Aleksander II Theos Epifanis Nikephoros (bahasa Yunani Kuno: Ἀλέξανδρος θεός Ἐπιφανής Νικηφόρος, dengan nama belakang Zabinas; ca 150–123 SM) adalah seorang penguasa Seleukiaperiode Helenistik (memerintah 128–123 SM). Orang tua aslinya diperdebatkan, sebagian besar sejarawan-sejarawan kuno dan konsensus akademis modern menyatakan bahwa ia orang yang berpura-pura (pretender) mengaku sebagai orang Seleukia, antara putra dari Alexandros I atau putra angkat AntiokhosVII. Nama "Zabinas" adalah nama Semit yang umumnya di artikan sebagai "yang terbeli". Namun, ada kemungkinan bahwa Aleksander II adalah putra kandung dari Alexandros I yang nama belakangnya juga dapat diartikan sebagai "dibeli dari dewa". Ikonografi mata uang logam Aleksander II menunjukkan bahwa klaim dasar atas takhtanya dari keturunan Antiokhos IV, ayah dari AlexandrosI.
Kebangkitan Aleksander II berhubungan dengan perseteruan Dinasti Kekaisaran Seleukia. Baik Raja Seleukos IV (wafat 175 SM) dan adiknya Antiokhos IV (wafat 164 SM) memiliki keturunan yang saling memperebutkan takhta Dinasti yang mengakibatkan banyak pecah perang saudara (sipil). Situasi bertambah rumit dengan adanya campur tangan DinastiKerajaan Ptolemaik dari Mesir yang difasilitasi melalui pernikahan dinasti antar dua Kerajaan. Pada tahun 128 SM, Demetrios II dari Suriah yang mewakili garis Antiokhos IV, menyerbu Mesir untuk membantu ibu mertuanya Kleopatra II yang tengah berperang melawan saudara dan suaminya Raja Ptolemaios VIII. Penguasa Mesir yang berang terhadap hal tersebut, memicu pemberontakan di kota-kota Suriah melawan Demetrios II dan memilih Aleksander II yang dianggap sebagai perwakilan garis Antiokhos IV, sebagai seorang yang anti-raja.[ket- 1] Pada tahun 128 SM, Aleksander II bersama dengan bala tentara Mesir merebut ibu kota Suriah Antiokhia lalu berperang melawan Demetrios II dan berhasil mengalahkannya dengan mutlak pada 125 SM. Kemudian Demetrios II melarikan diri ke istrinya Cleopatra Thea, namun ia mengusirnya pergi. Demetrios II terbunuh dalam upayanya mencari perlindungan di kota Tirus, Lebanon.
Dengan kematian Demetrios II, Aleksander II menjadi penguasa Kerajaan, menguasai seluruh Kerajaan kecuali sebagian kecil wilayah disekitar Ptolemaik di mana Cleopatra Thea berkuasa. Aleksander II menjadi Raja yang dicintai rakyatnya, dikenal dengan kebaikan hatinya dan sifatnya yang pemaaf. Ia memelihara hubungan persahabatan dengan Yohanes Hirkanus dari Yudea yang mengakui penguasa Suriah sebagai Suzerenitas. Keberhasilan Aleksander II tidak disambut baik oleh Ptolemaios VIII yang tidak menginginkan penguasa yang kuat atas takhta Suriah. Hingga pada tahun 124 SM, dibentuklah aliansi antara Mesir dengan Cleopatra Thea yang kemudian memerintah bersama Antiokhos VIII, putra bungsunya dari suami Demetrios II. Aleksander II berhasil dikalahkan dan ia melarikan diri ke Antiokhia lalu menjarah kuil Zeus untuk membayar bala tentaranya. Para penduduk kemudian berbalik arah melawannya, sehingga ia melarikan diri dan berhasil ditangkap. AleksanderII diperkirakan di eksekusi oleh Antiokhos VIII pada tahun 123 SM, mengakhiri garis keturunan Antiokhos IV.
Latar belakang
Kematian penguasa Seleukia, Seleukos IV pada tahun 175 SM, mengakibatkan krisis Dinasti karena suksesi ilegal adiknya Antiokhos IV. Pewaris takhta Seleukos IV yang sah adalah Demetrios I yang sedang menjadi sandera di Roma[ket- 2] dan Antiokhos (putra bungsu Seleukos IV) mendeklarasikan dirinya sebagai Raja. Namun, tak lama setelah suksesi Antiokhos muda, Antiokhos IV naik tahta sebagai wakil penguasa.[2] Mungkin ia telah membunuh keponakannya antara tahun 170–169 SM (145 SE, tahun Seleukia).[ket- 3][4] Setelah kematian Antiokhos IV pada tahun 164 SM, puteranya yang bernama Antiokhos V lalu menggantikannya. Tiga tahun kemudian, Demetrios I berhasil melarikan diri dari Roma dan mengambil alih takhta dengan membunuh Antiokhos V pada tahun 161 SM.[5] Dinasti Seleukia terpecah belah oleh perang saudara antara garis Seleukos IV dan Antiokhos IV.[6]
Pada tahun 150 SM, Alexandros I, anak (tidak sah) dari Antiokhos IV,[7] berhasil menurunkan takhta Demetrios I dan membunuhnya. Ia mempersunting Cleopatra Thea, putri dari Ptolemaios VI dari Dinasti PtolemaikMesir, yang kemudian menjadi sekutu dan pendukungnya.[8] Ptolemaios VI mengubah kebijakannya dan mendukung putra Demetrios I yakni Demetrios II dan menikahkannya dengan Cleopatra Thea, setelah menceraikannya dari Demetrios I yang akhirnya dikalahkan oleh mantan mertuanya hingga dibunuh pada tahun 145 SM. Ptolemaios VI terluka dalam pertempuran melawan mantan menantunya, hingga akhirnya ia meninggal tak lama setelah kematian Demetrios I.[9] Kemudian istrinya, (ibu dari Cleopatra Thea) permaisuri Kleopatra II menikahi saudaranya yang lain, Ptolemaios VIII yang menjadi wakilnya dalam berkuasa.[10]
Seorang pejabat Alexandros I, Diodotos Tryphon mengumumkan putera terakhir Antiokhos VI menjadi Raja pada tahun 144 SM. Diodotos Tryphon lalu berhasil membunuhnya dan naik takhta untuk dirinya sendiri pada 142 SM.[11] Perebut kekuasaan ini kemudian menguasai bagian barat wilayah Kekaisaran Seleukia termasuk Antiokhia,[9] namun Demetrios II mempertahankan sebagian besar wilayah termasuk Babilonia yang kemudian diserang oleh Kekaisaran Partia pada tahun 141 SM.[12] Hal ini memicu Demetrios II untuk melancarkan serangan melawan Partia yang berakhir dengan kekalahan dan penangkapannya pada tahun 138 SM.[13] Kemudian adiknya Antiokhos VII naik takhta dan menikahi istrinya, hingga ia berhasil mengalahkan Diodotos Tryphon dan memulihkan Provinsi Seleukia yang hilang.[14]
Di Mesir, tanpa menceraikan Kleopatra II, Ptolemaios VIII menikah untuk kedua kalinya dengan anak tirinya (putri dari Ptolemaios VI dan Kleopatra II) Kleopatra III.[ket- 4][17] Lalu Kleopatra II melakukan pemberontakan dan mengambil kendali (menguasai) daerah pedesaan. Pada bulan September 131 SM, Ptolemaios VIII kehilangan pengakuannya, lalu diusir dari ibu kota Iskandariyah dan melarikan diri ke Siprus.[18] Bangsa Partia membebaskan Demetrios II untuk menekan Antiokhos VII, yang terbunuh dalam pertempuran di Media pada tahun 129 SM.[19] Hal ini membuka jalan bagi Demetrios II untuk mendapatkan kembali takhta dan istrinya Cleopatra Thea pada tahun yang sama.[20] Ptolemaios VIII kembali ke Mesir dua tahun setelah pengusirannya,[21] lalu ia berperang melawan adik yang juga istrinya Kleopatra II dengan mengepung Iskandariyah. Kemudian Kleopatra II meminta bantuan menantunya Demetrios II dan menawarkan dirinya atas takhta Mesir.[20] Lalu penguasa Suriah ini bergerak menuju Mesir dan mencapai Pelusium pada 128 SM.[22]
