Layar tanja adalah jenis layar yang biasa digunakan oleh suku bangsa Austronesia lainnya, khususnya di Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Ia disebut sebagai tilted square sail, canted rectangular sail, rectangular balance lug, atau balance lug sail dalam bahasa Inggris.[1][2][3]:102-103[4]:608 Pada sumber-sumber sejarah, kadang-kadang layar tanja salah disebut dengan nama layar lateen atau layar persegi.[5]
Etimologi
Juga disebut layar tanjaq, tanjak, tanja', tanjung atau tanjong. Orang Mandar menyebutnya sombal tanjaq. Disebut demikian karena ketika angin bertiup bagian bawah layar (peloang) akan "mattanjaq" (harfiah: "menendang").[1][6] Pada catatan kolonial Inggris, ia kadang-kadang ditulis sebagai "lyre tanjong", sebuah kesalahan penyebutan layar tanjong.[7][1]
Sejarah
Ada beberapa teori berbeda mengenai asal usul layar tanja.
Layarnya mungkin merupakan turunan dari layar cakar kepiting berbentuk segitiga yang digunakan bangsa Austronesia yang lebih tua. Ini dikembangkan dari versi tiang tetap layar cakar kepiting dan secara fungsional identik, dengan satu-satunya perbedaan adalah bahwa tiang atas dan bawah layar tanja tidak menyatu menjadi satu titik di tepi depan.[8][9]
Menurut H. Warington Smyth, layar tanja Melayu merupakan adaptasi dan pengembangan layar persegi primitif, dengan bom (galah) di bagian kepala (atas) dan kaki (bawah). Orang Melayu memiringkan layar itu ke depan, untuk membawa tack-nya tepat ke dek, mengubah layar itu menjadi yang paling kuat dari layar pengangkat pada angin.[10]
Karakteristik
Layar tanja dapat dikenali dengan desainnya yang miring. Muka layar tidak simetris dan sebagian besar daerahnya memanjang ke samping, bukan ke atas seperti layar lug.
Buku abad ke-3 berjudul "Hal-Hal Aneh dari Selatan" (南州異物志) yang ditulis oleh Wan Chen (萬震) menjelaskan kapal-kapal besar milik orang K'un-lun.[catatan 1] Kapal-kapal itu disebut K'un-lun po (atau K'un-lun bo, 崑崙舶, artinya "kapal orang Kunlun [yang berkulit gelap]"). Ia menjelaskan desain layarnya sebagai berikut:
Keempat layar itu tidak menghadap ke depan secara langsung, tetapi diatur secara miring, dan diatur sedemikian rupa sehingga semuanya dapat diperbaiki ke arah yang sama, untuk menerima angin dan menumpahkannya. Layar-layar yang berada di belakang layar yang menghadap arah angin menerima tekanan angin, melemparkannya dari satu ke yang lain, sehingga mereka semua mendapat keuntungan dari kekuatannya. Jika sedang badai, (para pelaut) mengurangi atau memperbesar permukaan layar sesuai dengan kondisi. Sistem layar miring ini, yang memungkinkan layar untuk menerima angin dari satu dan lainnya, menghindarkan kecemasan yang terjadi ketika memiliki tiang tinggi. Dengan demikian kapal-kapal ini berlayar tanpa menghindari angin kencang dan ombak besar, dengan itu mereka dapat mencapai kecepatan tinggi. — Wan Chen, Nánzhōu Yìwùzhì (Hal-Hal Aneh dari Selatan)[11]:207[12]:262
Gambaran dari layar tanja dapat dilihat pada beberapa ukiran dari abad ke-9 di candi Borobudur. Bangsa Cina, Arab dan Eropa semasa pelayaran awal berbicara tentang layar tanja sebagai layar khas dari "Pulau-Pulau di Bawah Angin".
