Pulau Kapoposang
Kapoposang (Bugis & Makassar: ᨀᨄᨘᨄᨘᨔ, translit. Kapupusang, har. 'yang terakhir, penghabisan, ujung') adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di gugusan Sub Kepulauan Kapoposang, Kepulauan Spermonde, perairan Selat Makassar dan secara administratif masuk pada wilayah Desa Mattiro Ujung, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulau Kapoposang merupakan pulau berpenghuni yang memiliki wilayah seluas 483.205,6737470 m2.[1] Pulau Kapoposang merupakan salah satu geosite atau situs geologi di Taman Bumi Global UNESCO Maros-Pangkep. Pulau ini juga merupakan bagian dari Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan dasar hukum penetapannya melalui Surat Keputusan Bupati Pangkajene dan Kepulauan Nomor 290 Tahun 2015 yang diterbitkan pada tanggal 2 Maret 2015. Batas-batasPulau Kapoposang merupakan salah satu pulau yang berstatus dusun dalam Desa Mattiro Ujung, terletak pada posisi 04°41'45,60" - 04°43'24,60" LS dan 118°57'7,20" - 118°59'2,40" BT. Pulau Kapoposang merupakan pulau terluar daerah administratif Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Kapoposang berasal dari kata puppu' dalam bahasa Bugis atau puppusu' dalam bahasa Makassar yang berarti habis atau bisa diartikan terluar. Batas-batas wilayah administrasi; Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Makassar; Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Mattiro Matae; Sebelah Selatan berbatasan dengan Perairan Kota Makassar; dan Sebelah Barat berbatasan dengan Liukang Kalmas dan Selat Makassar. Luas pulau Kapoposang 10 km² (termasuk wilayah perairan), merupakan salah satu lokasi Taman Wisata Alam Laut, menjadikan pulau ini sering dikunjungi oleh wisatawan asing maupun domestik. AksesibilitasPada tahun 2012, akses langsung ke Pulau Kapoposang tergolong sulit oleh tidak adanya kapal penumpang reguler ke pulau tersebut, untuk menjangkau pulau tersebut harus menumpang kapal reguler yang langsung ke Pulau Papandangang atau kapal nelayan yang membawa ikan yang berlabuh di kanal Pelabuhan Paotere dengan lama perjalanan kurang lebih 6 jam. Bagi pendatang untuk tujuan wisata biasanya melalui agen/operator wisata yang berpusat di Kota Makassar.[2] Saat ini telah ada rute yang diberlakukan secara reguler dari Kota Makassar menuju Pulau Kapoposang. Namun, sebelum menuju ke pulau ini, para pengunjung harus memiliki persiapan yang matang, mengingat jaraknya dari Kota Makassar sekitar 68 km dan bisa ditempuh dengan perahu motor dalam waktu kurang lebih 4 jam. Jasa sewa perahu untuk membawa ke tujuan, angkanya pada kisaran harga Rp1,2 juta-an. Harga tersebut belum termasuk untuk biaya yang lainnya, seperti makan dan minum. Namun jika biaya tersebut dirasa terlalu mahal maka ada alternatif lain guna memangkas biaya itu semua. Cara tersebut, yakni pengunjung bisa mendatangi daerah Pelabuhan Paotere yang ada di Kota Makassar. Kemudian, menyewa kapal tradisional yang ada di area kanal dan hanya berjarak 30 meter dari gerbang pelabuhan tersebut. Di sini pengunjung akan bertemu dengan kapal-kapal yang akan digunakan, dan dianjurkan menaiki kapal yang akan berlabuh menuju Pulau Gondong Bali, agar se-arah dengan tujuan para pengunjung. Biaya kapal tersebut hanya Rp25.000 dan para pengunjung harus mengetahui jadwal keberangkatan kapal tersebut. Destinasi wisataPulau Kapoposang merupakan salah satu destinasi wisata bahari favorit di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dan