Sandeq

Sandeq di Majene

Sandeq adalah jenis perahu layar bercadik yang digunakan oleh nelayan dari suku Mandar untuk melaut atau sebagai alat transportasi antarpulau. Ukuran sandeq bervariasi, dengan lebar lambung berkisar antara 0,5–1 meter dan panjang 5–15 meter, dengan daya angkut mulai dari beberapa ratus kilogram hingga 2 ton lebih, bentuknya yang ramping menjadikannya lebih lincah dan lebih cepat dibandingkan dengan perahu layar lainnya. Nama Sandeq berasal dari bahasa Mandar yang berarti runcing. Perahu ini sangat masyhur sebagai warisan kebudayaan bahari Masyarakat Mandar, Provinsi Sulawesi Barat, Indonesia. Sebelum penggunaan motor (mesin), Sandeq menjadi salah satu alat transportasi antar pulau paling dominan sebab selain lincah dan cepat, sandeq juga dapat berlayar melawan arah angin, yaitu dengan teknik berlayar zigzag (dalam bahasa Mandar disebut sebagai "Makkarakkayi"). Setiap tahun diadakan lomba perahu Sandeq di Sulawesi Barat. Sebenarnya nelayan Mandar membuat banyak jenis perahu baik ukuran kecil maupun besar, namun Sandeq satu satunya perahu yang sepenuhnya menggunakan tenaga angin dan masih digunakan di Sulawesi Barat saat ini.

Sandeq, perahu tradisional Mandar merupakan warisan leluhur sebagai sarana para nelayan untuk mencari ikan di laut sebagai mata pencaharian, sebagai sarana transportasi para pedagang pada masa silam mengarungi lautan untuk menjual hasil bumi.

Sandeq juga sanggup bertahan menghadapi angin dan gelombang saat mengejar kawanan ikan tuna. Saat musim ikan terbang bertelur, nelayan menggunakan sandeq untuk memasang perangkap telur dari rangkaian daun kelapa dan rumput laut, atau berburu rempah-rempah hingga Ternate dan Tidore untuk dibawa ke bandar Makassar.

Dahulu, dilombakan Saat libur melaut karena kendala cuaca, nelayan Mandar biasa mengisi waktu dengan menggelar lomba sandeq. Lomba hanya mengadu kemampuan manuver. Setiap sandeq harus memutari area yang dibatasi tiga titik. Lomba ini membutuhkan kejelian membaca angin dan menentukan teknik manuver. Di sini nelayan diuji kepiawaian sebagai passandeq.

Kini hanya difungsikan untuk lomba perahu yang belakangan populer dengan “Sandeq race” sebagai agenda tahunan menjelang HUT Proklamasi. Beberapa event perlombaan pun kerap digelar untuk membuktikan ketangguhan perahu ini (Horst H. Liebner, peneliti sandeq asal Jerman, menilai, tidak ada perahu tradisional yang sekuat dan secepat sandeq yang menjadi perahu tradisional tercepat di Austronesia). Lomba sandeq masih bisa disaksikan hingga saat ini dalam Sandeq Race, seperti digelar pertengahan Agustus lalu dengan mengambil rute Mamuju di Sulawesi Barat ke Makassar di Sulawesi Selatan dengan jarak tempuh 300 mil laut.

Bentuk

Sandeq merupakan perahu layar bercadik khas suku Mandar. Karena itu, bentuknya memiliki ciri khas tertentu yang membedakannya dengan jenis perahu layar bercadik lainnya. Panjang sandeq antara 9–16 meter dengan lebar 0,5–1 meter. Cadik yang terbuat dari bambu terpasang pada lambung kiri dan kanan sandeq sebagai penyeimbang. Sandeq memiliki layar berbentuk segitiga dengan maksud untuk menangkap dorongan angin sehingga pergerakannnya cepat. Bentuk sandeq membuatnya mampu bergerak dengan kecepatan 15–20 Knot atau 30–40 km/jam.

Jenis

Sandeq pangoli

Sandeq pangoli dipakai untuk menangkap ikan dekat pinggir karang dan wilayah pertemuan arus dengan menarik umpan yang terbuat dari bulu ayam di belakang perahu. Tipe perahu ini dapat melaju dengan cepat serta dapat membalik haluannya dengan cepat agar dapat memburu ikan dan tidak kena karang.[1]

Sandeq paroppo

Sandeq paroppo dipakai untuk menangkap ikan di rumpon di lautan bebas. Tipe perahu ini cukup besar agar dapat memuat dua-tiga sampan yang diturunkan di rumpon guna meluas areal penangkapan. Dengan sandeq paroppo, para pelaut dapat membawa perbekalan untuk pelayaran yang berlangsung selama dua sampai lima hari. Sandeq paroppo dapat menahan ombak yang besar dan angin yang kencang di lautan bebas yang merupakan daerah penangkapan ikan itu.[1]

Sandeq potangnga

Sandeq potangnga dipakai untuk mengarungi laut lepas demi menangkap ikan dan mencari torani dan telurnya. Ukuran sandq potangnga sangat besar sehingga dapat memuat bekal dan peralatan yang diperlukan dalam mengarungi lautan selama dua-tiga pekan, terutama garam secukupnya untuk mengawetkan ikan. Sandeq potangnga sering terdapat tambahan beberapa "panggung" yang lebih tinggi daripada geladak lambung perahu yang terpasang kiri-kanan di belakang tiang. Penambahan ini bertujuan agar ombak tinggi yang biasanya ditemui di daerah penangkapan ikan takkan sempat mengganggu dan membasahi para pemancing.[1]

Referensi

  1. ^ a b c Liebner 2005, hlm. 36.

Daftar Pustaka

  • Horridge, Adrian. (2015). Perahu Layar Tradisional Nusantara. ISBN 978-602-258-217-5.
  • Liebner, Horst H. (2005), "Perahu-Perahu Tradisional Nusantara: Suatu Tinjauan Perkapalan dan Pelayaran", dalam Edi, Sedyawati, Eksplorasi Sumberdaya Budaya Maritim, Jakarta: Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Nonhayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan; Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Universitas Indonesia, hlm. 53–124