Penciptaan layar jenis ini membuat berlayar di sekitar pantai Barat Afrika menjadi memungkinkan, karena ia memiliki kemampuan berlayar melawan angin.[13]:191-192
Kegunaan
Selama dekade terakhir beberapa ekspedisi dengan kapal berlayar tanja telah membuktikan kemampuan mereka — misalnya perjalanan dari replika kapal Borobudur sepanjang sejarah rute perdagangan Samudra Hindia dari Indonesia ke Madagaskar, Ghana, dan mungkin mencapai sejauh Brasil.[14] Jenis kapal yang paling terkenal dengan layar tanja adalah perahu padewakang dari Sulawesi Selatan. Antara akhir abad ke-16 sampai awal abad ke-20 mereka secara rutin berlayar ke pantai utara Australia untuk mencari teripang. Dalam publikasi Belanda abad lalu ada gambar padewakang dengan layar penuh yang berjudul "Sebuah kapal bajak laut Sulawesi di Teluk Persia". Saat ini, layar ini hanya digunakan pada kapal nelayan kecil.[15]
Kebanyakan kapal dari Asia Tenggara dan Austronesia menggunakan layar tanja. Layar jenis ini mungkin telah membawa pelaut Nusantara sampai sejauh Afrika Barat pada suatu waktu di milenium pertama masehi,[16]:41 dengan kelayakannya dibuktikan dengan ekspedisi yang dilakukan oleh kapal replika yang menggunakan layar tersebut pada tahun 2003,[16]:31-32 dan ada kemungkinan mereka sampai ke dunia baru sekitar tahun 1420 M.[17][14] Kapal-kapal yang menggunakan layar tanja adalah:
^ abcHawkins, Clifford W. (1982). Praus of Indonesia. Nautical Books. hlm. 47.
^Liebner, Horst (November 1992). "Remarks on the terminology of boatbuilding and seamanship in some languages of Southern Sulawesi". Indonesia Circle. School of Oriental & African Studies. Newsletter. 21 (59-60): 18–44. doi:10.1080/03062849208729790.
^Hourani, George Fadlo (1951). Arab Seafaring in the Indian Ocean in Ancient and Early Medieval Times. New Jersey: Princeton University Press.
^Needham, Joseph (1971). Science and Civilisation in China: Volume 4, Physics and Physical Technology, Part III: Civil Engineering and Nautics. Cambridge: Cambridge University Press.
^Reid, Anthony (2000). Charting the Course of Early Modern Southeast Asia. Silkworm Books. ISBN9747551063.
^Smyth, H. Warington (May 16, 1902). "Boats and Boat Building in the Malay Peninsula". Journal of the Society of Arts. 50: 570–588 – via JSTOR.
^Temple, Robert (2007). The Genius of China: 3000 Years of Science, Discovery Invention. London: Andre Deutsch.
^Manguin, Pierre-Yves (1993). "Trading Ships of the South China Sea. Shipbuilding Techniques and Their Role in the History of the Development of Asian Trade Networks". Journal of the Economic and Social History of the Orient: 253–280.
^Johnstone, Paul (1980). The Seacraft of Prehistory. Cambridge: Harvard University Press.
^ abDick-Read, Robert (Juli 2006). "Indonesia and Africa: questioning the origins of some of Africa's most famous icons". The Journal for Transdisciplinary Research in Southern Africa. 2 (1): 23–45. doi:10.4102/td.v2i1.307.
^Tulisan dari peta Fra Mauro, 10-A13, bahasa Italia aslinya: "Circa hi ani del Signor 1420 una naue ouer çoncho de india discorse per una trauersa per el mar de india a la uia de le isole de hi homeni e de le done de fuora dal cauo de diab e tra le isole uerde e le oscuritade a la uia de ponente e de garbin per 40 çornade, non trouando mai altro che aiere e aqua, e per suo arbitrio iscorse 2000 mia e declinata la fortuna i fece suo retorno in çorni 70 fina al sopradito cauo de diab. E acostandose la naue a le riue per suo bisogno, i marinari uedeno uno ouo de uno oselo nominato chrocho, el qual ouo era de la grandeça de una bota d'anfora." [1]