Chirac lahir di Paris pada tahun 1932. Setelah belajar di Institut d'Etudes Politiques de Paris dan École Nationale d'Administration, Jacques Chirac memulai kariernya sebagai pegawai negeri yang berjabatan tinggi, dan tak lama kemudian terjun ke dunia politik. Sejak itu ia telah menduduki berbagai jabatan senior, seperti Menteri Pertanian, Perdana Menteri, Wali kota Paris, dan akhirnya Presiden Prancis.
Pada 1956, ia menikah dengan Bernadette Chodron de Courcel, dan memperoleh dua orang anak perempuan, Laurence dan Claude. Claude telah lama menjadi asisten pribadinya dan pembantunya dalam urusan hubungan masyarakat. Chirac adalah seorang Katolik Roma.
Chirac dan istrinya Bernadette secara tak resmi mengangkat anak seorang manusia perahu, Anh Dao Traxel, yang mereka ajak tinggal di rumah mereka pada 1979, ketika Anh Dao berusia 21 tahun.
Pada tanggal 16 Desember2011, Jacques Chirac dinyatakan bersalah pada kasus penyelewengan kekuasaan dan penggelapan dana saat menjabat Wali Kota Paris tahun 1977-1995. Hakim memvonis Chirac 2 tahun penjara.[1][2]
Sebagai pemuda dan karier
Ia dikenal memiliki pribadi yang hangat, pandai bicara, dan senang bergaul. Ia adalah anak tunggal dari keluarga menengah atas. Sejak kecil, ia memang berotak cemerlang dan terbiasa menimba ilmu di sekolah yang bergengsi.
Institut d'études politiques de Paris (lebih dikenal sebagai Sciences Po) 1951-1954 (Pelayanan Masyarakat dan Politik). (Pada 1954, ia menulis sebuah tesis kecil yang berjudul Perkembangan pelabuhan New Orleans, termasuk satu bagian yang membahas risiko banjir.)
Pada awal kariernya Chirac tertarik akan politik sayap kiri. Ia menjual surat kabarkomunisl'Humanité dan menandatangani Seruan Stockholm yang diilhami komunis dalam menentang senjata nuklir pada 1950. Ikatan-ikatan sayap kiri ini ternyata di kemudian hari menjadi penghalang baginya, misalnya dalam kunjungan pertamanya ke Amerika Serikat dan dalam karier militernya. Meskipun ia lulus sebagai peringkat pertama kelasnya pada Akademi perwira kavaleri lapis baja di Saumur, militer ingin menurunkan pangkatnya karena mereka tidak ingin seorang "komunis" menjadi perwira.
Setelah menyelesaikan pendidikan perwiranya, Chirac menjadi relawan untuk dikirim ke Aljazair sementara Perang Kemerdekaan Aljazair berkecamuk. Ia mengalami cedera dalam tugasnya itu. Setidaknya, ia telah menghabiskan 40 tahun dalam kehidupannya untuk berpolitik. Sejak awal kariernya, telah tampak bahwa ia akan menjadi politikus ulung.
Diilhami oleh Jenderal Charles de Gaulle untuk terjun ke dunia politik, Chirac melanjutkan kariernya sebagai pegawai negeri pada 1950-an. Ia mengikuti sekolah musim panas di Universitas Harvard sebelum masuk ke École Nationale d'Administration (ENA), sekolah elit dan sangat kompetitif yang mendidik para pegawai negeri terbaik Prancis, pada 1957.
Setelah memperoleh gelar pasca-sarjana dari ENA pada 1959, ia menjadi pegawai negeri dan dengan cepat mencapai kedudukan yang tinggi. Pada April 1962, Chirac sudah ditunjuk sebagai kepala dari staf pribadi Georges Pompidou, yang saat itu menjabat perdana menteri di bawah de Gaulle. Penunjukan ini membuat karier politik Chirac melesat.
Pompidou menganggap Chirac sebagai anak emasnya dan menyebutnya sebagai "buldoser" saya karena kemampuannya dalam menyelesaikan tugas. Julukan "Le Bulldozer" dengan segera populer di kalangan politik Prancis. Chirac masih mempertahankan reputasi ini "Chirac memotong segala tetek-bengek dan langsung ke tujuan... Sungguh menyegarkan, meskipun kita harus mengenakan sabuk pengaman bila bekerja bersamanya," kata seorang diplomat Inggris yang anonim pada 1995.
