Kerajaan Selebar adalah sebuah kesultanan yang pernah berkuasa di wilayah Bengkulu sejak abad ke-12 hingga abad ke-17 Masehi. Wilayah kekuasaan Kerajaan Selebar mencakup wilayah Kecamatan Selebar. Kerajaan Selebar awalnya berada dalam pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit hingga abad ke-15. Pada pertengahan abad ke-16, Kerajaan Selebar mulai berada dalam pengaruh kekuasaan Kesultanan Banten.
Kerajaan Selebar mengadakan hubungan politik dan perdagangan dengan Kesultanan Banten. Selain itu, Kerajaan Selebar mengadakan hubungan perdagangan dengan Inggris dan Belanda. Hubungan politik antara Kerajaan Selebar dan Kesultanan Banten mengakibatkan terjadinya penyebaran Islam di Bengkulu dan penggunaan tulisan Arab Melayu di Bengkulu.
Kerajaan Selebar mengalami keruntuhan setelah Pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa di Kerajaan Selebar menghilangkan seluruh kekuasaan Raja Selebar pada tahun 1862.
Pendirian
Kerajaan Selebar merupakan salah satu kesultanan yang pernah berkuasa di Pulau Sumatra.[1] Penyebutan Kerajaan Selebar ditemukan di dalam Tambo Bengkulu.[2] Pendirian Kerajaan Selebar diperkirakan pada abad ke-12 Masehi.[3] Kerajaan Selebar didirikan sebagai pewaris sebuah kerajaan kecil bernama Kerajaan Jenggalu. Pada pertengahan abad ke-16 Masehi, wilayah Kerajaan Selebar di sekitar sungai Jenggalu mulai masuk dalam pengaruh kekuasaan Kesultanan Banten.[3] Kerajaan Selebar termasuk salah satu kerajaan kecil di wilayah Bengkulu. Keberadaan Kerajaan Selebar masih ada hingga kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Bengkulu.
Wilayah kekuasaan
Kerajaan Selebar adalah salah satu kerajaan berbentuk negara suku. Ketika didirikan, wilayah kekuasaan Kerajaan Selebar mencakup bekas wilayah kekuasaan Kerajaan Jenggalu yang berpusat di sekitar Jenggalu. Lokasi wilayahnya berada di sebelah selatan Kerajaan Sungai Serut. Wilayah kekuasaan Kerajaan Selebar meliputi wilayah Kecamatan Selebar.[2]
Hubungan luar negeri
Politik luar negeri
Kerajaan Selebar merupakan salah satu dari 15 kerajaan kecil di Bengkulu yang berada dalam pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit hingga akhir abad ke-15.[3] Pada tahun 1668, Depati Bangso Radin sebagai penguasa di Kerajaan Selebar meminta perlindungan kepada Sultan Banten. Kondisi perlindungan ini ditandai dengan pengiriman jenang yang merupakan utusan Sultan Banten ke Kerajaan Selebar untuk mengumpulkan lada. Jenang diutus setiap tahun oleh Sultan Banten. Selain mengumpulkan lada, jenang bertugas menetapkan kepala dusun di Kerajaan Selebar yang disebut proatin. Setiap perselisihan yang terjadi oleh para kepala dusun juga diselesaikan oleh jenang.
Perdagangan
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa dari Eropa, Kerajaan Selebar telah mengadakan hubungan luar negeri melalui perdagangan. Kerajaan Selebar telah mengadakan perdagangan rempah-rempah dan hasil hutan lainnya dengan Kesultanan Banten.[8] Wilayah Banten menerima pasokan rempah-rempah berupa pala dan cengkih dari Kerajaan Selebar.[9]
Pada tahun 1624, Kesultanan Banten menjalin hubungan persahabatan dengan Perusahaan Hindia Timur Belanda. Karena itu, pedagang Belanda dapat melakukan perdagangan lada di Kerajaan Selebar. Pada tahun yang sama, pedagang Belanda dari Perusahaan Hindia Timur Belanda tiba di Kerajaan Selebar. Tujuan kedatangan mereka untuk meninjau perdagangan lada dan hasil bumi lainnya di Kerajaan Selebar.[10] Pada tanggal 5 Juli 1660, Kerajaan Selebar mengadakan perjanjian perdagangan lada dengan Perusahaan Hindia Timur Belanda.
