Puri Agung Kesiman adalah salah satu puriKerajaan Badung dan kompleks bangunan puri tersebut telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya nasional sesuai SK Menteri No. PM.06/PW.007/MKP/2010. Puri Agung Kesiman terletak di Jl. W.R. Supratman, Banjar Dajan Tangluk, Desa Kesiman, Denpasar, Bali dan menurut akademisi Nyoman Wijaya, merupakan satu-satunya puri Kerajaan Badung yang tersisa.[1][2][3] Ahli waris Puri Agung Kesiman saat ini adalah Anak Agung Ngurah Gede Kusuma Wardana.[4]
Sejarah
Kerajaan Badung
Puri Agung Kesiman dibangun pada tahun 1779 oleh I Gusti Ngurah Made Pemecutan setelah Puri Satria dihancurkan oleh I Gusti Ngurah Rai, adik dari I Gusti Ngurah Made Pemecutan.[1] Namun sumber lain mengatakan bahwa Puri Agung Kesiman didirikan oleh I Gusti Gede Kesiman pada abad ke-19 usai I Gusti Ngurah Made Pemecutan membagi daerah kekuasaan kepada kedua anaknya, I Gusti Ngurah Gede dan I Gusti Gede Kesiman.[2]
Jatuhnya Badung ke Tangan Belanda
Awal kejatuhan Bali di tangan Belanda berawal dari Puri Agung Kesiman pada tahun 1841 di mana Raja Badung dari Puri Kesiman awalnya melarang rakyatnya di Serangan untuk melakukan tawan karang terhadap kapal Belanda Overijse yang terdampar walau pada akhirnya Raja Badung berpihak pada rakyatnya. Belanda melalui perwakilannya di Batavia tidak senang dengan pelaksanaan hukum tawan karang menafsirkan kegiatan tersebut sebagai sebuah perampokan. Hal ini membuat Belanda berupaya semakin keras agar juga mendapat keuntungan dari Bali. Perwakilan Belanda membuat naskah perjanjian yang menyatakan bahwa Kerajaan Badung merupakan milik pemerintah Belanda. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Raja Badung dari Kesiman dan Pemecutan pada 30 Juli 1841 tetapi tidak diketahui apakah kedua Raja Badung berada di bawah tekanan politik atau tidak saat menandatangani perjanjian tersebut. Dari sana Belanda perlahan berhasil menguasai kerajaan-kerajaan lainnya di Bali.[3]
Pada 18 September 1906 Puri Agung Kesiman diduduki Belanda setelah Raja Badung dari puri tersebut tewas dibunuh oleh mata-mata Belanda, seorang pembelot dari Kerajaan Badung yang tidak setuju dengan kebijakan Raja Badung tersebut untuk berperang melawan Belanda.[5] Pendudukan Puri Agung Kesiman berlatarkan penolakan para Raja Badung terkait pembayaran ganti rugi kepada Belanda atas hilangnya muatan kapal dagang berbendera Belanda Sri Kumala yang terdampar di Sanur. Para Raja Badung sebagai konsekuensinya harus menerima ganjaran dari Belanda dan sepakat untuk memerangi Belanda demi mempertahankan kedaulatan Kerajaan Badung. Perang ini kemudian dikenal sebagai Puputan Badung.[3][5]
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
I Gusti Ngurah Kusuma Yudha sebagai ahli waris Puri Agung Kesiman kala itu pernah menjadikan purinya sebagai markas perjuangan pemuda revolusioner pada periode Revolusi Fisik antara tahun 1945 hingga 1949. I Gusti Ngurah Kusuma Yudha sendiri juga tercatat sebagai salah satu pimpinan perjuangan kemerdekaan Indonesia di Bali. Dalam perjuangan tersebut, Puri Agung Kesiman pernah dikepung oleh tentara Jepang.[3]
Arsitektur
Berdasarkan rekaman video yang diunggah oleh akun YouTube WIJAYAPilem, di dalam kompleks Puri Agung Kesiman terdapat Pura Mrajan Agung yang dideskripsikan oleh narator sebagai sebuah "kapel", Pura Dalem Sakenan, dan Pura Luwur Uluwatu serta sebuah lahan yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan seperti odalan. Selain itu narator juga mengomentari kemiripan arsitektur Puri Agung Kesiman dengan arsitektur Majapahit.[5]