Atas saran Pompidou, Chirac mencalonkan diri sebagai seorang Gaullis untuk kursi di Dewan Nasional pada 1967. Chirac menang dalam pemilu itu dan mendapatkan jabatan dalma kementerian sosial. (Kaum Gaullis secara historis telah mendukung pemerintahan sentral yang kuat dan kemandirian dalam kebijakan luar negeri.) Meskipun ia lebih merupakan seorang "Pompidolis" daripada seorang "Gaullis", Chirac mempunyai posisi yang baik di lingkaran de Gaulle, karena ia terkait lewat perkawinan dengan pendamping tunggal sang jenderal pada saat Appeal 18 Juni 1940.
Ia memiliki kemampuan tinggi dalam menyelesaikan masalah. Salah satu keberhasilannya adalah bernegosiasi dengan pelajar, mahasiswa, dan buruh yang melakukan mogok makan tahun 1968. Di bawah pimpinan Presiden Valery Giscard d’Estaing (1974-1981), ia menjabat perdana menteri untuk pertama kali (1974). Periode pertama (27 Mei1974-26 Agustus1976) terhenti karena ia kalah. Kejatuhannya dari kursi kekuasaan pada tahun 1976 seperti mendapat energi kembali untuk mendirikan partai sayap kanan yang Gaullis bernama Rassemblement pour la République (RPR) pada tahun 1976.
Pada tahun 1977, ia terpilih menjadi Wali kota Paris dan jabatan ini bertahan selama 18 tahun atau baru berakhir tahun 1995. Pada saat inilah ia berkenalan dengan dunia gemerlap politik yang penuh godaan. Jabatan perdana menteri pada pariode kedua (20 Maret1986-10 Mei1988) seperti menjadi sebuah masa yang gemilang. Ketika hampir semua partai politik mengalami kesulitan dana, RPR justru bergelimang uang.
Dari periode ini pula kemudian muncul tuduhan yang terus menghantuinya. Ia dituduh memperkaya partai dan memperkaya diri dengan cara ilegal. Tuduhan ini berulang kali dibantahnya. Tetapi, ia juga terus menolak penyidikan hukum atas kasusnya. Sebagai presiden, ia memang memiliki kekebalan hukum. Namun, skandal korupsi membuat kredibilitasnya rusak.
12 Januari1976 - Jean de Lipkowski digantikan Abelin sebagai Menteri Koperasi. Raymond Barre masuk ke departemen itu sebagai Menteri Perdagangan Luar Negeri. André Fosset digantikan Jarrot sebagai Menteri Kualitas Kehidupan.
Terbentuknya koalisi pemerintahan partai berhaluan sayap kanan yang terdiri dari figur-figur kalangan Partai Republiken Independen, UDR, dan partai-partai kecil lainnya. Sedang, sayap kanan terdiri dari PS (Mitterrand dan kawan-kawan) dan Partai Komunis (PCF). UDR terbelah menjadi dua, yaitu antara yang meneruskan paham Gaullis dan yang non-Democratie Francaise yang lebih berhaluan liberal. Dukungan dari PS dan PCF pada Pemilu Presiden April-Mei1981 menempatkan Francois Mitterrand sebagai presiden. Pierre Mauroy yang ditunjuk menjadi perdana menteri membentuk kabinet sayap kiri.
Dukungan semakin menguat diperoleh dari Gerakan Radikal Kiri (MRG) dalam pemilu legislatif pemerintahan sayap kiri memperkenalkan jaminan sosial, perbaikan kondisi kerja, serta sejumlah perusahaan dan industri besar, berbagai institusi keuangan vital, dinasionalisasi. Maret1986, aliansi sayap kiri menderita kekalahan dengan sayap kanan dalam pemili legislatif untuk membentuk Majelis Nasional yang semula 491 kursi menjadi 577 kursi.