Dalam menanggapi gerakan Demetrios II, Ptolemaios VIII membangkitkan pemberontakan di Suriah.[22] Ibu kota Suriah Antiokhia memproklamasikan putra Antiokhos VII yang bernama Antikhos Epifanis menjadi Raja, namun ibu kota tersebut bersedia berpindah tangan dalam situasi politik yang tidak stabil.[23] Ptolemaios VIII lalu mengirim Aleksander II sebagai anti-raja untuk Suriah, memaksa Demetrios II untuk mundur dari Mesir.[22] Menurut sejawaran abad ke-3 Porfirios, dalam sejarah yang disimpan dalam karya kontemporer Eusebius dan sejarawan abad ke-3 lainnya Yustinus dalam "Epitomi" (bahasa Yunani: ἐπιτομή) yang berjudul Historiarum Philippicarum, hasil karya sejarawan abad ke-1 SM Pompeius Trogus, Aleksander II adalah murid dari Ptolemaios VIII.[ket- 5][27] Sejarawan abad ke-1 Flavius Yosefus menulis bahwa Suriah sendiri yang meminta Ptolemaios VIII untuk mengirimkan pangeran Seleukia sebagai Raja mereka dan ia memilih Aleksander II.[28] Menurut Prologue of Historiarum Philippicarum, penguasa Mesir menyuap Aleksander II untuk melawan Demetrios II.[ket- 6][31]
Nama dan keturunan
Aleksander II diperkirakan lahir pada 150 SM.[ket- 7][33] Namanya adalah nama Yunani yang berarti "pelindung manusia".[34] Menurut Yustinus, Aleksander II adalah putra seorang pedagang Mesir yang bernama Protarchus.[35] Yustinus juga menambahkan bahwa "Aleksander" adalah nama kerajaan (regnal) yang diberikan kepada Raja oleh Suriah.[36] Lebih lanjut Yustinus mengutarakan bahwa Aleksander II membuat cerita palsu atas klaim dirinya yang menyatakan bahwa ia adalah putra angkat Antiokhos VII.[37] Porfirios menyajikan catatan yang berbeda di mana Aleksander II adalah putra dari Alexandros I.[38]
Penelitian sejarah modern lebih memilih catatan yang lebih terperinci dari Yustinus mengenai klaim asal-usul Aleksander II dan keterkaitannya dengan Antiokhos VII.[37] Namun pada tahun 125 SM, serangkaian stater emas yang dicetak oleh Aleksander II memiliki gelar yang disandangnya,[39] juga di gunakan oleh Raja Antiokhos IV (ayah dari Alexandros I) dan diatur dengan urutan yang sama dengan yang ada pada mata uang Antiokhos IV. Di mana pada mata uang tersebut, terdapat elemen Dewa Zeus membawa Nike digambarkan pada bagian belakang stater, Nike membawa bumban dafnah berupa karangan bunga yang menobatkan gelar Epifanes.[40] Banyak tema garis keturunan Antiokhos IV yang ditampilkan pada mata uang Aleksander II, termasuk penggambaran Dewa Dionisos yang juga digunakan oleh Alexandros I pada tahun 150 SM,[41] selain kulit kepala Singa.[42] Selanjutnya, Aleksander II digambarkan mengenakan Mahkota seri dan tampak seperti berkas sinar yang muncul dari kepala yang tidak melekat pada mahkotanya adalah tema dengan karakteristik semua penggambaran Antiokhos VI ketika digambarkan mengenakan Mahkota seri.[43] Berdasarkan argumen-argumen tersebut, catatan Porfirios mengenai klaim Aleksander II adalah keturunan Alexandros I lebih dipilih daripada catatan Yustinus.[36][42][40]
Gelar dan legitimasi
Nama dan gelar Raja-raja Seleukia yang terkenal tidak pernah ditemukan dalam koin-koin atau mata uang logam, namun hanya diturunkan dalam literatur-literatur kuno.[44] Gelar Aleksander II memiliki ejaan yang berbeda, yakni "Zabinaeus" dalam prolog berbahasa latin, buku XXXIX Historiarum Philippicarum, sementara Yosefus menggunakan ejaan "Zebinas". Dalam interpretasi Yunani, penyebutan "Zabinas" digunakan oleh banyak sejarawan seperti Diodoros Sikolos dan Porfirios.[45] Zabinas adalah nama asli Semit,[35] berasal dari Bahasa Aram (זבן, diucapkan Zabn) yang berarti "beli" atau "untung".[23][46] Menurut seorang ahli Mesir dan filologi asal Prancis Pierre Jouguet, arti Zabinas sebagai nama gelar Aleksander II adalah "budak yang dijual di pasar".[47] Hal ini berdasarkan pernyataan Porfirios dalam tulisannya bahwa Aleksander II dinamakan Zabinas oleh Suriah karena ia adalah "budak yang dibeli".[27] Dalam pandangan seorang arkeolog Jean Antoine Letronne yang menyetujui bahwa Aleksander II adalah seorang penipu karena tidak ada mata uang koin dengan "Zabinas" yang dicetak diatasnya, karena hal tersebut merupakan ejekan.[ket- 8][46] Di sisi lain, sejarawan Philip Khuri Hitti mencatat "Zebina", terjemahan lain Zabinas terdapat di Ezra (10:43) menunjukkan bahwa Zabinas berarti "dibeli dari Tuhan".[48] Ahli numismatika Nicholas L. Wright juga menganggap bahwa Zabinas berarti "dibeli dari Dewa".[49]
Walaupun konsensus akademis menganggap bahwa Aleksander II adalah seorang penipu kelahiran non-Seleukia,[50] Yosefus menerima bahwa AleksanderII sebagai Dinasti Seleukia, namun tidak merinci keterkaitannya dengan penguasa-penguasa sebelumnya.[51] Sejarawan Kay Ehling menganggap bahwa penerimaan Yosefus terhadap Aleksander II adalah propaganda yang sukses.[52] Namun, Nicholas L. Wright berpendapat bahwa AleksanderII harus dianggap sebagai Seleukia yang sah dan keturunan dari AntiokhosIV dengan uraian-uraian berikut ini:[53]
Catatan Porfirios tentang adopsi oleh Antiokhos VII mungkin berdasarkan fakta-fakta.[51] Yustinus menyebut Antiokhos VI sebagai anak tiri dari Demetrios II.[54] Dalam pandangan Nicholas L. Wright, keterkaitan antara Antiokhos VI dan musuh ayahnya merupakan indikasi bahwa Demetrios II mengadopsi AntiokhosVI dalam rangka menutup keretakan dalam keluarga Kerajaan. Demikian pula kemungkinan AleksanderII memang putra AlexandrosI yang diadopsi oleh AntiokhosVII. Sejarawan abad ke-2 Arrianos, berbicara tentang seorang Aleksander, putra dari AlexandrosI yang diangkat menjadi Raja oleh Diodotos Tryphon pada tahun 145 SM. Bagian ini yang membingungkan, karena secara numismatika terbukti bahwa yang diangkat menjadi Raja oleh Diodotos Tryphon adalah Antiokhos VI. Menurut Nicholas L. Wright, bahasa Arrianos menandakan bahwa ia mungkin memiliki akses ke sumber-sumber yang menyebut bahwa AleksanderII adalah putra dari AlexandrosI.[51]
Catatan Yustinus mengenai Protarchos, yang diduga sebagai ayah Mesir dari Aleksander II, tidak masuk akal.[35] Nicholas L. Wright mengatakan bahwa AleksanderII adalah putra (tidak sah) dari AlexandrosI,[55] kemungkinan besar AleksanderII adalah anak bungsu AlexandrosI yang dijadikan menjadi seorang pendeta, karenanya ia dipanggil Zabinas (yang dibeli dari Dewa).[35] Diragukan bahwa AleksanderII adalah keturunan rendah dari seorang pria Mesir yang klaim atas takhtanya diketahui umum sebagai pemalsuan, namun ia diterima sebagai Raja di Suriah.[53] Cerita mengenai asal-usul AleksanderII yang berasal dari Mesir mungkin diciptakan oleh istana DemetriosII, dipertahankan di istana oleh putranya Antiokhos VIII dan dijaga oleh sejarawan-sejarawan karena sifatnya yang memalukan.[35]
