Kesultanan Kutai Kartanegara memiliki istana bernama Kedaton atau Keraton Kutai Kartanegara. Istilah “kedaton” berasal dari kata “kedatan”, demikian pula istilah “kraton”. berasal dari kata "kerajaan". Kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, yaitu istana atau tempat tinggal seorang raja. Dalam sejarahnya, pusat pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara telahmengenalsejumlahperpindahan,termasuksalahsatunyamasuk Tahun 1732 pindah dari Kutai Lama ke Pemarangan, kemudian tahun 1782 pindah lagi Tengarong.Perpindahankerajaan ke Tenggarong terjadi pada masa pemerintahan Aji Sultan Muhammad Sulaiman yang memerintahdaritahun 1845-1899. Bangunan keraton yang sekarang adalah yang dibangun oleh Aji Sultan Muhammad Parikesit (1920-1960), pada saat itu kekayaan kesultanan bertambahberkatadanyaroyalti pertambangan di Belanda. Padatahun 1936, Raja Aji Raja Muhammad Parikesit Bangun istana baru yang megah dan berbentengdengan beton. proyek renovasi Istana baru itudibuat oleh perusahaan Belanda bernama Hollandsche Beton Maatschappij (HBM) Batavia memilikikarya yang disutradarai oleh seorang arsitek bernama Estourgie. Aji Sultan Muhammad Parikesit adalah penguasaterakhir Kesultanan Kutai Kartanegara sebelum wilayah Kesultanan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di 1960. Kemudian, pada tanggal 18 Februari 1976, Pemerintah Daerah Kalimantan Timur telah menyerahkan kompleks gedung Kedaton Kutai Kartanegara kepada Kementerian Pendidikan dan kebudayaanakan dikelola dalamsebuah museum negarayangdisebutmuseum Mulawarman. 22 September 2001, PutraMahkota H. Pangeran Praboe Anum Surya Adiningrat dinobatkan sebagai Raja Kutai Kartanegara dengan gelar Raja HAM Salehuddin II.Pemerintah Kutai Kartanegara membangun keraton baru yang kemudian disebut "kedaton". Kutai Kartanegara, selesai pada tahun 2002, terletak tepat di samping masjid Jami' Aji Amir Hasanuddin dan memiliki motif arsitektur yang mengacu pada bentuk keraton Kesultanan Kutai Kartanegara pada masa pemerintahan Aji Sultan Muhammad Alimuddin.[2]