Sulawesi Selatan pada umumnya. Pulau ini berjarak kurang lebih 68 km dari Kota Makassar. Pulau ini ditinggali oleh berbagai suku, seperti Suku Makassar, Bugis, dan Mandar. Selain itu, Pulau Kapoposang ini disebut-sebut juga sebagai surga tempat diving terbaik yang ada di Indonesia. Pasalnya, tempat wisata ini memiliki keindahan bawah laut yang mengagumkan, selain itu pulau ini juga memiliki pasir putih yang bersih, ditambah dengan pemandangan air laut biru dan pohon kelapa, serta pohon cemara yang siap membuat para wisatawan merasakan keindahan yang begitu nyata. Tempat ini juga secara resmi dibagi menjadi 2 bagian kepulauan taman wisata perairan. Pertama, pulau yang berpenghuni, meliputi Pulau Pandangang, Pulau Gondong Bali, dan Pulau Kapoposang. Kedua, pulau yang tidak dihuni, yakni Pulau Saranti, Pulau Tambakulu, dan Pulau Pammanggangang. Jam operasional Pulau Kapoposang buka setiap hari selama 24 jam.[3]
Lingkungan di sekitar Pulau Kapoposang terbilang masih asli nan bersih, pengunjung akan sangat sulit menemukan sampah berserakan selama menyelusuri setiap tapak perjalanan di pulau ini. Bahkan penerangannya menggunakan tenaga surya, agar tidak merusak habitat aslinya. Sehingga tidak heran bila pulau ini, menyimpan pesona alam asri yang jauh dari kata kerusakan.[3]
Di tempat ini pengunjung dapat menemui 14 spot diving, diantaranya adalah Januar Point, Aquarium Point, dan Tanjung Point. Ke-14 spot diving ini terbagi menjadi dua kedalaman utama dengan tebing (wall) yang menakjubkan. Semisal di kedalaman 4-20 meter, yakni diantaranya spot Ian Point, Aquarium Point, dan Januar Point. Sementara spot kedalaman hingga 40 meter terdiri dari Shark Point, Killing Feald, Nakano Point, Turtel Point I, Turtel Point II, Tanjung I, dan Tanjung II. Apabila ingin menyelam, maka pengunjung bisa mendatangi beberapa titik andalan yang ada di sini untuk memperoleh spot yang menarik. Dari spot-spot itulah para penyelam bisa menyelam sekaligus melihat-lihat keindahan biota laut yang ada di pulau ini.[3]
Di sini terdapat satu spot untuk untuk bisa merasakan sensasi menyelam bersama hiu, yakni Shark Point. Sehingga pengunjung yang ingin menyelam bersama hiu bisa datang ke spot tersebut.[3]
Ekosistem bawah laut di pulau ini masih terjaga dengan baik. Para pengunjung yang menyelam di pulau ini akan menemukan terumbu karang, kima, penyu, dan jika beruntung akan bertemu dengan hiu paus.[3]
Fasilitas yang tersedia di sini meliputi bungalow, fasilitas berolahraga, penginapan, hingga fasilitas dive operator.[3] Pulau Kapoposang memiliki pantai pasir putih. Sarana dan prasarana di pulau ini berupa tempat ibadah, sarana olah raga, dan rest house. Kondisi lingkungan baik dan aman, dengan penataan ruang sudah ada dan lahan untuk pengembangan masih terbuka, spesies terumbu karang, spesies ikan karang langka, mercu suar, dan pohon langka (Santigi) yang dikelola oleh pemerintah daerah (Pemerintah Kabupaten Pangkep). Adapun waktu tempuh ke pulau ini sekitar 300 menit dengan perahu dari Dermaga Pangkajene atau Makassar 90 menit dengan speedboat. Pemerintah (Pemkab Pangkep) dan swasta (PT Makassar Tirta Wisata) punya saham/investasi, dengan bagi hasil di pulau ini. Saat ini, PT Makassar Tirta Wisata memiliki kewenangan sebagai pengelola Pulau Kapoposang untuk tujuan wisata.