Penguasa Suriah
Naik takhta
Antiokhos Epifanes muda mungkin meninggal karena suatu penyakit.[56] Mata uang logam AleksanderII yang paling awal, dari ibu kota tertanggal 184 SE (129/128 SM), diperkirakan masuk (beredar) di Suriah bagian utara dengan dukungan Ptolemaios yang menyatakan dirinya sebagai Raja kemudian mengambil alih Antiokhia.[23] Peristiwa jatuhnya ibu kota mungkin terjadi pada musim semi tahun 128 SM.[57] Menurut "Epitomi" Yustinus, Rakyat Suriah siap menerima Raja mana pun selain DemetriosII.[36] Mungkin segera setelah merebut Antiokhia, AleksanderII menggabungkan Laodikia di Suriah dan Tarsus kedalam wilayah kekuasaannya.[ket- 9] Kota-kota lainnya seperti Apamea telah membebaskan diri dari DemetriosII dan tidak secara langsung dibawah kekuasaan AleksanderII.[57]
Gelar dan citra Kerajaan
Para penguasa periode Helenistik tidak menggunakan nama Kerajaan (regnal) sebagaimana praktik modern, sebaliknya mereka menggunakan nama gelar untuk membedakan dirinya dengan nama yang serupa.[59][60] Mayoritas mata uang logam AleksanderII tidak menampilkan nama gelar,[61] namun pada seri tahun 125 SM dari stater emas, terdapat nama gelar Theos Epifanis ("manifestasi yang agung") dan Nikephoros ("pembawa kemenangan"). Terdapat tiga edisi mata uang perunggu, salah satunya yang dicetak di Pieria, tidak ada nama gelar Theos, namun tercetak Epifanis dan Nikephoros.[62] Nama gelar tersebut, yang menggemakan Antiokhos IV, sebagai penekanan atas legitimasi AleksanderII sebagai penguasa Seleukia.[38]
Aleksander Agung (wafat. 323 SM), pendiri Kekaisaran Makedonia merupakan tokoh penting dalam dunia Helenistik, para penerusnya menggunakan legasinya untuk menegakkan legitimasinya. Aleksander Agung tidak pernah menampilkan wajahnya pada mata uang logamnya sendiri,[63] namun penerus-penerusnya seperti Ptolemaios, berusaha untuk menghubung-hubungkan dirinya dengan Aleksander Agung. Kota-kota yang dinamai menurut namanya dan gambarnya muncul di koin-koin mata uang logam.[64] Sebaliknya, ingatan tentang Aleksander Agung tidak begitu penting bagi ideologi Kerajaan Seleukia.[ket- 10][69][70] Bagaimanapun juga, AlexandrosI dan AleksanderII, keduanya mendapatkan dukungan Mesir, hanya mereka yang memberikan perhatian khusus kepada Alexander Agung dengan menggambarkan dirinya mengenakan kulit kepala Singa, sebuah tema yang berkaitan erat dengan Raja Makedonia.[71] Dengan menghubungkan dirinya dengan Alexander Agung, AleksanderII melanjutkan kebiasaan AlexandrosI yang menggunakan tema Alexander Agung untuk memperkuat legitimasinya.[ket- 11][73]
Kompleks keaagamaan Siro-Fenisia asli, berdasarkan pada tritunggal yang meliputi Dewa tertinggi, Dewi tertinggi dan anak-anaknya, Dewa yang mengambil peran tersebut beragam. Terdapat kemungkinan bahwa pada tahun 145 SM, Dionisos mengambil peran sebagai anak.[74]Levant adalah wilayah dengan multi-etnis dan multi-budaya, namun kompleks keagaamaan adalah alat pemersatu. Para penguasa Suriah memahami kemungkinan penggunaan kompleks keagamaan ini untuk memperluas dukungan mereka diantara rakyat setempat dengan mengintegrasikan diri mereka kedalam tritunggal.[75] Penggunaan Mahkota seri oleh para penguasa Seleukia, sebagai simbol ketuhanan mungkin membawa pesan bahwa Raja adalah permaisuri Atargatis, Dewi tertinggi Suriah.[ket- 12][77]
Tidak diketahui tanggal pasti kapan Mahkota seri digunakan pertama kali oleh Antiokhos IV, yang memilih Manbij sebagai tempat suci yang paling penting bagi Atargatis untuk menikah secara virtual dengan Dewi Diana yang dianggap sebagai manifestasi dari Dewi-dewi Suriah di Levant.[78] Nama julukan AlexandrosI, "Balas", mungkin digunakan oleh dirinya sendiri. Balas adalah terjemahan bahasa Yunani dari Ba'al, Dewa tertinggi Levant. Dengan menggunakan julukan tersebut, AlexandrosI menyatakan dirinya sebagai manifestasi Ba'al. AlexandrosI juga mengenakan Mahkota seri untuk menandakan ritual pernikahannya dengan Dewi tertinggi.[49] AleksanderII banyak menggunakan motif Dionisos dalam mata uang logamnya.[42] Terdapat kemungkinan bahwa dengan menampilkan Dionisos, anak dari Dewa tertinggi, AleksanderII menampilkan dirinya sebagai penerus spiritual dari ayah baptis, selain sebagai pewaris politiknya.[49]
Kebijakan
Salah satu tindakan pertama Aleksander II adalah memakamkan jenazah Antiokhos VII yang dikembalikan Partia. Memakamkan Raja yang gugur membuat Aleksander II mendapat pengakuan dari penduduk Antiokhia.[ket- 13][36] Hal ini mungkin merupakan langkah yang telah diperhitungkan untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang yang loyal terhadap AntiokhosVII.[80] Seorang penulis sejarah abad ke-7 John dari Antiokhia menulis bahwa setelah kematian AntiokhosVII, putranya Seleukos naik takhta dan dengan cepat digulingkan oleh DemetriosII yang kemudian melarikan diri ke Partia. Sejarawan Auguste Bouché-Leclercq mengkritisi catatan ini karena bermasalah dan mungkin merupakan versi penahanan DemetriosII di Partia yang dirusak oleh John. Namun terdapat kemungkinan bahwa putra AntiokhosVII yang bernama Seleukos telah ditangkap oleh Partia bersama dengan ayahnya hingga kemudian dikirim bersamaan dengan jenazah AntiokhosVII untuk mengambil alih takhta Suriah sebagai anak didik Partia. Bila skenario ini terjadi, maka Seleukos berhadapan dengan AleksanderII dan harus kembali ke Partia.[36]
Aleksander II berada dibawah pengaruh Ptolemaik, sejak ia naik takhta dengan bantuan Mesir. Hal ini tampak dari gaya penampilannya yang mengenakan ikat kepala (Fillet) dan Kornukopia pada mata uang logam Suriahnya.[ket- 14][83] Penggambaran Kornukopia ganda pada mata uang logam di Mesir, mungkin untuk menunjukkan persatuan antara Raja dengan Permaisurinya.[84] Jika penampakan Kornukopia dalam mata uang AleksanderII yang terkait dengan kebiasaan Ptolemaik, maka dapat dipahami bahwa AleksanderII mungkin telah menikahi seorang putri Ptolemaik, walaupun pernikahan ini tidak tercatat dalam literatur kuno.[45]
Menurut Diodorus Siculus, AleksanderII adalah seorang yang "baik hati dengan sifat pemaaf, lemah lembut dalam berperilaku dan berbicara. Oleh karena itu ia sangat dicintai oleh rakyatnya".[85] Diodorus Siculus menulis bahwa tiga orang perwira AleksanderII, Antipater, Klonios dan Aeropos memberontak dan bercokol di Laodikia. AleksanderII berhasil mengalahkan pemberontak dan merebut kembali Laodikia serta memaafkan pelaku-pelakunya.[86] Bouché-Leclercq mengatakan bahwa peristiwa pemberontakan ini terjadi pada tahun 128 SM, karena perwira-perwira tersebut membelot ke pihak DemetriosII, bekerja untuk putra AntiokhosVII atau atas hasutan Cleopatra Thea.[ket- 15][90]