Hal tersebut memaksa Presiden Francois Mitterrand mencari perdana menteri dari sayap kanan. Terjadilan situasi kohabitasi, di mana presiden yang berdiri di pucuk pimpinan adalah dari golongan kiri (sosialis) sementara kabinetnya dan para menteri dari golongan kanan. Situasi kohabitasi pernah terjadi pada periode 1986-1988, 1993-1995, dan 1995-1997. Melalui situasi kohabitasi, Jacques Chirac memulai pemerintahannya semenjak 17 Mei 1995. Pada tahun itu, ia memerintah bersama Perdana Menteri Lionel Jospin.
Pemilu 2002
Pemilu Presiden putaran pertama (21 April2002) yang diperkirakan berbagai kalangan memunculkan nama Presiden Jacques Chirac dan Perdana Menteri Lionel Jospin meleset dari kenyataan. Jacques Chirac memperoleh suara 19,88%, Lionel Jospin (16,18%), dan pemimpin Front Nasional Jean Marie Le Pen (16,86%). Prancis terkejut. Kelompok kiri atau simpatisan kiri tak punya kandidat pada babak kedua. Mereka diperhadapkan pada pilihan yang sulit.
Lionel Jospin kalah karena terbelahnya suara yang mendukung kiri oleh banyaknya kandidat kiri dalam pemilu yang terdiri tidak kurang 16 kandidat. Arlette Laguiler dari Partai Perjuangan Buruh yang ekstrem kiri mendapatkan 5,72% suara. Gaya kampanye Jospin yang membosankan dianggap juga punya peran.
Sikap dan program kerja Le Pen dan Front Nasional (FN) cukup menakutkan bagi para pemilih. Le Pen menyatakan dengan jelas bahwa ia anti-imigran. Ia mengatakan untuk segera menyuruh keluar imigran gelap, membatasi hak mencari suaka, dan mendahulukan orang Prancis di semua bidang. Le Pen juga menyatakan ingin keluar dari Uni Eropa (UE), memberlakukan kembali mata uang franc yang tergeser oleh euro, dan berniat mengembalikan apa yang disebutnya sebagai prestige Prancis di mata dunia dengan menolak dominasi Amerika Serikat dan PBB.
Le Pen mampu memperoleh suara lebih banyak karena memanfaatkan kata kunci L’insecurite. Ketidaknyamanan yang dirasakan rakyat karena meningkatnya kriminalitas mencapai 8% pada masa Perdana Menteri Lionel Jospin serta isu terorisme internasional adalah hal yang dipakainya. Selain, ia menganjurkan toleransi nol terhadap kriminalitas dan terorisme juga menginginkan diberlakukannya kembali hukuman mati dan pembangunan lebih banyak penjara untuk menampung 200.000 lebih banyak narapidana.
Dengan memanfaatkan faktor rasa tidak aman itu, Le Pen berhasil menimbulkan rasa nasionalisme sempit pada sebagian pemilih. Tetapi, mungkin saja, seseorang memilih Le Pen untuk memberi peringatan pada Jacques Chirac agar ia menjalankan pemerintahan yang baik ketika terpilih kembali. Isu korupsi juga dimanfaatkan Le Pen dalam kampanye, bahkan dinyatakan bahwa pemerintahannya akan menjalankan pemerintahan yang bersih.
Persatuan pun digalang. Tokoh-tokoh kelompok kiri mendorong pada pengikutnya untuk bergabung dengan golongan kanan-tengah untuk memberikan suara bagi Jacques Chirac agar Le Pen tak bisa menang. Ribuan bahkan ratusan ribu atau sampai satu juta orang turun ke jalan di berbagai kota di seluruh negeri. Kaum Sosialis, Komunis, dan Hijau bersama dengan kelompok-kelompok lain turun ke jalan untuk menyatakan dukungan pada Presiden Jacques Chirac terutama untuk mencegah kemenangan Le Pen.
Mahasiswa-mahasiswa kiri, bahkan anak-anak muda yang baru pertama kalinya memilih dan tidak punya afiliasi yang jelas juga ikut turun. Di Paris, unjuk rasa damai yang diikuti ratusan ribu orang katanya lebih besar dibanding Revolusi Prancis. Ancaman ekstrem kanan membangunkan rasa solidaritas para warga negara. Media menyebutkan unjuk rasa luar biasa pada 1 Mei2002 merupakan saat agung harapan bersama dari semua kelas sosial, semua asal, dan semua generasi.