Pada tanggal 12 Juli 1685, Kerajaan Selebar membuat perjanjian dengan Inggris yang mengizinkan Perusahaan Hindia Timur Britania Raya mendirikan benteng dan berbagai gedung perdagangan di wilayah Kerajaan Selebar. Inggris akhirnya membangun Benteng York pada tahun 1685 di muara sungai Serut.[11] Setelah Kerajaan Selebar mengadakan perjanjian dagang dengan Perusahaan Hindia Timur Britania Raya, tiba seorang jenang bernama Kiai Arya Sutra pada tahun 1685. Ia datang dengan kapal milik Belanda sebagai utusan Sultan Banten. Kiai Arya Sutra meminta agar seluruh kerajaan di wilayah Bengkulu untuk memutuskan hubungan dagang dengan Inggris. Namun Raja Selebar menolak permintaan ini karena telah mengadakan perjanjian dengan Perusahaan Hindia Timur Britania Raya. Kondisi ini membuat utusan dari Kesultanan Banten tidak lagi mendatangi Kerajaan Selebar.
Pengaruh
Penyebaran Islam ke Bengkulu
Kerajaan Selebar menjadi salah satu jalur penyebaran Islam ke Bengkulu. Islam mulai menyebar di Bengkulu dari Banten setelah Kerajaan Selebar mulai menjalin hubungan persahabatan dengan Kesultanan Banten pada masa Sultan Hasanuddin. Penyebaran Islam berlangsung secara damai. Da'i-da'i didatangkan dai Kesultanan Banten sebagai bentuk hubungan kerja sama antara Kerajaan Selebar dan Kesultanan Banten.[14]
Tulisan Arab Melayu mulai berkembang dan digunakan oleh masyarakat di Kerajaan Selebar ketika para pedagang Muslim mulai berdatangan ke wilayahnya. Perkembangannya terutama ketika Kesultanan Aceh dan Kesultanan Banten mengalami masa keemasan.[15]
Keruntuhan
Pada tahun 1862, Pemerintah Hindia Belanda mengakhiri kekuasaan Pangeran Nata Diraja atas Kerajaan Selebar. Puing-puing bekas istana Kerajaan Selebar dapat ditemukan di sejauh 2 km dari Pelabuhan Pulau Baai.[17]
Referensi
Catatan kaki
- ^ Madjid, M. D., dkk. (2022). Darmadi, D., dkk., ed. Ensiklopedia Kesultanan di Nusantara (PDF). Jakarta Pusat: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia. hlm. 6.
- ^ a b Siregar, T. R., dan Hamzuri, ed. (4 Desember 1998). Permainan Tradisional Indonesia. Direktorat Permuseuman. hlm. 119.
- ^ a b c Soeprapto (1989). 10 Tahun Menjebol Isolasi Bengkulu. Pemerintah Daerah Tingkat I Bengkulu. hlm. 32.
- ^ Pengobatan Tradisional pada Masyarakat Pedesaan Daerah Bengkulu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. hlm. 6.
- ^ Ratno, dkk. (2013). Peta Budaya Indonesia. PT Balai Pustaka. hlm. 58.
- ^ Dalip, Achmaddin (1984). Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Bengkulu. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. hlm. 41.
- ^ Suryana, Dayat (16 Oktober 2012). Provinsi di Indonesia. CreateSpace Independent Publishing Platform. hlm. 112.
- ^ Japarudin (Agustus 2021). Fitria, Rini, ed. Islam dan Budaya Lokal dalam Tradisi Tabut (PDF). Bantul: Penerbit Samudra Biru. hlm. 51. ISBN 978-623-261-248-8.
- ^ Adat Istiadat Daerah Bengkulu. Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1977. hlm. 31.
- ^ Ensiklopedi Indonesia Seri Geografi Volume 6. Ichtiar Baru van Hoeve. 1990. hlm. 81.
Daftar pustaka