Perang melawan Demetrios II
Antara bulan Agustus 127 SM dan Agustus 126 SM, Ptolemaios VIII merebut kembali Iskandariyah,[91] KleopatraII melarikan diri ke Demetrios II dengan perbendaharaan Mesir.[92] Meskipun Aleksander II berhasil mengambil alih ibu kota, Demetrios II tetap bertahan di Kilikia[93] dan Seleukia Pieria tetap setia kepadanya serta banyak kota lain di Koile Suriah. Hal tersebut menyebabkan Aleksander II meluncurkan operasi militer di wilayah tersebut.[94] Bala tentara kedua penguasa tersebut melewati Yudea yang menyebabkan situasi buruk bagi penduduknya. Hal ini mengakibatkan orang-orang Yahudi mengirim kedutaan ke Roma untuk meminta "larangan bala tentara kerajaan melewati wilayah yang dikuasai oleh Yahudi dan penduduknya",[ket- 16][96] Kedutaan kira-kira antara 127-125 SM.[97] Pada bulan Oktober 126 SM, Ashkelon jatuh ke tangan AleksanderII. Bukti-bukti numismatika menunjukkan bahwa Samaria di bawah kendali AleksanderII.[97] Pada awal tahun 125 SM, DemetriosII berhasil dikalahkan di dekat Damaskus dan melarikan diri ke Ptolemais.[94] Cleopatra Thea menolak untuk mengizinkan suaminya tinggal di kota, hingga ia pergi ke Tirus dengan menggunakan kapal.[98] DemetriosII meminta suaka ke Tirus, namun ia dibunuh oleh panglima kota (praefectus) pada musim semi tahun 125 SM.[99]
Aleksander II mencetak mata uang logamnya yang menggambarkan dirinya dengan hiasan kepala dari kulit kepala Gajah pada bagian depan koin[94] dan gambar aphlaston (bagian buritan kapal perang kuno yang melengkung ke atas) pada bagian belakang koin. Hal ini dapat berarti Aleksander II menyatakan kemenangan atas angkatan lautnya.[ket- 17][99] Pertempuran laut antara AleksanderII dan DemetriosII, yang tidak didokumentasikan dalam literatur kuno, kemungkinan terjadi pada saat pelayaran DemetriosII dari Ptolemais ke Tirus.[99] Hiasan kulit kepala Gajah adalah motif dalam mata uang logam anumerta Aleksander Agung yang dicetak oleh penerus-penerusnya.[ket- 18][63] Menurut Kay Ehling, dengan tampil mengenakan hiasan kulit kepala Gajah, AleksanderII menyinggung penaklukan Aleksander Agung atas Tirus yang terjadi pada tahun 332 SM setelah tujuh bulan pengepungan.[ket- 19][99] Pada tahun 125 SM, stater emas yang memuat gelar AleksanderII mungkin dicetak untuk merayakan kemenangannya atas DemetriosII.[ket- 20][62]
Hubungan dengan Yudea
Di bawah Antiokhos VII, Imam besar dan penguasa Yudea Yohanes Hirkanus memperoleh status pangeran Vasal, membayar upeti dan mencetak mata uang logamnya atas nama penguasa Suriah.[102] Setelah kematian Antiokhos VII, Yohanes Hirkanus menghentikan pembayaran upeti dan mencetak mata uang logam atas namanya sendiri.[103] Namun ikatan dengan Kekaisaran Seleukia melalui monogram (simbol) yang merepresentasikan Kekaisaran Seleukia, muncul pada koin-koin logam awal.[104] Penetapan tanggal peristiwa ini bersifat dugaan, dengan kemungkinan tanggal paling awal pada 129 SM, tetapi kemungkinan besar pada 128 SM.[105] DemetriosII sepertinya merencanakan invasi ke Yudea, lalu terhenti karena invasi ke Mesir yang gagal dan pecahnya pemberontakan di Suriah.[106] Menurut Yosefus, Yohanes Hirkanus "berkembang pesat" di bawah kekuasaan AleksanderII,[107] sepertinya pemimpin Yudea ingin mencari aliansi dengan AleksanderII dalam mempertahankan dirinya terhadap DemetriosII.[106]
Kedutaan yang dikirim Yudea ke Roma pada 127 SM, dalam rangka meminta Senat untuk memaksa Suriah agar meninggalkan Jaffa, Pelabuhan Laut Tengah yang mencakup Yamnia dan Gaza, kota-kota Gazara dan Pegae (dekat Kefar Sava) di samping wilayah lain yang diambil alih oleh Antiokhos VII. Keputusan Senator (Senatus consultum) Romawi yang disimpan dalam karya Yosefus Antiquitates Iudaicae (buku XIV, 250), menyetujui permintaan Yahudi mengenai kota-kota tersebut, tetapi tidak menyebutkan kota Gazara.[108] Keputusan Senator menyebutkan Raja Suriah yang sedang memerintah, sebagai Antiokhos anak dari Antiokhos, dapat berarti hanya Antiokhos IX yang naik takhta pada tahun 199 SE (114/113 SM).[109] Keputusan tersebut mungkin menandakan Suriah telah meninggalkan Gazara kira-kira tahun 187 SE (126/125 SM). Hal ini mendukung gagasan bahwa perundingan antara AleksanderII dan Yohanes Hirkanus ditanda tangani pada awal pemerintahan Raja Suriah.[ket- 21] Perundingan tersebut akan membentuk aliansi antara AleksanderII dan Yudea serta menetapkan perjanjian teritorial di mana Yohanes Hirkanus menerima tanah di selatan Gazara termasuk kotanya, sementara AleksanderII mempertahankan kendali atas wilayah utara Gazara termasuk kota Samaria.[108]
Yohanes Hirkanus mengakui AleksanderII sebagai penguasa.[ket- 22][112] Seri mata uang logam yang dicetak paling awal oleh Imam besar menunjukkan huruf Yunani "A" (alfa) yang ditempatkan secara mencolok diatas nama Yohanes Hirkanus. Huruf alfa tersebut pasti huruf pertama dari nama Raja Seuleukia dan banyak ahli seperti Dan Barag, menyatakan bahwa huruf tersebut mewakili Aleksander II.[ket- 23][105] Petunjuk lain yang menerangkan hubungan antara AleksanderII dan Yohanes Hirkanus adalah penggunaan motif Kornukopia ganda Hirkanus pada mata uang logamnya, dengan buah delima yang digambarkan berada di tengah Kornukopia untuk menegaskan otoritas pemimpin Yahudi.[107] Gambaran ini merupakan kebijakan Yohanes Hirkanus yang hati-hati. Jikalau Aleksander II berhasil dikalahkan, motif mata uang logam Yudea masih dianggap cukup netral untuk menentramkan penerus-penerusnya, sementara jika AleksanderII berhasil menang dan turut campur tangan terhadap Yudea, maka mata uang logam dengan motif Kornukopia ini dapat digunakan untuk menunjukkan kepada Raja bahwa Yohanes Hirkanus telah menerima kekuasaan AleksanderII.[115] Imam besar akhirnya berhasil memerdekakan Yudea di kemudian hari dalam masa kekuasaan AleksanderII.[112] Setelah Yohanes Hirkanus memutuskan hubungannya dengan Seleukia, maka tanda huruf alfa tersebut dihilangkan dalam mata uangnya.[105]
Puncak kekuasaan dan putus hubungan dengan Mesir