Pasca kepresidenan dan kematian
Tak lama setelah meninggalkan jabatan, dia mendirikan Fondation Chirac[3] pada bulan Juni 2008. Sejak saat itu telah berjuang untuk perdamaian melalui lima program advokasi: pencegahan konflik, akses ke air dan sanitasi, akses ke obat-obatan dan perawatan kesehatan yang berkualitas, akses ke sumber daya tanah, dan pelestarian keanekaragaman budaya. Ini mendukung proyek lapangan yang melibatkan masyarakat lokal dan memberikan solusi konkret dan inovatif. Chirac mengetuai juri untuk Prize for Conflict Prevention yang diberikan setiap tahun oleh yayasannya.[4]
Sebagai mantan Presiden Prancis, dia berhak atas pensiun seumur hidup dan perlindungan keamanan pribadi, dan merupakan anggota ex officio seumur hidup Dewan Konstitusi.[5] Dia duduk untuk pertama kalinya di dewan pada 15 November 2007, enam bulan setelah meninggalkan kursi kepresidenan. Segera setelah kemenangan Sarkozy, Chirac pindah ke 180-meter-persegi (1.900 sq ft) duplex di Quai Voltaire di Paris yang dipinjamkan kepadanya oleh keluarga mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri. Selama perselingkuhan Didier Schuller, yang terakhir menuduh Hariri telah berpartisipasi dalam pendanaan ilegal kampanye politik RPR, tetapi hakim menutup kasus tersebut tanpa penyelidikan lebih lanjut..[6]
Dalam Jilid 2 dari memoarnya yang diterbitkan pada Juni 2011, Chirac mengejek penggantinya Nicolas Sarkozy sebagai "pemarah, gegabah, terburu nafsu, tidak setia, tidak tahu berterima kasih, dan tidak Prancis".[7][8] Chirac menulis bahwa dia mempertimbangkan untuk memecat Sarkozy sebelumnya, dan mengakui tanggung jawabnya dengan mengizinkan Jean-Marie Le Pen untuk maju pada tahun 2002.[9] Sebuah jajak pendapat yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa dia adalah tokoh politik yang paling dikagumi di Prancis, sementara Sarkozy berada di urutan ke-32.[7]
Pada 11 April 2008, kantor Chirac mengumumkan bahwa dia telah menjalani operasi yang berhasil agar pas dengan alat pacu jantung.[10]
Chirac menderita kesehatan yang lemah dan kehilangan ingatan di kemudian hari. Pada Februari 2014 dia dirawat di rumah sakit karena nyeri yang berhubungan dengan gout.[11][12] Pada 10 Desember 2015, Chirac dirawat di rumah sakit di Paris karena alasan yang tidak diungkapkan, meskipun kondisi kesehatannya tidak "menimbulkan kekhawatiran", dia tetap tinggal selama sekitar satu minggu di ICU.[13] Menurut menantunya Frederic Salat-Baroux, Chirac kembali dirawat di rumah sakit di Paris dengan infeksi paru-paru pada tanggal 18 September 2016.[14]
^Marszal, Andrew, ed. (17 February 2014). "Jacques Chirac in hospital with 'acute gout'". The Daily Telegraph. London. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 March 2016. Diakses tanggal 10 March 2016.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Allport, Alan. Jacques Chirac (Infobase Publishing, 2007), short biography excerpt
Bell, David. Presidential Power in Fifth Republic France (2000) pp 211–40.
Knapp, Andrew. "Jacques Chirac: Surviving without Leading?." in David Bell and John Gaffney, eds. The Presidents of the French Fifth Republic (Palgrave Macmillan UK, 2013). pp 159–180.
Nester, William R. "President Chirac." in Nester, De Gaulle’s Legacy (Palgrave Macmillan 2014) pp. 151–172.
Wilsford, David, ed. Political leaders of contemporary Western Europe: a biographical dictionary (Greenwood, 1995) pp 63–70.