Perahu Mayang adalah sebuah jenis perahu nelayan dari Jawa, Indonesia. Tipe perahu ini digunakan umumnya untuk mencari ikan dan berdagang. Secara historis, perahu ini juga disukai oleh nakhoda Eropa dan pedagang swasta untuk berdagang di Hindia Belanda: 50% mereka menggunakan mayang dan pencalang.[1]:22 Kebanyakan digunakan di pesisir utara Jawa, tempat produksi utama mayang adalah di Rembang, Jawa Tengah.[2]
Etimologi
Nama mayang berasal dari payang (sejenis jala atau jaring yang ditarik dan diseret) yang digunakan oleh nelayan setempat. Dengan demikian nama tersebut dapat diterjemahkan sebagai "menggunakan payang".[3]
Deskripsi
Sebagian besar lambung Mayang dibangun menggunakan kayu jati. Bentuk lambungnya lebar, dengan dasar rata dan haluan dan buritan yang naik ke atas. Ia tidak bergeladak, tetapi beberapa memiliki "rumah" di tengah kapal. Mayang juga dibangun dengan sekat kedap air. Pada abad ke-18, Mayang dijelaskan memiliki awak 6 orang, panjang 9,15 hingga 12,2 meter; dengan muatan yang dapat diangkut sebesar 7,24 metrik ton.[2] Sebuah perahu dari tahun 1850 memiliki lebar 3 m, panjang 12 m, dan kedalaman 1 m. Setidaknya ada 9 kompartemen untuk menyimpan ikan (disebut petak), tiga di antaranya di depan tiang yang dipisahkan satu sama lain oleh dinding sekat. Semua papan dikuatkan oleh pasak ke dalam sekat.[4] Perahu mayang memiliki 1 tiang dengan layar berjenis tanja, lateen, atau layar cakar kepiting, dengan penggunaan layar tanja adalah yang paling umum. Ia dikemudikan menggunakan 1 kemudi aksial atau 2 kemudi kuartal (kemudi samping).[5] Untuk pertahanan, Mayang tidak memiliki meriam besar, tetapi memiliki 1 meriam putar dan 2 senapan.[6] Mayang modern juga dilengkapi dengan mesin, dan beberapa dari mereka juga memiliki lunas. Mayang modern memiliki panjang sekitar 10–15 m, lebar 2–3 m, dengan tinggi lambung 0,5–0,9 m. Tinggi tiang adalah 8–9 m, dengan luas layar sekitar 14x16 m.
Linggi (bagian terdepan rangka) tingginya sekitar 2,1 m, dengan lebar sekitar 1,2 m dan dihiasi dengan motif tradisional seperti bunga, kepala kuda, tokoh wayang dan tulisan dalam warna-warna cerah. Fitur yang mencolok adalah tiang tinggi dengan pembawon (bambu paling atas digunakan untuk mengikat layar, jika berlayar jenis tanja) yang sangat panjang. Untuk menggulung layar, bambu di bagian bawah layar yang disebut penggiling digunakan. Mayang memiliki draft dangkal yang membuatnya cocok untuk pergi ke pantai dan sungai. Layar besarnya mendorong perahu ini dengan kecepatan yang relatif tinggi, ketika angin tidak tersedia dayung dapat digunakan sebagai gantinya.[7]
Bentuk perahu ini bervariasi di setiap lokasi. Di Madura, mayang adalah perahu yang diperkenalkan. Mereka cukup sama dalam teknik pembuatan perahu jaring tetapi lebih lebar dan memiliki galah seperti tanduk yang membawa melampaui sisi-sisi perahu ke buritan untuk mendukung jaring. Mayang dari madura memiliki haluan yang kecil, sedangkan yang dari Jawa Timur memiliki busur besar datar berwarna cerah. Mayang Madura menggunakan layar lete Madura. Mayang Jawa Timur mengadopsi layar Madura, tetapi tiang layar yang tinggi, tali penahan layar, dan sisa dari sistem layar mayang lainnya tetap dipertahankan. Di pantai barat Jawa, haluan mayang cenderung lebih kecil. Di Rembang perahunya memiliki 2 tiang vertikal di belakang linggi depan dan disebut sebagai konting.[4]
Perahu payang, perahu nelayan dari semenanjung Malaya
Referensi
^Liebner, Horst H. (2005), "Perahu-Perahu Tradisional Nusantara: Suatu Tinjauan Perkapalan dan Pelayaran", dalam Edi, Sedyawati, Eksplorasi Sumberdaya Budaya Maritim, Jakarta: Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Nonhayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan; Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Universitas Indonesia, hlm. 53–124
^ abKnaap, G.J. (1996). Shallow Waters, Rising Tide – Shipping and Trade in Java around 1775. Leiden: KITLV Press.
^Pramono, Djoko (2005). Budaya Bahari. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 112–113. ISBN9792213767.
^ abHorridge, Adrian (2015). Perahu Layar Tradisional Nusantara. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Terjemahan bahasa Indonesia dari Horridge, Adrian (1985). The Prahu: Traditional Sailing Boat of Indonesia, second edition. Oxford: Oxford University Press.
^Barnes, Ruth (2015). Ships and the Development of Maritime Technology on the Indian Ocean. Routledge. hlm. 231. ISBN9781317793434.
^Knaap, Gerrit (1999). "Shipping and Trade in Java, c. 1775: A Quantitative Analysis". Modern Asian Studies. 33: 405–420.
^Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Pemprov DKI Jakarta (2017). Mayang, Perahu.