Setelah kematian DemetriosII, AleksanderII memimpin pasukan dengan kekuatan empat puluh ribu bala tentara, membawa Seleukia Pieria di bawah kekuasaanya.[116] Kilikia dan wilayah-wilayah lain juga ia taklukan pada tahun 125 SM.[117] Mata uang logam Aleksander II dicetak di Antiokhia, Seleukia Pieria, Apamea, Damaskus, Beirut, Ashkelon dan Tarsus selain pusat pencetakan mata uang di bagian utara Suriah, Koile Suriah bagian selatan dan Kilika (terdapat koin yang tidak jelas, telah di beri kode oleh ahli numismatika, dengan kode 111, 112, 113, 114).[118] Di Ptolemaik, Cleopatra Thea menolak untuk mengakui Aleksander II sebagai Raja, bahkan di tahun kekalahan suaminya pada 187 SE (126/125 SM), Cleopatra Thea mencetak tetradrakhma atas namanya sendiri sebagai satu-satunya penguasa di Suriah. Putranya sulungnya dari DemetriosII bernama Seleukos V menyatakan dirinya sebagai Raja, tetapi kemudian ia dibunuh oleh ibunya sendiri. Rakyat Suriah tidak menerima seorang wanita menjadi penguasa tunggal Kerajaan, hal ini menyebabkan Cleopatra Thea mengangkat anak bungsunya dari DemetriosII bernama Antiokhos VIII menjadi wakil penguasa pada tahun 186 SE (125/214 SM).[119]
Menurut Yustinus, Ptolemaios VIII meninggalkan Aleksander II setelah kematian Demetrios II dan berdamai dengan Kleopatra II dengan kembali ke Mesir sebagai wakil penguasa.[120] Yustinus menyatakan bahwa alasan Ptolemaios VIII untuk meninggalkan Aleksander II disebabkan oleh bertambahnya kesombongan karena kesuksesannya dengan bersikap angkuh kepada para pendukungnya.[121] Perubahan kebijakan Ptolemaik mungkin kurang berkaitan dengan harga diri Ptolemaios VIII daripada kemenangan Aleksander II, tetangga yang kuat di Suriah bukanlah situasi yang diinginkan oleh Mesir.[122] Terdapat kemungkinan juga bahwa Cleopatra Thea melakukan negosiasi aliansi dengan pamannya.[123] Tak berapa lama setelah kembalinya KleopatraII, putri Ptolemaios VIII dari istri Kleopatra III bernama Tryphaena menikah dengan Antiokhos VIII. Bala tentara Mesir dikirim untuk mendukung faksi Antiokhos VIII melawan AleksanderII.[ket- 24][120] Peristiwa kembalinya KleopatraII dan pernikahan Antiokhos VIII keduanya terjadi pada tahun 124 SM.[126]
Perang melawan Antiokhos VIII, kekalahan dan kematian
Antiokhos VIII berperang melawan Aleksander II yang kehilangan sebagian besar wilayahnya, dengan didukung oleh bala tentara Mesir.[127] Ia kehilangan Ashkelon pada 189 SE (124/123 SM).[128] Pertempuran terakhir terjadi di suatu tempat yang tidak diketahui pada pertengahan tahun 123 SM, yang berakhir dengan kekalahan AleksanderII.[127][124] Sejarawan-sejarawan kuno yang berbeda menyajikan berbagai catatan-catatan tentang berakhirnya AleksanderII. Yosefus hanya menyatakan bahwa Raja telah dikalahkan dan terbunuh,[28] sementara Eusebius menyebutkan bahwa AleksanderII melakukan tindakan bunuh diri dengan racun karena ia tidak dapat hidup dengan kekalahannya.[129] Sebagian besar rincian ditemukan dalam catatan Diodorus Siculus dan Yustinus dengan uraian:[125]
Dalam catatan Diodorus Siculus, AleksanderII memutuskan untuk menghindari pertempuran dengan Antiokhos VII, karena ia memiliki keyakinan akan aspirasi rakyatnya akan perubahan politik atau toleransinya atas penderitaan yang akan ditimbulkan sebagai akibat dari peperangan. Daripada bertempur, AleksanderII memutuskan untuk mengambil harta Kerajaan, mencuri barang berharga kuil-kuil dan berlayar ke Yunani pada malam hari. Pada saat ia menjarah kuil Zeus dengan beberapa orang bawahan asingnya, penduduk memergokinya dan nyaris lolos dengan hidupnya. Ditemani oleh beberapa orang kemudian ia pergi ke Seleukia Pieria, namun berita tentang penistaan kuil telah sampai ke telinganya. Kemudian kota menutup gerbangnya, memaksanya mencari perlindungan ke kota kecil Posidium (Ras al-Bassit). Dua hari setelah menjarah kuil, AleksanderII ditangkap dan dirantai ke hadapan Antiokhos VII di kampnya, dengan derita cercaan dan penghinaan di tangan musuh-musuhnya. Orang-orang yang menyaksikan kemarahan AleksanderII, terkejut dengan situasi yang mereka pikir tidak akan pernah terjadi. Setelah menyadari kenyataan apa yang terjadi dihadapannya, mereka membuang muka dengan keheranan.[130]
Dalam catatan Yustinus, AleksanderII melarikan diri ke Antiokhia setelah kekalahannya di tangan Antiokhos VIII. Karena kekurangan sumber daya untuk membayar bala tentaranya, Raja memerintahkan untuk menanggalkan Nike emas dari kuil Jupiter (Zeus), dengan gurauan "kemenangan telah dipinjamkan kepadanya oleh Jupiter". Beberapa hari kemudian, AleksanderII sendiri yang memerintahkan untuk mengambil patung emas Jupiter pada malam hari. Penduduk kota melakukan pemberontakan terhadap Raja dan memaksanya untuk melarikan diri. Kemudian ia ditinggalkan oleh anak buahnya dan ditangkap oleh penyamun, lalu diserahkan kepada Antiokhos VIII yang memerintahkan agar ia di eksekusi.[120]
Aleksander II menerbitkan dua seri stater emas. Satu stater menyadang gelarnya dan berasal dari tahun 125 SM menurut banyak ahli numismatika, seperti Oliver Hoover dan Arthur Houghton, sementara stater yang lain menyandang gelar Raja (Basileus). Ahli numismatika sebelumnya seperti Edward Theodore Newell dan Ernest Babelon yang hanya mengetahui tentang stater tahun 125 SM mengusulkan bahwa koin tersebut dicetak dengan emas jarahan dari kuil. Namun ikonografi stater tersebut tidak cocok dengan koin terakhir yang digunakan oleh AleksanderII, karena ikatan diadem jatuh dengan gaya lurus di leher. Di sisi lain, pengaturan ikatan diadem pada stater yang tidak memiliki gelar Kerajaan, lebih konsisten dengan tetradrakhma terakhir AleksanderII, sehingga lebih masuk akal untuk mengaitkan stater tersebut dengan pencurian Nike.[ket- 25][62]
Meskipun mata uang terakhirnya diterbitkan pada tahun 190 SE (123/122 SM), sejarawan-sejarawan kuno tidak menyatakan tanggal pasti kematian AleksanderII.[131] Diperkirakan ia wafat pada bulan Oktober 123 SM, sejak koin Antiokhia dari Antiokhos VIII diterbitkan pada tahun 190 SE (123/122 SM).[132][125] Damaskus tetap mencetak mata uang atas nama AleksanderII hingga tahun 191 SE (122/121 SM), ketika pasukan Antiokhos VIII merebutnya.[125] Menurut Diodorus Siculus, banyak yang menyaksikan akhir Raja "mengucapkan dalam berbagai cara tentang nasib yang tidak menentu, kekalahan umat manusia, gelombang pasang yang tiba-tiba dan betapa hidup bisa berubah, jauh melampaui dari apa yang diharapkan setiap orang".[133] Tidak ada istri dan anak-anak AleksanderII, jikalau ada pun,[27] akan dikenal kematiannya, garis keturunan AntiokhosIV menjadi punah.[53]
^Seorang anti-raja atau anti raja (bahasa Jerman: Gegenkönig; bahasa Prancis: antiroi; bahasa Ceko: protikrál) adalah seorang calon Raja yang menyatakan dirinya sebagai Raja dalam oposisi terhadap Raja yang sedang berkuasa, karena perselisihan suksesi atau oposisi politik. Istilah ini biasanya digunakan dalam konteks sejarah yang berkaitan dengan monarki elektif daripada yang turun-temurun. Dalam kerajaan turun-temurun, tokoh-tokoh seperti ini lebih sering disebut sebagai penipu atau penggugat.
