan yang sudah ada di Minangkabau sebelum berdirinya Kerajaan Pagaruyung yakni pada abad ke-5 yang merupakan pecahan dari Kerajaan Pasumayan Koto Batu dan terletak di Limo Kaum, Kabupaten Tanah Datar sekarang. Kerajaan Dusun Tuo didirikan oleh Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan sebagai Yang Dipertuan atau perdana menteri adalah Datuak Bandaro Kuniang. Berbeda dengan saudaranya yang se-ibu lain ayah yaitu Datuak Katumangguangan mendirikan Kerajaan Bungo Satangkai yang terletak di Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar sekarang dan sebagai yang perdana menteri adalah Datuak Bandaro Putiah.[1][2][3] Kerajaan Bungo Satangkai di Bawah pimpinan Datuak Katumangguangan tetap bertahan dengan undang-undang lama semasa Pasumayan Koto Batu, yakni Undang-Undang Si Mumbang Jatuah. Berbeda dengan adiknya selaku pemimpin Kerajaan Dusun Tuo, sempat dilakukan perubahan Undang-Undang Si Mumbang Jatuah menjadi Undang-Undang Si Lamo-lamo, dimana sesuatu keputusan yang akan diambil terlebih dahulu diperhitungkan masak-masak, baik secara mudarat atau memanfaatkannya. Hukuman yang telah dijatuhkan belum dapat langsung dilaksanakan, tetapi harus diberi tenggang waktu lebih dahulu agar hukuman itu benar-benar menghukum orang yang bersalah. Atas perbedaan faham tersebut, akhirnya memicu perselisihan antara Datuak Katumangguangan dengan Datuak Parpatiah Nan Sabatang. Beruntung perselisihan ini dapat diredam berkat masukan para cerdik pandai, hingga dikukuhkan dengan ikrar bersama yang ditandai oleh prasasti Batu Batikam. Dalam perdamaian itu juga disepakati bahwa Undang-undang Silamo-lamo berlaku bagi seluruh wilayah kedaulatan Minangkabau, Adat Bodi Chaniago dan Koto Piliang sama-sama boleh menerapkannya. Selanjutnya terjadi pula perubahan yaitu Undang-Undang Si Lamo-lamo diganti dengan Undang-Undang Tariek Baleh. Sebagai contoh Undang-Undang Tariek Baleh ini adalah: Salah tariek mangumbalikan Salah cotok malantiengkan Salah makan mamuntahkan Artinya kesalahan yang diperbuat seseorang dapat diuperbaikinya kembali sebelum hukuman dijatuhkan kepadanya. Akhirnya Undang-Undang Tariek Baleh ini terjadi lagi perubahan yaitu Undang-Undang Duo Puluah yang diberlakukan di seluruh Minangkabau baik di Lareh Koto Piliang dan Bodi Chaniago yang mana sampai sekarang masih berfungsi sebagai hukum adat di nagari-nagari pada saat sekarang. Selain sebagai kerajaan yang berdaulat dengan pemerintahannya, Kerajaan Dusun Tuo juga berfungsi sebagai pusat pengatur adat Lareh Bodi Chaniago sampai berakhirnya kedaulatan kerajaan ini diperkirakan pada abad ke-14, dengan ditandai bahwa Kerajaan Pagaruyung yang muncul kemudian dan selaku pemegang kedaulatan wilayah turut menjadi koordinator pengatur adat Minangkabau secara administratif yang tidak hanya mencakup Lareh Koto Piliang, namun juga Lareh Bodi Chaniago. Dengan kata lain berarti ada pengalihan serah terima urusan adat Lareh Bodi Chaniago dari pihak Kerajaan Dusun Tuo kepada pihak Kerajaan Pagaruyung, tetapi segala sumber urusan adat berpusat di Pariangan, sesuai dengan pepatah, "Baadaik ka Pariangan, barajo ka Pagaruyuang".
Referensi
|