Gunung Kelam adalah gunung yang terletak di Kalimantan Barat. Gunung ini memiliki tanaman endemik kantong semar dari spesies Nepenthes clipeata.[1] Gunung Kelam membentang dari barat ke timur dengan ketinggian 1.002 mdpl merupakan sebongkah batu raksasa (monolit).[2] Tempat ini terletak 20 km dari kota Sintang dan sekitar 395 km dari Pontianak ibu kota Kalimantan Barat. Kawasan Gunung Kelam berada di wilayah
Kecamatan Kelam Permai kabupaten Sintang Kalimantan Barat. Tepatnya di Hutan wisata Bukit Kelam. Bukit Kelam berada di antara dua sungai besar yaitu Sungai Melawi dan Sungai Kapuas.[3]
Masyarakat di Kalimantan menyebut Gunung Kelam sebagai Bukit Kelam karena secara umum masyarakat setempat menyebut gunung sebagai "bukit raya". Untuk pendakian mencapai puncak dibutuhkan waktu 4-5 jam untuk naik dan 3-4 jam untuk turun.
Keanekaragaman Hayati
Gunung Kelam merupakan salah satu habitat yang dikenal paling penting di dunia untuk tanaman kantong semar, tampaknya menjadi rumah bagi 14 spesies yang berbeda, salah satunya yang endemik adalah (Nepenthes Clipeata) yang sampai saat ini dianggap menjadi yang paling terancam punah dari semua jenis kantong semar. Pada tahun 1894, ahli botani Jerman Johannes Gottfried Hallier menjadi orang Eropa kedua yang mendaki Gunung Kelam setelah Dr Gürtler.[4]
Tanaman kantong semar tumbuh di sisi tebing granit vertikal pada ketinggian antara 500 dan 800 meter. Sebagian besar tanaman kantong semar tumbuh di sudut-sudut jelas dari gunung yang sulit dijangkau.[5] Selain kantong semar di Gunung Kelam juga terdapat Anggrek hitam. Fauna disini dilaporkan masih terdapat beruang madu, trenggiling. Burung walet juga terdapat pada gua-gua di kawasan gunung Kelam.[6]
Cerita Legenda
Seperti Gunung Tangkuban Perahu di Bandung, proses terbentuknya Bukit Kelam juga kerap disandingkan dengan cerita rakyat. Hal ini sesuai dengan keberadaannya yang seolah-olah teronggok begitu saja di sebidang tanah lapang. Konon, Bukit Kelam merupakan sebongkah batu yang dipikul oleh seorang sakti bernama Bujang Beji dari daerah Kapuas Hulu untuk membendung Sungai Melawi. Ini dilakukannya karena rasa iri hatinya yang mendalam pada seorang sakti lain bernama Temenggung Marubai. Temenggung Marubai menguasai Sungai Melawi, sedangkan Bujang Beji menguasai Sungai Kapuas.
Keduanya suka menangkap ikan, tetapi tangkapan Temenggung Marubai selalu banyak karena ia selalu membiarkan ikan yang masih kecil hidup lalu menangkapnya saat sudah besar. Rasa iri Bujang Beji terhadap tangkapan ikan Temenggung Marubai mendorongnya menangkap semua ikan di Sungai Kapuas tanpa memilih mana ikan kecil mana ikan besar. Akibatnya, ikan-ikan di daerah itu semakin sedikit. Karena itu, ia berniat menutup aliran Sungai Melawi dengan batu besar pada hulu Sungai Melawi. Akan tetapi, para dewi di kayangan menertawainya sehingga Bujang Beji marah dan tali pengikat batunya yang terbuat dari rumput putus. Batu tersebut lalu jatuh di sebuah lembah bernama Jetak. Bujang Beji berusaha mengangkat kembali batu tersebut, namun batu tersebut sudah melekat dan tidak bisa diangkat lagi. Selain dikaitkan dengan legenda tersebut, keberadaan Bukit Kelam juga dikabarkan sebagai jatuhan dari sebuah meteor besar pada jutaan tahun silam.
Potensi
Bukit Kelam ini sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata alam dan juga untuk lokasi terbang layang dan panjat tebing karena terletak pada ketinggian 50 – 1000 meter dari permukaan laut. Saat ini kawasan Bukit Kelam sudah direnovasi dan kawasan ini telah dijadikan sebagai Pusat Perkemahan Pramuka. Untuk mencapai puncak Bukit Kelam saat kita bisa menggunakan sebuah tangga dengan ketinggian ± 90 meter yang terletak di sebelah barat.[7]
Pranala luar
Referensi
Lihat pula