^Menurut Traktat Apamea pada 188 SM, Raja Antiokhos III yang kalah perang melawan Roma, setuju untuk mengirim putra Antiokhos IV, Demetrios I sebagai sandera. Setelah Antiokhos III meninggal pada tahun 187 SM, putra tertuanya Seleukos IV menggantikan Antiokhos IV dengan putranya sendiri Demetrios I, karena putra Raja yang berkuasa dianggap sebagai jaminan kesetiaan yang baik oleh Roma. Peristiwa pertukaran itu terjadi sebelum tahun 178 SM.[1]
^Beberapa penanggalan dalam artikel ini diberikan sesuai dengan era Seleukia yang ditandai dengan adanya dua tahun yang dipisahkan oleh garis miring. Setiap tahun Seleukia dimulai pada akhir musim gugur tahun Gregorian, sehingga satu tahun Seleukia tumpang tindih dengan dua tahun Gregorian.[3]
^Kleopatra III tidak disebutkan sebagai Ratu atau istri Ptolemaios VIII dalam dokumen tertanggal 8 Mei 141 SM. Pengesahan pertama Cleopatra III sebagai istri Ptolemeus VIII tanggal 14 Januari 140 SM. (P.Demotik. Amherst 51) Dengan demikian peristiwa pernikahan berlangsung antara Bulan Mei 141 SM dan Januari 140 SM. Kata-kata untuk "Ratu" ("Pr-ʿȜ.t") sulit terbaca di P.Demotik. Amherst 51, hanya karena jejak tinta yang tersisa. Seorang ahli Mesir yang bernama Pieter Pestman mengutarakan keraguan atas keberadaannya,[15] semetara ahli Mesir yang lain Giuseppina Lenz, setelah memeriksa dokumen aslinya mengganggap bahwa keberadaan judul tersebut dapat diterima.[16]
^Historiarum Philippicarum hasil karya asli Pompeius Trogus terdiri atas empat puluh empat buku yang telah hilang.[24] Yustinus membuat tiga ratus halaman "Epitomi" dari empat puluh empat buku karya Pompeius Trogus, yang pada kenyataannya merupakan saduran dari karya aslinya.[25] Sepertinya Yustinus tidak menambahkan materinya sendiri kedalam "Epitomi" tersebut, namun bukunya bukanlah reproduksi yang akurat terhadap karya aslinya.[26] "Epitomi" Yustinus adalah versi ringkasan dari hasil karya asli dan banyak penghilangan atau hal yang tidak dicantumkan, sehingga menghilangkan reputasi dan popularitas Pompeius Trogus.[24]
^Penggalan-penggalan sejarah asli Pompeius Trogus bertahan dalam hasil karya beberapa sejarawan kuno. Prologue of Historiarum Philippicarum adalah ringkasan dari masing-masing dari empat puluh empat buku karya Pompeius Trogus, yang penulis dan tanggalnya tidak diketahui, hingga mencapai era sejarah modern lalu ditambahkan ke beberapa naskah-naskah yang diambil dari "Epitomi" karya Yustinus yang merupakan saduran dari hasil karya asli Pompeius Trogus.[29] Terdapat kemungkinan bahwa prolog tersebut mempertahankan kata-kata asli dari Pompeius Trogus.[30]
^Sejarawan Kay Ehling mengusulkan, berdasarkan potret Raja yang diketahui dari mata uangnya, bahwa Aleksander II berusia tidak lebih dari dua puluh tahun ketika mengawali pemerintahannya pada 128 SM. Jika ia adalah putra Alexandros I (meninggal 145 SM), maka Aleksander II tidak mungkin lebih muda dari enam belas tahun ketika ia naik takhta.[32]
^Hubertus Goltzius memalsukan meta uang logam Aleksander II dengan nama gelar "Zebinas" berdasarkan karya Yosefius, mata uang logam ini ditolak dengan suara bulat oleh para ahli numismatika.[46]
^Sejarawan Kay Ehling mengusulkan bahwa Tarsus berada di bawah pemerintahan AleksanderII pada masa awal pemerintahannya.[57] Pandangan lain, seperti ahli numismatika Arthur Houghton dan Oliver Hoover, menyatakan bahwa kota tersebut membuat cukup banyak mata uang atas nama DemetriosII agar membuatnya masuk akal bahwa ia mempertahankannya selama masa pemerintahannya yang berakhir pada 125 SM.[58]
^Gambar Alexander Agung muncul pada mata uang koin Raja Seleukia pertama SeleukosI, yang menggunakan ingatan pendahulunya untuk melegitimasi pemerintahannya.[65] Di sisi lain, penerus SeleukosI, dimulai dengan putranya AntiokhosI, menghilangkan gambar Aleksander Agung dari mata uang mereka dan memperoleh legitimasinya dari SeleukosI.[66] Namun, "tipe potret Alexander", berdasarkan gambar Alexander yang dibuat oleh penerus langsungnya, adalah sebagai dasar untuk tipe potret kerajaan yang digunakan oleh penguasa Seleukia. "Tipe potret Alexander" dicirikan oleh tatapan ke atas raja, dan rambut anastolik (potongan di mana rambut muncul dari tengah dahi, memungkinkannya untuk jatuh di atasnya, membentuk pinggiran dan sisa rambut jatuh di bahu, membentuk surai atau mahkota).[67][68]
^Berbeda dengan semua Raja sebelumnya, AlexandrosI mungkin lahir di luar nikah antara Antiokhos IV dan seorang selir. Ia disebut sebagai anak haram oleh sejarawan abad kedua, Appianos.[7] Karena AntiokhosIV adalah raja yang didewakan, AlexandrosI menggunakan nama gelar Theopator (putra dewa), yang menekankan keturunan ketuhanannya dan tidak memperhatikan ibunya yang statusnya tidak berarti bagi putra dewa. Dengan menggunakan ikonografi Alexander Agung, AlexandrosI menyinggung fakta bahwa putra dewa tidak membutuhkan legitimasi konvensional, karena Alexander Agung dikatakan sebagai putra Zeus-Amun, bukan ayah sebenarnya, Filipus II.[72]
^Nicholas L. Wright mengajukan hipotesis mengenai keterkaitan antara Mahkota seri Seleukia dan Atargatis. Ia menganggapnya mungkin, tetapi sulit untuk membuktikan, bahwa Mahkota seri menandakan ritual pernikahan antara Dewi dan Raja.[76]
^Episode ini mungkin menjelaskan catatan Yustinus mengenai adopsi AleksanderII oleh Antiokhos VII.[36] Sejarawan Thomas Fischer berpendapat bahwa Seleukos, putra AntiokhosVII, sebenarnya menggantikan ayahnya di Antiokhia setelah gerakan Partia yang gagal, kemudian ia melarikan diri ke Partia ketika DemetriosII mencapai ibu kota.[79]
^Kemunculan Kornukopia pertama kali dalam sistem mata uang timur adalah di Ptolemaik Mesir.[81]Ptolemaios II mencetak mata uang dengan penggambaran Kornukopia untuk mengenang kakak dan permaisuri Arsinoe II setelah kematiannya, kira-kira pada 268 SM.[45]Demetrios I adalah penguasa Suriah pertama yang memperkenalkan motif Kornukopia dalam sistem mata uang Suriah. Namun Aleksander II yang pertama kali menggunakan motif tersebut dalam gaya Mesir. Ia juga memperkenalkan gayanya sendiri yang menggambarkan Kornukopia simetris dengan ujung yang saling terkait.[82]
^Laodikia yang dimaksud kemungkinan besar adalah Laodikia ad mare, sebuah gagasan yang didukung oleh beberapa sejarawan seperti Bouché-Leclercq, Getzel M. Cohen dan John D Grainger.[87] Sejarawan Edwyn Bevan mengatakan Laodikia di Fenisia (Beirut modern) dan pemberontakan terjadi setelah kematian Demetrios II.[88] Sejarawan Adolf Kuhn menghubungkan kisah ini dengan perselisihan antara AleksanderII dan putra DemetriosII, AntiokhosVIII, yang terjadi pada 123 SM.[89] Bouché-Leclercq menganggap saran Kuhn mungkin dapat terjadi, tetapi menolak hipotesis Bevan.[90]
^Delegasi Yahudi dipimpin oleh Simon putra Dositheus, Apollonius putra Alexander dan Diodorus putra Jason.[95]