[3] Pulau seluas 42 ha ini telah dijadikan kawasan wisata kepulauan pada tahun 2009 yang meliputi beberapa pulau sekitar, yaitu Pulau Pandangang, Pulau Gondong Bali, Pulau Tambakulu, Pulau Saranti, dan Pulau Pammanggangang. Pulau Kapoposang memiliki daya tarik tersendiri dari daratan hingga bawah airnya. Fasilitas di Pulau Kapoposang cukup memadai karena terdapat beberapa penginapan (resort), masjid, sekolah, sarana kesehatan, dan fasilitas lainnya. Di bagian tengah pulau banyak ditemukan pohon-pohon yang cukup padat, di sini banyak dijumpai kepiting kenari yang hanya beraktivitas di malam hari.[3] Pulau Kapoposang juga merupakan salah satu spot diving terbaik di Kepulauan Spermonde, terdapat beberapa spot menarik yang mengelilingi pulau antara lain Shark Point, Cave Point, Turtle Point, dan lain-lain. Diving atau snorkeling di Kapoposang kerap dijumpai penyu, mantaray, dan berbagai jenis hiu. Untuk ke pulau Kapoposang dapat diakses dari Kota Makassar dengan jarak sekitar 68 km menggunakan speedboat di Dermaga Kayu Bangkoa atau Dermaga Popsa dengan estimasi waktu sekitar 1,5 jam perjalanan atau menggunakan perahu kayu di Pelabuhan Paotere dengan estimasi waktu sekitar 4 jam perjalanan.[3] DemografiJumlah penduduk Desa Mattiro Ujung secara keseluruhan adalah 1.321 jiwa yang terdiri dari 682 laki-laki dan 639 perempuan (Coremap II Kabupaten Pangkep 2007). Jumlah penduduk yang berdiam di Pulau Pandangang lebih banyak dibandingkan warga yang berdiam di Pulau Kapoposang.[2] Ekosistem dan sumberdaya hayatiPulau Kapoposang dan Pulau Pandangang termasuk dalam wilayah Desa Mattiro Ujung. Kedua pulau tersebut merupakan pulau terluar dari kawasan Kepulauan Spermonde Pangkep. Pulau Kapoposang memiliki luas rataan terumbu karang ± 995,60 ha merupakan yang terluas diantara fringing reef lainnya. Sebaran terumbu karang memanjang ke arah barat dari kedalaman 1 meter hingga 45 m dengan perairan yang sangat jernih. Kondisi terumbu karang masih tidak dilakukan di lokasi yang jauh, tetapi di daerah terumbu karang sekitar pulau dengan menggunakan pancing tradisional. Hasil yang mereka dapatkan hanya diperuntukkan bagi pemenuhan konsumsi rumah tangga sehari-hari. Rataan terumbu yang lebih dalam sekitar 4-8 meter berbatasan dengan tubir terumbu dan dinding terumbu (drop off). Kondisi terumbu karang masih cukup bagus dengan tutupan karang hidup lebih dari 75 % hingga tahun 2005. Setelah terserang bintang Acanthaster planci pada tahun 2006 di sisi utara dan barat, kondisi terumbu karang menurun hingga kurang dari 25 % atau kondisi rusak. Sementara sisi selatan terumbu karang Kapoposang cukup landai yang didominasi oleh jenis-jenis karang Acropora, Montipora dengan tipe pertumbuhan yang memanjang. Sebaliknya, di sisi utara jenis karang dominan dari karang masif dan bercabang pendek seperti Pocillopora, Acropora, dan Porites. Lokasi drop off sangat menarik sebagai lokasi wisata penyelaman. Ikan-ikan indikator Chaetodontidae menjadi pemandangan yang menarik sepanjang drop off sisi utara dan barat. Kepadatan ikan karang tertinggi sekitar 1.360 ekor dalam 500 m². Jenis-jenis ikan dari famili Pomacentridae, (Caesionidae), Acanthuridae, Siganidae, Lutjor anidae ekor kuning.