Basileus (bahasa Yunani: βασιλεύς),[n 1] jamak basileis, (bahasa Yunani: βασιλεῖς)[n 2] adalah gelar dari bahasa Yunani yang diperuntukkan untuk kepala monarki. Dalam standard modern, basileus memiliki makna ambigu lantaran dapat disepadankan dengan "pangeran", "raja", atau "kaisar/maharaja". Gelar ini secara resmi pernah digunakan oleh Kaisar Romawi Timur dan raja-raja Yunani modern.
Padanan perempuan dari gelar ini adalah basilissa (βασίλισσα), basileia (βασίλεια), basilis (βασιλίς), atau bentuk kuno basilinna (βασιλίννα). Makna gelar ini juga mengikuti gelar basileus. Bila basileus bermakna raja, maka basilissa bermakna ratu. Jika basileus adalah kaisar atau maharaja, maka basilissa bermakna maharani.[1] Umumnya perempuan yang menyandang gelar basilissa berstatus sebagai permaisuri atau istri penguasa, meski ada juga yang berstatus sebagai penguasa itu sendiri.
Etimologi
Tidak diketahui secara pasti asal makna kata basileus. Dalam bahasa Mikenai dieja *gʷasileus (Linear B: qa-si-re-u) dan digunakan untuk menunjuk pada semacam pejabat pengadilan atau kepala suku setempat, tetapi bukan raja yang sebenarnya. Bentuk Proto-Yunani dari gelar ini diperkirakan adalah *gʷatileus.[2] Beberapa ahli bahasa berasumsi bahwa kata ini berasal dari bahasa prasejarah yang sudah ada sebelumnya di Mediterania Timur, kemudian diadopsi oleh orang Yunani Zaman Perunggu.[3]
Penggunaan
Masa awal
Selain basileus, gelar lain yang digunakan untuk penguasa oleh bangsa Yunani adalah wanax (ϝάναξ) dan digunakan pada masa Peradaban Mikenai. Dalam karya Homeros, wanax dieja anax dan lebih sering digunakan untuk merujuk pada Dewa Zeus. Penguasa dari kalangan manusia yang disebut menggunakan gelar ini di antaranya adalah Agamemnon. Para pemimpin bangsa Yunani dalam karya Homeros kebanyakan disebut basileus. Anax sendiri mungkin menjadi atasan dari beberapa basileus, sehingga basileus dalam konteks ini lebih bermakna sebagai "pangeran" atau "kepala suku."
Setelahnya jatuhnya Peradaban Mikenai, wanax atau anax tidak lagi disebutkan dan basileus menjadi gelar tertinggi dalam masyarakat Yunani.
Sebuah studi oleh Robert Drews (1983) telah menunjukkan bahwa bahkan pada puncak masyarakat Geometris dan Yunani Kuno, basileus tidak secara otomatis bermakna "raja". Di sejumlah tempat, otoritas dijalankan oleh sebuah kumpulan basileus yang diambil dari klan atau kelompok tertentu, dan jabatan itu memiliki batasan masa jabatan. Namun, basileus juga dapat digunakan untuk merujuk pada pemimpin turun-temurun dari negara-negara kesukuan, seperti pada bangsa Arkadia dan Messinia. Dalam konteks ini, basileus mendekati arti kata "raja".
Zaman Klasik
Pada Zaman Klasik, sebagian besar negara-negara Yunani lebih memilih bentuk pemerintahan demokrasi atau oligarki. Di negara kota Athena klasik, arkhon basileus bertugas untuk mengawasi lembaga ritus keagamaan dan memimpin persidangan untuk pembunuhan.[4]Arkhon basileus dipilih dari kalangan bangsawan Athena dan memiliki batas waktu jabatan.
Di tempat lain, ada juga yang menggunakan sistem dinasti turun-temurun dengan basileus sebagai gelar resmi pemimpin mereka, seperti Sparta, Kirene, dan Makedonia. Bangsa Yunani juga menggunakan gelar basileus untuk menyebut para pemimpin suku non-Yunani, seperti penguasa Trakia dan Illiria. Penguasa Iran menyandang gelar xšāyaθiya xšāyaθiyānām (Raja Diraja) dan gelar ini diterjemahkan dalam bahasa Yunani sebagai Megas Basileus (Basileus Agung) atau Basileus Basileōn. Aristoteles memberi pembedaan bahwa basileus adalah penguasa yang dibatasi hukum. Untuk penguasa absolut, digunakan gelar arkhon atau tyrannos.
