Kepaksian Sekala Brak adalah kerajaan yang mengalami dua era yaitu AnimismeHindu-Budha (keratuan) dan Islam (Kesultanan) bercorak Islam di wilayah Kabupaten Lampung Barat,Lampung yang berdiri sekitar abad ke-13.[1][2]. Kepaksian ini terletak di dataran tinggi Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, kerajaan ini merupakan cikal bakal suku Lampung. Penelitian menunjukkan bahwa Paksi Pak Sekala Brak merupakan asal-usul etnis Lampung[3].
Sejarah
Sebelumnya wilayah penduduk Lampung semula bercorak Hindu yang diperkirakan peradaban masyarakat telah ada pada abad ke-3—abad ke 7 yang didirikan oleh Suku Tumi. Pada tahun 535 M, terjadi ledakan besar Gunung Krakatau purba yang menyebabkan hancurnya kebudayaan Pasemah dan Salakanegara
[4]. Pada saat itu terjadi langit yang gelap, suhu lingkungan menurun dan terbentuknya selat Sunda. Setelah itu peradaban ada kembali sekitar tahun 600 M dengan berdirinya Kerajaan Tulang Bawang yang telah tercatat pada catatan asing.
Pada abad ke 7, wilayah ini dikuasai oleh Sriwijaya dibuktikan dengan adanya prasasti Sriwijaya yang ditemukan di Lampung.
Pada abad ke 12, wilayah Ini dikuasai Singosari, dengan adanya Ekspedisi Pamalayu.
Pada abad Ke 13, dikuasai oleh Majapahit, lalu Majapahit mengutus Adityawarman sebagai pimpinan pulau Sumatra dibawah Komando Majapahit[5]
Pada abad ke 14, wilayah bekas vasal majapahit di Sumatra, didirikan Kerajaan Pagaruyung.
Pada abad ke-16, kerajaan ini mulai mengadopsi agama Islam yang dibawa oleh empat utusan Kerajaan Pagaruyung.[6][7] lalu Mendirikan Kepaksian Sekala Brak, dan akhirnya terbagi menjadi 4 wilayah kepaksian.
Pada abad ke 18, wilayah ini ditaklukkan oleh VOC.
Kepaksian Sekala Brak masih mewariskan keturunan sampai sekarang yang berusaha melestarikan adat dan budaya Sekala Brak kendati sudah tidak memiliki wewenang secara politik lagi[8].
Etimologi dan Sejarah Etnis Lampung
Bangsa Lampung berasal dari Kerajaan Sekala Brak di dataran Belalau, Lampung Barat. Dari sini, mereka menyebar melalui aliran sungai-sungai besar. Nama "Lampung" berasal dari "Anjak Lambung," yang berarti "berasal dari ketinggian," merujuk pada pemukiman awal di Sekala Brak.
Sekala Brak: Tumbuhan sekala yang banyak terdapat di Gunung Pesagi.[9]
Pendapat Sejarawan dan Catatan Sejarah
Sejarawan seperti Groenevelt dan L.C. Westenenk sepakat bahwa Sekala Brak adalah asal-usul etnis Lampung. Dalam The History of Sumatra (1779), William Marsden mencatat bahwa orang Lampung berasal dari dataran tinggi dekat Danau Ranau dan Gunung Pesagi. Catatan Tiongkok kuno menyebut Kerajaan Kendali, yang dikaitkan dengan Sekala Brak, sudah ada sejak abad ke-3.
Perdagangan dan Hubungan Internasional
Sekala Brak menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan Nusantara, India, dan Cina. Dinasti Liang (502-556 M) mencatat Sekala Brak sebagai penghasil barang-barang seperti kain, pinang, kapur barus, dan damar.
Peninggalan dan Warisan Budaya
Warisan budaya Sekala Brak ditemukan dalam warahan (cerita lisan), tambo (catatan kayu), dan situs-situs bersejarah di Gunung Pesagi. Batu Kepampang di Kenali digunakan untuk ritual persembahan pada masa Hindu-Buddha.
Berdirinya Kepaksian Sekala Brak
Berdirinya Kepaksian Sekala Brak diceritakan dalam Tambo bahwa para pendirinya berasal dari Kerajaan Pagaruyung, mirip dengan beberapa kerajaan lain di Nusantara yang mengalami dua era: era Hindu-Buddha dan era Kesultanan Islam. Para pendiri Kepaksian Sekala Brak adalah empat Umpu yang mendirikan Paksi Pak, yang berarti "Empat Serangkai" atau "Empat Sepakat diantaranya:[10]
1. Umpu Bejalan Di Way
2. Umpu Belunguh
3. Umpu Nyerupa
4. Umpu Pernong
Para Umpu ini juga didampingi oleh seorang wanita bernama Si Bulan, yang kemudian turut membantu dalam pembagian wilayah kekuasaan di Sekala Brak. Kedatangan Umpu Belunguh menandai dimulainya era Islam di Sekala Brak setelah ia berhasil memerangi Sekerumong. Peristiwa ini menyebabkan perubahan besar di wilayah tersebut, dengan sebagian penduduk non-Muslim melarikan diri ke pesisir Krui dan wilayah lain[11].
Sementara itu, wilayah yang awalnya diberikan kepada Si Bulan akhirnya digabungkan ke Paksi Buay Pernong. Pembentukan kepaksian ini merupakan cikal bakal tatanan pemerintahan tradisional yang masih berpengaruh dalam masyarakat Lampung hingga sekarang.
Falsafah dan Pedoman Hidup
Tandani Ulun Lampung Wat Piil-Pusanggiri Mulia Hina Sehitung Wat Liom Rega Diri Juluk-Adok Ram Pegung, Nemui-Nyimah Muari Nengah-Nyampur Mak Ngungkung, Sakai-Sambayan Gawi.
Falsafah Hidup Ulun Lampung tersebut diilustrasikan dengan lima bunga penghias Sigor pada lambang Provinsi Lampung. Menurut kitab Kuntara Raja Niti, Ulun Lampung haruslah memiliki Lima Falsafah Hidup:
Piil-Pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri),
Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya),
Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi, selalu mempererat persaudaraan serta ramah menerima tamu),
Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis),
Sakai-Sambayan (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).
Tujuh Pedoman Hidup Ulun Lampung:
Berani menghadapi tantangan: mak nyerai ki mak karai, mak nyedor ki mak bador.
Tekun dalam meraih cita-cita: asal mak lesa tilah ya pegai, asal mak jera tilah ya kelai.
Memahami anggota masyarakat yang kehendaknya tidak sama: pak huma pak sapu, pak jelma pak semapu, sepuluh pandai sebelas ngulih-ulih, sepuluh tawai sebelas milih-pilih.
Hasil yang kita peroleh tergantung usaha yang kita lakukan: wat andah wat padah, repa ulah riya ulih.
Mengutamakan persatuan dan kekompakan: dang langkang dang nyapang, mari pekon mak ranggang, dang pungah dang lucah, mari pekon mak belah.
Arif dan bijaksana dalam memecahkan masalah: wayni dang rubok, iwani dapok.
^Abdurrachman, M., Widiyantoro, S., Priadi, B., dan Ismail, T. (2018). Geochemistry and Structure of Krakatoa Volcano in the Sunda Strait, Indonesia. Geosciences, 8(4), 111.https://www.mdpi.com/2076-3263/8/4/111