[2] Aktivitas pengelolaan sumberdayaSebagaimana warga yang berdiam di pulau, mata pencaharian warga juga tergantung pada laut. Sebagian besar mereka mencari ikan di laut dengan menggunakan berbagai macam alat tangkap. Warga menangkap ikan hiu dengan menggunakan alat tangkap berupa jaring hiu dan pancing hiu (rawai hiu). Umumnya mereka menangkap ikan hiu di daerah yang terletak di sebelah Selatan Daya dan Barat Daya Pulau Sailus Kecil. Ikan hiu hasil tangkapan kemudian dikeringkan siripnya kemudian dijual kepada pengumpul yang kemudian Biofisik Perairan menjualnya kembali di Sumbawa atau Lombok. Alat tangkap berupa jaring digunakan oleh warga untuk menangkap ikan tendro. Area penangkapan dengan menggunakan jaring ini umumnya berada di perairan di sekitar pulau dengan kecenderungan di sebelah Barat pulau. Hal ini karena di sebelah Timur relatif bergelombang lebih besar. Alat tangkap yang digunakan tersebut, menurut warga tidak lagi memberikan hasil sebanyak tangkapan pada tahun-tahun yang lalu, karena areal penangkapan mereka kadang-kadang juga menjadi areal penggunaan alat tangkap berupa bom dan bius. Warga mengklaim bahwa pelaku pemboman dan pembiusan berasal dari daerah lain seperti Desa Sailus Besar (Pulau Sailus Besar, Pulau Makarangana, dan Pulau Marabatuang), Desa Kapoposang Bali dan Pulau Medang NTT. Ikan hasil tangkapan berupa ikan hidup biasanya ditampung terlebih dahulu dalam keramba penampungan sebelum dijual kepada pengumpul. Ikan hidup yang mereka dapatkan umumnya jenis ikan kerapu dan ikan sunu. Ikan tersebut dijual dengan harga yang ditentukan berdasarkan berat ikan. Hasil tangkapan seperti ikan katambak, laccukang, tendro dan lain-lain sebelum dijual kepada pedagang pengumpul terlebih dahulu dikeringkan selama beberapa hari. Pengumpul inilah yang kemudian menjual ikan kering tersebut ke Sumbawa atau Lombok.[2] Budidaya rumput laut yang digeluti oleh warga umumnya memanfaatkan wilayah pantai pulau dan perairan dangkal berupa taka yang terletak disekitar pulau. Taka tersebut juga adalah areal pemancingan yang dapat dicapai dalam waktu 30 menit dengan menggunakan perahu kecil (jolloro') dari Pulau Sailus Kecil. Beberapa warga pernah mengusahakan budidaya rumput laut di perairan pantai sebelah Timur pulau, namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Warga akhirnya berhenti karena rumput laut yang mereka usahakan terserang hama dan penyakit yang menyebabkan rumput laut mati sehingga menimbulkan kerugian. Hasil panen umumnya dijemur di atas terpal plastik. Setelah kering, rumput laut tersebut dijual kepada pengumpul untuk kemudian dijual lagi ke Sumbawa atau Lombok. Mata pencaharian yang berbasis darat berupa perkebunan juga menjadi bagian dari aktifitas warga setempat. Keberadaan pohon kelapa yang banyak terdapat di desa ini kadangkala diolah menjadi minyak kelapa oleh kaum perempuan lalu kemudian dijual.[2] Sarana dan prasaranaSecara umum, sarana dan prasarana yang tersedia di Pulau Kapoposang relatif sangat terbatas. Sarana pendidikan yang tersedia di pulau ini hanya sebuah SD dengan kondisi gedung yang agak memprihatinkan. Ruang kelas telah mengalami kerusakan secara fisik bangunan dan belum mengalami perbaikan. Meskipun demikian, kegiatan belajar-mengajar tetap berlangsung. Fasilitas kesehatan berupa sebuah Pustu yang dilengkapi tenaga medis hanya terdapat di pulau tetangga, yaitu Pulau Pandangang. Warga Pulau Kapoposang yang memerlukan pelayanan kesehatan umumnya memanfaatkan Pustu ini. Sebagai pembangkit tenaga listrik digunakan generator yang beroperasi antara pukul 17.00 dan 22.00 WITA. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh generator berbahan bakar solar tersebut relatif terbatas karena hanya mampu menyuplai sebagian rumah-rumah warga.[2] GaleriReferensi
Pranala luar |