Basileus dan megas basileus digunakan oleh Aleksander Agung dan penerusnya di Makedonia, Mesir, dan Asia (Seleukia, Attalidon, dan Pontos). Pada masa ini, basileus dapat disepadankan sepenuhnya dengan "raja".
Romawi
Pada masa Romawi, gelar basileus digunakan secara luas oleh penutur bahasa Yunani di Mediterania Timur untuk merujuk pada Kaisar Romawi.[5] Namun karena masih dipandang sebatas setara dengan raja, gelar ini secara resmi tidak digunakan oleh Kaisar Romawi, tetapi untuk merujuk pada para raja dari negara protektorat Romawi di kawasan timur. Gelar Kaisar Romawi secara resmi awalnya adalah Caesar Augustus dalam bahasa Latin yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani sebagai Kaisar Sebastos atau Kaisar Augoustos dan Imperator dalam bahasa Latin yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani sebagai Autokrator.
Namun pada abad ke-4 M, basileus digunakan secara khusus untuk penguasa yang kedudukannya dipandang setara dengan Kaisar Romawi, yakni Raja Diraja Iran dan, pada tingkat yang lebih rendah, penguasa Aksum.[6] Romawi, Iran, dan Aksum dipandang sebagai negara adidaya pada masa itu, selain Tiongkok di Asia Timur.[7] Hal ini menjadikan basileus menjadi berkonotasi sebagai "kaisar". Saat Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada abad ke-5 M, para penguasa setelahnya tidak disebut sebagai basileus dalam bahasa Yunani, tetapi rēx atau rēgas yang merupakan turunan dari bahasa Latin rex "raja".[5]
Penggunaan resmi pertama kali basileus Rhomaíōn yang terdokumentasikan justru berasal dari Iran, yakni pada surat dari Khosrau II untuk Kaisar Maurikius. Khosrau II menyapa Maurikius dengan gelar Yunani basileus Rhomaíōn, bukan gelarnya dalam bahasa Persia Tengah kēsar-i Hrōm sebagaimana tradisi. Khosrau II sendiri menyebut dirinya sebagai Persōn basileus (Basileus Persia), bukan Basileus Basileōn seperti penggunaan resmi pada masa-masa sebelumnya.[8] Ini menandakan bahwa gelar basileus sudah dipandang sebagai padanan dari maharaja, kaisar, atau raja diraja, sehingga tidak perlu lagi menggunakan imbuhan megas (agung) atau pengulangan (basileus basileōn) sebagaimana pada masa-masa sebelumnya.
Basileus secara resmi menjadi gelar resmi dari Kaisar Romawi, dibuktikan dengan Kaisar Heraklius yang menggunakan gelar ini pada suratnya yang ditujukan untuk Raja Diraja Iran Kawad II pada tahun 628 M. Akhirnya dalam undang-undang yang diumumkan pada 21 Maret 629, gelar bahasa Latin dihilangkan sama sekali, dan formula sederhana πιστὸς ἐν Χριστῷ βασιλεύς, "setia dalam Kaisar Kristus" digunakan sebagai gantinya.[9] Penetapan ini dipandang sebagai hampir sempurnanya proses helenisasi dari Kekaisaran Romawi saat itu.[10] Namun gelar kaisar dalam bahasa Latin masih tetap terus digunakan dalam koin, kecuali pada koin perak pada masa Kaisar Leo III dan pada koin emas pada masa Konstantinus VI.[5]
Di antara para penguasa Kristen, awalnya hanya penguasa yang bertakhta di Konstantinopel saja yang disebut basileus. Namun saat Irene naik takhta Romawi pada 797, Paus menganggap posisi kaisar kosong karena perempuan dipandang tidak sah menjadi kaisar. Akhirnya Paus Leo III memahkotai Karel sebagai Kaisar Romawi pada 800 M di Roma.[11] Setelah kontroversi selama beberapa tahun, pihak Konstantinopel akhirnya mengakui Karel sebagai basileus, tetapi tanpa imbuhan "Romawi", sedangkan kaisar di Konstantinopel sendiri memasukkan kata "Romawi" ke dalam gelar resmi mereka sehingga menjadi Basileus Romawi (βασιλεύς Ῥωμαίων), tidak sekadar basileus seperti sebelumnya, untuk menekankan legitimasi Romawi mereka. Hal ini terus digunakan sampai jatuhnya Kekaisaran Romawi Timur.[5][11]
Pada masa-masa setelahnya, beberapa penguasa Kristen juga disebut menggunakan basileus dalam bahasa Yunani. Simeon I menyatakan diri sebagai Basileus bangsa Bulgaria dan Romawi, tetapi pihak Konstantinopel hanya mengakuinya sebagai Basileus bangsa Bulgaria. Secara tidak resmi, basileus juga digunakan untuk merujuk pada para Raja Prancis, Raja Sisilia, Kaisar Bulgaria, Kaisar Latin, dan Kaisar Trebizond. Basileus juga digunakan untuk merujuk penguasa besar dari kalangan non-Kristen, seperti Timur Lenk dan Mehmed II (Muhammad Al-Fatih).[5]
Yunani modern
Setelah masa Romawi, gelar basileus kembali bermakna "raja". Perubahan ini sebenarnya telah dimulai dalam penggunaan informal dalam karya-karya beberapa penulis Bizantium klasik. Gelar ini dieja vasilefs (Βασιλεὺς) dalam Yunani modern. Dalam Konferensi London 1832, diputuskan bahwa negara Yunani baru berbentuk monarki. Penguasa pertamanya, Otto, bergelar Vasilefs tes Elládos (Βασιλεὺς τῆς Ἑλλάδος), yang bermakna "Raja Yunani".
