Jumlah penduduk yang tercatat sebagai warga Desa Mattiro Bone mencapai 1.109 jiwa (229 KK) yang terdiri dari 536 laki-laki dan 573 perempuan (PMU Coremap II Kabupaten Pangkep, 2007). Penduduk yang beretnis Makassar mendominasi jumlah penduduk berdasarkan etnis. Etnis lainnya yang terdapat di desa ini adalah etnis Bugis. Tetapi kedua etnis tersebut telah mengalami perbauran melalui proses perkawinan antar mereka. Penduduk menggunakan bahasa Makassar dan juga Bugis dalam berkomunikasi antar warga pulau. Masyarakat mengakui beberapa orang warga sebagai tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat ini senantiasa terlibat dalam pengambilan keputusan dalam kehidupan sosial masyarakat.
Ekosistem dan sumberdaya hayati
Pulau Bontosua adalah wilayah Desa Mattiro Bone dengan tipe terumbu fringing reef. Pada sisi barat lereng terumbu terjal yang didominasi oleh karang berbentuk foliosa dari jenis Pachyseris dan Montipora. Terumbu karang terdalam mencapai kedalaman 15 meter. Kondisi terumbu karang di Pulau Bontosua secara umum termasuk rusak, namun beberapa titik masih dalam kondisi baik yaitu sekitar 18–60 % karang keras. Jenis karang bervariasi tapi didominasi oleh genus Acropora dan Fungia. Indikasi kerusakan terumbu karang tercermin dari adanya karang mati tertutupi algae (dead coral alga). Diantara batu karang masif terumbu yang dangkal, masih ditemukan cukup banyak kima lubang (Tridacna crosea) dan beberapa kima sisik (Tridacna squamosa). Sekitar 343 individu dalam areal 500 m2 diantaranya famili Pomacentridae sebagai kelompok ikan mayor, ikan ekor kuning Caesionidae, Acanthuridae, Siganidae, dan Lutjanidae sebagai ikan konsumsi dan ikan kepe-kepe Chaetodontidae sebagai ikan indikator.
Aktivitas pengelolaan sumberdaya
Warga Desa Mattiro Bone sebagian besar adalah nelayan yang menggunakan alat tengkap berupa gae dan pancing. Lokasi penangkapan bagi pa'gae umumnya berada di sekitar Pulau Kapoposang dan sekitar Pulau Badi. Sedangkan nelayan pengguna pancing melakukan penangkapan pada daerah karang sekitar pulau. Mereka umumnya menangkap cumi- cumi yang banyak terdapat pada daerah karang di sekitar Pulau Bontosua. Menurut para nelayan, cumi-cumi tidak memiliki musim dan setiap waktu dapat diperoleh.
Selain nelayan cumi-cumi, ada pula nelayan purse seine, nelayan pancing ikan, pa'rawe (nelayan dengan alat tangkap rawai) dan pa'puka' (nelayan dengan alat tangkap pukat). Alat tangkap yang umum digunakan gae, pancing, jaring, dan lain-lain. Target tangkapan dari masing-masing alat tangkap bervariasi. Biasanya untuk jenis alat tangkap yang terbuat dari jaring target tangkapannya adalah ikan-ikan karang, ikan pada daerah lamun dan kadang-kadang ikan pelagis, sementara untuk pancing target tangkapannya adalah ikan karang utamanya ikan sunu dan ikan pelagis.
Kegiatan pemanfaatan hasil laut oleh masyarakat dilakukan dalam dua bentuk, pertama sebagai pengolah atau penangkap biota laut (ikan, cumi-cumi/sotong dan jenis moluska) dan sebagai pengumpul hasil tangkapan. Pedagang pengumpul hasil tangkapan disebut pa'balolang dan pengumpul lokal. Dalam operasi penangkapan, kapal yang digunakan adalah kapal motor 25 ton, jolloro' (kapal motor berukuran sedang antara 2 dan 5 ton) atau sampan kecil yang bermesin maupun yang tidak bermesin.
^Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 30 September 2022.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)