^Prasasti Antigonus putra Menofilus, seorang laksamana Seleukia (nauarchos), ditemukan di kota Miletos. Antigonus menggambarkan dirinya sebagai "Laksamana Aleksander, Raja Suriah"; Aleksander II dapat menjadi raja yang dimaksud.[100]
^Di Mesir Ptolemaik, Aleksander Agung diperlihatkan mengenakan kulit kepala gajah, motif yang tidak digunakan oleh Raja Makedonia sendiri. Ini pertama kali muncul pada mata uang logam anumerta yang diterbitkan oleh Ptolemaios I.[101]
^Dalam pandangan Oliver Hoover, meskipun Aleksander II tampak mengenakan kulit kepala Gajah, mungkin tidak menyinggung Aleksander Agung. Menurut Hoover, dalam konteks Seleukia, pemanfaatan kulit kepala Gajah oleh Raja mungkin menunjukkan kemenangan di Timur.[69] Pandangan ini dibantah oleh banyak ahli seperti Nicholas L. Wright, yang menyatakan bahwa penggunaan motif kulit kepala Gajah oleh Aleksander II terkait dengan Alexander Agung.[35]
^Stater emas Alexander II tidak memiliki tanda kehakiman, menunjukkan bahwa mata uang tersebut adalah edisi khusus dan bukan bagian dari edisi terbitan biasa. Oleh karena itu, stater emas harus diterbitkan dalam keadaan khusus.[62]
^Adolf Kuhn menegaskan bahwa aliansi itu ditutup hanya setelah kematian Demetrius II dan sebelum penggantinya diangkat oleh Antiokhos VIII.[110]
^Yohanes Hirkanus sebenarnya berdiri sendiri dan sikapnya terhadap Aleksander II hanyalah tampak luar saja.[111]
^Ahli numismatika asal Prancis Louis Félicien de Saulcy, pada tahun 1854 menyarankan bahwa alfa mewakili huruf awal dari nama Antiokhos VII atau Aleksander II. Ahli Numismatika Dan Barag dan Shraga Qedar menyarankan Aleksander II atau Antiokhos VIII sebagai gantinya.[105] Sejarawan Baruch Kanael menganggap tidak masuk akal bahwa alfa menunjuk seorang Raja, karena tidak ada Raja Seleukia yang diketahui telah menetap dengan munculnya nama inisial daripada nama lengkapnya pada koin negara Vasal.[113] Beberapa ahli menghubungkan koin seri alfa dengan Hirkanus II dan banyak interpretasi dilontarkan untuk menjelaskan surat tersebut.[114] Sebagai contoh, seorang ahli numismatika Arie Kindler menyarankan bahwa hal tersebut mungkin mewakili Salome Aleksandra, ibu dari Hirkanus II, atau dalam pandangan ahli numismatika lainnya Ya'akov Meshorer, mungkin menjadi referensi untuk AntipatrosI, penasihat dan kuasa di balik tahta Hirkanus II.[104]
^Perundingan antara Cleopatra Thea dan Ptolemaios VIII tidak disebutkan dalam sumber-sumber kuno, tetapi beberapa sejarawan, seperti Alfred Bellinger dan John Whitehorne, mempertimbangkan kemungkinan keberadaannya.[124][123] Penetapan Antiokhos VIII meraih takhtanya mungkin juga merupakan bagian dari kesepakatan; mengingat fakta bahwa Cleopatra Thea membunuh putra sulungnya untuk tetap menjadi raja tunggal, penerimaannya untuk berbagi kekuasaan dengan Antiokhos VIII dapat dipahami jika itu adalah bagian dari kesepakatan yang ia buat di bawah tekanan kemenangan Aleksander II.[125] Menurut Bouché-Leclercq, Kleopatra II yang mungkin mendorong pengabaian Aleksander II oleh Mesir dan pembentukan aliansi antara Ptolemaios VIII dan Antiokhos VIII yang meliputi pernikahan dinasti Raja Suriah dan Tryphaena.[121]
^Keterkaitan stater emas dengan tindakan penistaan hanya dapat diterima jika catatan Yustinus lebih dipilih daripada Diodorus Siculus, karena ia menyatakan bahwa AleksanderII ditangkap hanya dua hari setelah menjarah kuil, memberi Raja tidak ada waktu untuk mencetak mata uang logamnya.[62]
Anson, Edward M. (2015). Eumenes of Cardia: A Greek among Macedonians. Mnemosyne, Supplements, History and Archaeology of Classical Antiquity. 383 (edisi ke-second). Brill. ISBN978-9-004-29717-3. ISSN2352-8656.
{{cite journal|last=Bellinger|first=Alfred R.|year= 1949|title=The End of the Seleucids|journal=Transactions of the Connecticut Academy of Arts and Sciences|publisher=Connecticut Academy of Arts and Sciences|volume=38|oclc=4520682|ref=CITEREFBellinger1949
Dahmen, Karsten (2007). The Legend of Alexander the Great on Greek and Roman Coins. Routledge. ISBN978-1-134-15971-0.
Diodorus Siculus (1984) [c. 20 BC]. Diodorus of Sicily in Twelve Volumes. Loeb Classical Library. 423. Diterjemahkan oleh Walton, Francis R. Harvard University Press. ISBN978-0-434-99423-6.
Ehling, Kay (1998). "Seleukidische Geschichte zwischen 130 und 121 v.Chr". Historia: Zeitschrift für Alte Geschichte (dalam bahasa Jerman). Franz Steiner Verlag. 47 (2): 141–151. ISSN0018-2311. JSTOR4436499.
Erickson, Kyle (2013). "Seleucus I, Zeus and Alexander". Dalam Mitchell, Lynette; Melville, Charles. Every Inch a King: Comparative Studies on Kings and Kingship in the Ancient and Medieval Worlds. Rulers & Elites. 2. Brill. ISBN978-9-004-22897-9. ISSN2211-4610.
Eusebius (1875) [c. 325]. Schoene, Alfred, ed. Eusebii Chronicorum Libri Duo (dalam bahasa Latin). 1. Diterjemahkan oleh Petermann, Julius Heinrich. Apud Weidmannos. OCLC312568526.
Eyal, Regev (2013). The Hasmoneans: Ideology, Archaeology, Identity. Journal of Ancient Judaism. Supplements. 10. Vandenhoeck & Ruprecht. ISBN978-3-525-55043-4. ISSN2198-1361.
Finkielsztejn, Gerald (1998). "More Evidence on John Hyrcanus I's Conquests: Lead Weights and Rhodian Amphora Stamps". Strata: Bulletin of the Anglo-Israel Archaeological Society. The Anglo-Israel Archaeological Society. 16. ISSN0266-2442.
Fleischer, Robert (1991). Studien zur Seleukidischen Kunst (dalam bahasa Jerman). I: Herrscherbildnisse. Verlag Philipp von Zabern. ISBN978-3-805-31221-9.
Grainger, John D. (1997). A Seleukid Prosopography and Gazetteer. Mnemosyne, Bibliotheca Classica Batava. Supplementum. 172. Brill. ISBN978-9-004-10799-1. ISSN0169-8958.
Hallo, William W. (1996). Origins. The Ancient Near Eastern Background of Some Modern Western Institutions. Studies in the History and Culture of the Ancient Near East. 6. Brill. ISBN978-90-04-10328-3. ISSN0169-9024.
Hoover, Oliver D.; Iossif, Panagiotis (2009). "A Lead Tetradrachm of Tyre from the Second Reign of Demetrius II". The Numismatic Chronicle. Royal Numismatic Society. 169. ISSN0078-2696.
Houghton, Arthur; Lorber, Catherine; Hoover, Oliver D. (2008). Seleucid Coins, A Comprehensive Guide: Part 2, Seleucus IV through Antiochus XIII. 1. The American Numismatic Society. ISBN978-0-980-23872-3. OCLC920225687.
Jacobson, David M. (2013a). "Military Symbols on the Coins of John Hyrcanus I". Strata: Bulletin of the Anglo-Israel Archaeological Society. The Anglo-Israel Archaeological Society. 31. ISSN0266-2442.
Jacobson, David M. (2013b). "The Lily and the Rose: A Review of Some Hasmonean Coin Types". Near Eastern Archaeology. The American Schools of Oriental Research. 76 (1): 16–27. doi:10.5615/neareastarch.76.1.0016. ISSN2325-5404.
Josephus (1833) [c. 94]. Burder, Samuel, ed. The Genuine Works of Flavius Josephus, the Jewish Historian. Diterjemahkan oleh Whiston, William. Kimber & Sharpless. OCLC970897884.
