Bagan atau bagang (juga biasa disebut sebagai bagan apung) adalah suatu alat penangkapan ikan yang menggunakan jaring dan lampu sehingga alat ini bisa digunakan untuk light fishing (pemancingan cahaya) umumnya berbentuk pondok kecil apung yang dipasang di pinggiran atau tengah laut, yang berasal dari Indonesia.[1] Bagan diarungkan ke laut untuk menangkap ikan, cumi-cumi, dan udang, dan tetap berada di laut selama beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan. Hasil tangkapan akan diangkut ke darat menggunakan kapal lain.
Sejarah
Penangkapan ikan cahaya awal di nusantara mungkin muncul dengan munculnya lampu asetilena pada tahun-tahun awal abad ke-20.[2]
Bagan (bagang) pertama-tama diperkenalkan oleh orang-orang Makassar dan Bugis di Sulawesi Selatan dan Tenggara pada tahun 1950-an.[1] Versi ini mungkin menggunakan lampu uap parafin bertekanan tinggi yang diproduksi di Indonesia pada waktu itu.[2] Kemudian dalam waktu relatif singkat sudah dikenal hampir diseluruh daerah perikanan laut Indonesia dan dalam perkembangannya telah mengalami perubahan-perubahan bentuk.[1]
Deskripsi
Bagan terdiri dari komponen-komponen penting yaitu: jaring bagan, rumah bagan (anjang-anjang, kadang tanpa anjang-anjang), serok dan lampu. Jaring bagan umumnya berukuran 9 x 9 m, dengan mata jaring 0,5–1 cm, terbuat dari benang katun atau nilon. Jaring tersebut diikatkan pada bingkai berbentuk bujur sangkar yang terbuat dari bambu atau kayu. Rumah bagan (anjang-anjang) terbuat dari bambu / kayu yang berukuran bagian bawah berukuran 10 x 10 m, sedang bagian atas berukuran 9,5 x 9,5 m (bagan tancap). Pada bagian atas rumah bagan (pelataran bagan) terdapat alat penggulung (roller) yang berfungsi untuk menurunkan dan mengangkat jaring bagan pada waktu penangkapan. Penangkapan dengan bagan hanya dilakukan pada malam hari (light fishing) terutama pada hari gelap bulan dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan.[1]
Jenis
Bagan tancap
Bagan ini tidak dapat dipindahkan dan sekali dipasang (ditanam) berarti dioperasikan selama durasi musim penangkapan. Pada hari-hari gelap bulan, lampu dipasang (dinyalakan) sejak matahari terbenam dan ditempatkan pada jarak ± 1 m di atas permukaan air. Bila sudah banyak ikan berkumpul, kemudian dilakukan pengangkatan jaring dan begitu seterusnya diulang-ulang sampai mendapatkan hasil yang diharapkan. Hasil tangkapan umumnya jenis-jenis ikan kecil seperti: tembang (sardinella), teri, japuh (rainbow sardine), selar (yellowstripe scad), petek (leiognathidae), kerong-kerong (crescent grunter), kapas-kapas (gerres filamentosus), cumi-cumi, sotong, dll.[1]
Bagan rakit
Bagan rakit adalah jaring angkat yang dalam pengoperasiannya dapat dipindah-pindah di tempat-tempat yang diperkirakan banyak ikannya. Seperti halnya bagan tancap, pada bagan rakit ini juga terdapat anjang-anjang. Di kanan-kiri di bawah rumah bagan ditempatkan rakit dan bambu sebagai alas (landasan) rumah bagan sekaligus merupakan alat apung.[1]
Bagan perahu
Dibandingkan dengan bagan rakit, bentuk bagan perahu ini lebih sederhana dan lebih ringan sehingga memudahkan dalam pemindahan ke tempat-tempat yang dikehendaki. Bagan perahu ini terdiri dari dua perahu yang pada bagian depan dan belakang dihubungkan dengan dua batang bambu sehingga terbentuk bujur sangkar sebagai tempat mengantungkan jaring bagan.[3]
Bagan perahu beranjang-anjang
Ia mirip dengan bagan rakit, tetapi dengan dua perahu sebagai alat apung. Pada saat penangkapan ikan, bagan rakit, bagan perahu, atau bagan perahu beranjang-anjang berlabuh dengan menggunakan jangkar.[3]
Bagan berlayar
Sementara jenis bagan lainnya ditarik ke laut, bagan berlayar memiliki kemudi dan layar sendiri dan umumnya adalah perahu dengan panggung. Mereka biasanya versi yang lebih besar dari perahu dan kano lokal, misalnya yang berasal dari Sulawesi Barat memiliki lambung yang mirip dengan perahu sandeqMandar. Beberapa dari mereka memiliki ruangan kargo besar yang dibangun dengan papan, dipasang secara longgar dengan tongkat dan tali. Yang lain cantik dengan papan ramping dan haluan yang indah dan buritan seperti sebuah sapa (sope), sementara yang lain tidak memiliki busur sapa. Banyak dari mereka memiliki buritan, bibir perahu, dan geladak belakang (poop deck) yang didekorasi.[4]
Bagan berlayar terbaik memiliki tiang di setiap lambung (jika ia adalah katamaran) dan dua sistem layar paralel. Sistem layar pada bagan berlayar Indonesia Timur adalah sistem layar nade (gunter) atau lete (lateen), yang berasal dari Jawa dan Sulawesi menggunakan layar tanja. Mayoritas bagang berlayar dikemudikan menggunakan kemudi pusat besar yang ditempatkan secara vertikal, hanya sedikit yang memiliki kemudi samping (quarter rudder), tetapi dalam praktiknya layar memiliki efek yang lebih daripada kemudi.[2]
Genisa, Abdul Samad (1998). "Beberapa Catatan tentang Alat Tangkap Ikan Pelagik Kecil". Oseana . 23 : 19-34.
Horridge, Adrian (2015). Perahu Layar Tradisional Nusantara. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Terjemahan bahasa Indonesia dari Horridge, Adrian (1985). The Prahu: Traditional Sailing Boat of Indonesia, second edition. Oxford: Oxford University Press.