Yamnia atau bisa juga disebut Yabneh atau Yavneh (Ibrani: יַבְנֶה) (bahasa Arab: ياڨني يبنة, Yibnah) adalah sebuah kota di sebelah selatanYope, tempat kumpulan guru-guru Yahudi.[2]
Konsili Yamnia
Pada tahun 1871, Heinrich Graetz adalah orang yang pertama kali menyimpulkan bahwa telah berlangsung Konsili Yamnia yang telah menetapkan kanon Yahudi pada akhir abad pertama (ca 70–90). Teori ini menjadi konsensus keilmuan yang berlaku pada hampir sepanjang abad ke-20. Dikatakan bahwa Yamnia merupakan pusat dari YudaismeFarisi.[3] Setelah tahun 70 Masehi, yaitu setelah Bait Suci Kedua dihancurkan, Rabban Yochanan Ben Zakkai memindahkan Sanhedrin ke Yamnia dan mereka yang berpegang pada teori ini meyakini bahwa Konsili Yamnia (Pertemuan Yamnia) diadakan di sana. Menurut teori ini, sejak itu guru-guru Yahudi mengadakan pertemuan di kota tersebut dan menggantikan Sanhedrin namun tanpa sistem pemerintahan resmi.[2]Sanhedrin dikatakan meninggalkan Yamnia dan pindah ke kota Usha pada tahun 80 M dan kembali lagi ke sana pada tahun 116 M.
Yang memegang teori ini berpendapat bahwa kanon Alkitab Ibrani ditetapkan di sini,[2] sehingga Pertemuan Yamnia dianggap sebagai bagian penting dalam perkembangan Alkitab secara keseluruhan.[4] Dikatakan bahwa pada periode Yamnia sampai tahun 135 Masehi, ketika perlu adanya kesepakatan untuk menentukan sikap terhadap kehancuran Yerusalem dan Bait Allah serta pembangunan kembali Yudaisme yang baru dan sejati, kedudukan kitab-kitab seperti Yesus bin Sirakh dipersoalkan.[2] Kemudian pada abad pertama sesudah Masehi, para rabi berkumpul di Yamnia untuk membicarakan kitab-kitab mana yang harus dianggap kitab suci seperti Kitab Yehezkiel dan Kidung Agung.[3] Pada saat berkumpulnya mereka, para rabi menentukan kitab-kitab yang masuk ke dalam kanon Yahudi/Ibrani.[3]
Pada masa kini, teori tentang adanya Konsili Yamnia ini didiskreditkan secara luas.[5][6][7][8]