Justin (1742) [c. 200 AD]. Justin's History of the World. Translated into English. With a Prefatory Discourse, Concerning the Advantages Masters Ought Chiefly to Have in Their View, in Reading and Ancient Historian, Justin in Particular, with their Scholars. By a Gentleman of the University of Oxford. Diterjemahkan oleh Turnbull, George. T. Harris. OCLC27943964.
Justin; Cornelius Nepos; Eutropius (1853) [c. 200 AD (Justin), c. 25 BC (Nepos), c. 390 AD (Eutropius)]. Justin, Cornelius Nepos, and Eutropius, Literally Translated, with Notes and a General Index. Bohn's Classical Library. 44. Diterjemahkan oleh Watson, John Selby. Henry G. Bohn. OCLC20906149.
Justin (1994) [c. 200 AD]. Develin, Robert, ed. Justin: Epitome of the Philippic History of Pompeius Trogus. With Introduction and Explanatory Notes. American Philological Association Classical Resources Series. 3. Diterjemahkan oleh Yardley, John C. Scholars Press. ISBN978-1-555-40950-0.
Justin (1997) [c. 200 AD]. Heckel, Waldemar, ed. Epitome of the Philippic History of Pompeius Trogus. Clarendon Ancient History Series. I. Books 11-12, Alexander the Great. Diterjemahkan oleh Yardley, John C. Clarendon Press. ISBN978-0-198-14907-1.
Kanael, Baruch (1952). "The Greek Letters and Monograms on the Coins of Jehohanan the High Priest". Israel Exploration Journal. Israel Exploration Society. 2 (3): 190–194. ISSN0021-2059. JSTOR27924485.
Kosmin, Paul J. (2014). The Land of the Elephant Kings: Space, Territory, and Ideology in the Seleucid Empire. Harvard University Press. ISBN978-0-674-72882-0.
Kuhn, Adolf (1891). Beiträge zur Geschichte der Seleukiden vom Tode Antiochos VII. Sidetes bis auf Antiochos XIII. Asiatikos 129–64 V. C (dalam bahasa Jerman). Altkirch i E. Buchdruckerei E. Masson. OCLC890979237.
Lenzo, Giuseppina (2015). "A Xoite Stela of Ptolemy VIII Euergetes II with Cleopatra II and Cleopatra III (British Museum EA 612)". The Journal of Egyptian Archaeology. Sage Publishing in Association with Egypt Exploration Society. 101 (1): 217–237. doi:10.1177/030751331510100111. ISSN0307-5133.
Letronne, Jean-Antoine (1842). Recueil des inscriptions grecques et latines de l'Égypte (dalam bahasa Prancis). Deuxième. L'Imprimerie Royal. OCLC83866272.
Maritz, Jessie (2016) [2004]. "The Face of Alexandria – the Face of Africa?". Dalam Hirst, Anthony; Silk, Michael. Alexandria, Real and Imagined. Publications of the Centre for Hellenic Studies, King's College London. Routledge. ISBN978-1-351-95959-9.
McGing, Brian C. (2010). Polybius' Histories. Oxford University Press. ISBN978-0-199-71867-2.
Mitford, Terence Bruce (1959). "Helenos, Governor of Cyprus". The Journal of Hellenic Studies. The Society for the Promotion of Hellenic Studies. 79: 94–131. doi:10.2307/627925. ISSN0075-4269. JSTOR627925.
Mørkholm, Otto (1975). "Ptolemaic Coins and Chronology: The Dated Silver Coinage of Alexandria". Museum Notes. The American Numismatic Society. 20. ISSN0145-1413.
Mørkholm, Otto (1983). "A Posthumous Issue of Antiochus IV of Syria". The Numismatic Chronicle. Royal Numismatic Society. 143: 62. ISSN0078-2696. JSTOR42665167.
Ogden, Daniel (1999). Polygamy, Prostitutes and Death: The Hellenistic Dynasties. Duckworth with the Classical Press of Wales. ISBN978-0-715-62930-7.
Otto, Walter Gustav Albrecht; Bengtson, Hermann (1938). Zur Geschichte des Niederganges des Ptolemäerreiches: ein Beitrag zur Regierungszeit des 8. und des 9. Ptolemäers. Abhandlungen (Bayerische Akademie der Wissenschaften. Philosophisch-Historische Klasse) (dalam bahasa Jerman). 17. Verlag der Bayerischen Akademie der Wissenschaften. OCLC470076298.
Pestman, Pieter Willem (1993). The Archive of the Theban Choachytes (second Century B.C.): A Survey of the Demotic and Greek Papyri Contained in the Archive. Studia Demotica. 2. Peeters Publishers. ISBN978-9-068-31489-2. ISSN1781-8575.
Rice, Ellen E (2010) [2006]. "Alexander III the Great 356-323 BC". Dalam Wilson, Nigel. Encyclopedia of Ancient Greece. Routledge. ISBN978-1-136-78800-0.
Romm, James, ed. (2005). Alexander The Great: Selections from Arrian, Diodorus, Plutarch, and Quintus Curtius. Diterjemahkan oleh Romm, James; Mensch, Pamela. Hackett Publishing Company. ISBN978-1-603-84062-0.
Sartre, Maurice (2009) [2006]. Histoires Grecques: Snapshots from Antiquity. Revealing Antiquity. 17. Diterjemahkan oleh Porter, Catherine. Harvard University Press. ISBN978-0-674-03212-5.
Schürer, Emil (1973) [1874]. Vermes, Geza; Millar, Fergus; Black, Matthew, ed. The History of the Jewish People in the Age of Jesus Christ. I (edisi ke-2014). Bloomsbury T&T Clark. ISBN978-1-472-55827-5.
Seeman, Chris (2013). Rome and Judea in Transition: Hasmonean Relations with the Roman Republic and the Evolution of the High Priesthood. American University Studies: Theology and Religion. 325. Peter Lang Publishing. ISBN978-1-433-12103-6. ISSN0740-0446.
Shatzman, Israel (2012). "The Expansionist Policy of John Hyrcanus and his Relations with Rome". Dalam Urso, Gianpaolo. Iudaea Socia, Iudaea Capta: Atti del Convegno Internazionale, Cividale del Friuli, 22–24 Settembre 2011. I Convegni Della Fondazione Niccolò Canussio. 11. Edizioni ETS. ISBN978-8-846-73390-0. ISSN2036-9387.
Shayegan, M. Rahim (2003). "On Demetrius II Nicator's Arsacid Captivity and Second Rule". Bulletin of the Asia Institute. New. Asia Institute. 17: 83–103. ISSN0890-4464. JSTOR24049307.
Spaer, Arnold (1984). "Ascalon: from Royal Mint to Autonomy". Dalam Houghton, Arthur; Hurter, Silvia; Mottahedeh, Patricia Erhart; Scott, Jane Ayer. Festschrift für Leo Mildenberg : Numismatik, Kunstgeschichte, Archäologie. Editions NR. ISBN978-9-071-16501-6.
Winterbottom, Michael (2006). "J. C. Yardley, Justin and Pompeius Trogus: A Study of the Language of Justin's Epitome of Trogus, Phoenix: Supplementary Volume XLI (Toronto, Buffalo and London: University of Toronto Press, 2003), XVII + 284 pp.". International Journal of the Classical Tradition. Springer. 12 (3). ISSN1073-0508. JSTOR30222069.
Wright, Nicholas L. (2005). "Seleucid Royal Cult, Indigenous Religious Traditions and Radiate Crowns: The Numismatic Evidence". Mediterranean Archaeology. Sydney University Press. 18: 81. ISSN1030-8482.
Wright, Nicholas L. (2008). "From Zeus to Apollo and Back Again: a Note on the Changing Face of Western Seleucid Coinage". Journal of the Oriental Society of Australia. Oriental Society of Australia. 39–40 (part 2): 537–538. ISSN0030-5340.
Wright, Nicholas L. (2012). Divine Kings and Sacred Spaces: Power and Religion in Hellenistic Syria (301–64 BC). British Archaeological Reports (BAR) International Series. 2450. Archaeopress. ISBN978-1-407-31054-1.
Yardley, John C. (2003). Justin and Pompeius Trogus: A Study of the Language of Justin's Epitome of Trogus. Phoenix: Journal of the Classical Association of Canada. 41. Supplementary Volume. University of Toronto Press. ISBN978-0-802-08766-9. ISSN0079-1784.