Basilissa
Padanan perempuan untuk gelar basileus adalah basilissa (βασίλισσα), basileia (βασίλεια), basilis (βασιλίς), atau bentuk kuno basilinna (βασιλίννα). Perempuan biasanya menyandang gelar ini melalui pernikahan, yakni sebagai istri basileus. Meski demikian, ada juga perempuan yang menjadi basilissa atas namanya sendiri.
Basilinna adalah gelar untuk istri arkhon basileus. Salah satu tugas terpenting dari basilinna adalah menjalani ritual pernikahan dan bersetubuh dengan Dewa Dionisos dalam perayaan Anthesteria, dengan arkhon basileus menjalankan peran sebagai Dionisos.[12][13]Basilinna juga bertanggung jawab untuk memberikan sumpah kepada gerarai, pendeta wanita Dionisos yang tampaknya ditunjuk oleh arkhon basileus.[14]
Ejaan modern untuk gelar ini adalah vasílissa (Βασίλισσα). Para permaisuri Raja Yunani modern secara resmi menyandang gelar ini.
Beberapa perempuan yang secara resmi menjadi penguasa juga menyandang gelar basilissa, seperti Kleopatra VII yang berkuasa pada abad pertama SM. Setelah Irene naik takhta Romawi pada 797, dia menggunakan basileus dalam beberapa kesempatan sebagaimana kaisar laki-laki. Meski demikian, dia lebih sering menggunakan gelar basilissa sebagaimana saat dia masih berstatus sebagai permaisuri kaisar.[15]
^Chrysos, Evangelos K. (1978), "The Title ΒΑΣΙΛΕΥΣ in Early Byzantine International Relations", Dumbarton Oaks Papers, Dumbarton Oaks, 32: 35, 42, doi:10.2307/1291418, JSTOR1291418
^Chrysos, Evangelos K. (1978), "The Title ΒΑΣΙΛΕΥΣ in Early Byzantine International Relations", Dumbarton Oaks Papers, Dumbarton Oaks, 32: 70, doi:10.2307/1291418, JSTOR1291418
^Chrysos, Evangelos K. (1978), "The Title ΒΑΣΙΛΕΥΣ in Early Byzantine International Relations", Dumbarton Oaks Papers, Dumbarton Oaks, 32: 31, doi:10.2307/1291418, JSTOR1291418
^Chrysos, Evangelos K. (1978), "The Title ΒΑΣΙΛΕΥΣ in Early Byzantine International Relations", Dumbarton Oaks Papers, Dumbarton Oaks, 32: 32, doi:10.2307/1291418, JSTOR1291418
^Liz James, "Men, Women, Eunuchs: Gender, Sex, and Power" in "A Social History of Byzantium" (J. Haldon, ed.) hlm. 45,46; terbit 2009; ISBN978-1-4051-3241-1
Daftar pustaka
Dillon, Matthew (2002). Women and Girls in Classical Greek Religion. New York: Routledge. ISBN0415202728.
Jochem Schindler, "On the Greek type hippeús" in Studies Palmer ed. Meid (1976), 349–352.
Robert Drews, Basileus. The Evidence for Kingship in Geometric Greece, Yale (1983).
Robertson, Noel (1993). "Athens' Festival of the New Wine". Harvard Studies in Classical Philology. 95. doi:10.2307/311383. JSTOR311383.