Hormon kortikosteroid terdiri dari 2 sub-jenis yaitu hormon jenis glukokortikoid dan hormon jenis mineralokortikoid. Keduanya memiliki pengaruh yang sangat luas, seperti berpengaruh pada perubahan lintasan metabolismekarbohidrat, protein dan lipid, serta modulasi keseimbangan antara air dan cairanelektrolittubuh; serta berdampak pada seluruh sistem tubuh seperti sistem kardiovaskular, muskuloskeletal, saraf, kekebalan, dan fetal termasuk mempengaruhi perkembangan dan kematangan paru pada masa janin.
Pada sistem endokrin, kortikosteroid mempengaruhi aktivitas beberapa hormon yang lain. Misalnya mengaktivasi hormon jenis katekolamin dan menstimulasi sintesis hormon adrenalin dari hormon noradrenalin, atau pada kelenjar tiroid, kortikosteroid menghambat sekresihormonTSH dan menurunkan daya fisiologistiroksin. Aktivitas hormon GH juga terhambat meskipun pada simtomaakromegali, kortikosteroid justru meningkatkan sekresi hormon GH dengan keberadaan hormon ACTH. Pada masa tumbuh kembang, terapi hormon kortikosteroid atau simtomahiperkortisisme dapat menyebabkan pertumbuhan seorang anak terhenti sama sekali, sebagai akibat dari penurunan kematangan epiphyseal plates dan pertumbuhan tulang panjang. Dengan konsentrasi yang lebih tinggi, kortikosteroid akan menghambat sekresi hormon LH pada kelenjar gonad yang seharusnya dilepaskan selgonadotrop sebagai respon atas stimulasi hormonal.
Pada sistem kardiovaskular, kortikosteroid memberikan efek pada respon miokardial, permeabilitaspembuluh darah kapiler dan pola denyut pembuluh darah arteriol.
Pada jaringan otot, kortikosteroid dengan konsentrasi yang setimbang, diperlukan bagi metabolisme pemeliharaan. Berubahnya kesetimbangan tersebut dapat menyebabkan berbagai kelainan, misalnya peningkatan aldosteron akan menyebabkan simtoma hipokalemia yang membuat otot menjadi tidak bertenaga, sedangkan kadar glukokortikoid yang tinggi akan menyebabkan degradasi otot melalui lintasankatabolismeprotein.
Kortikosteroid juga berdampak pada sistem saraf secara tidak langsung dalam banyak hal. Adanya peningkatan eksitabilitasotak pada simtoma hiperkortisisme dan setelah terapi mineralokortikoid, lebih disebabkan oleh ketidaksetimbangan elektrolit daripada perubahan konsentrasi sodium. Kortikosteroid juga meningkatkan hemoglobin dan sel darah merah, mungkin disebabkan oleh melemahnya mekanisme eritrofagositosis. Efek ini terlihat sebagai simtoma polisitemia pada sindrom Cushing dan, anemia normokromik ringan pada penyakit Addison.
Klasifikasi
Berdasarkan struktur kimianya
Secara umum, kortikosteroid dikelompokkan menjadi empat kelas, berdasarkan struktur kimianya. Reaksi alergi terhadap salah satu anggota kelas biasanya menunjukkan intoleransi seluruh anggota kelas. Hal ini dikenal sebagai "klasifikasi Coopman".[3][4]
Steroid yang disorot sering digunakan dalam skrining alergi terhadap steroid topikal.[5]
Untuk digunakan secara topikal pada kulit, mata, dan membran mukosa.
Kortikosteroid topikal dibagi dalam kelas potensi I hingga IV di sebagian besar negara (A hingga D di Jepang). Tujuh kategori digunakan di Amerika Serikat untuk menentukan tingkat potensi kortikosteroid topikal tertentu.
Steroid yang dihirup
Untuk mukosa hidung, sinus, bronkus, dan paru-paru.[6]
Terdapat juga sediaan kombinasi tertentu seperti "Advair" Diskus di Amerika Serikat, yang mengandung flutikason propionat dan salmeterol (bronkodilator kerja panjang), dan "Symbicort" yang mengandung budesonid dan formoterol fumarat dihidrat (bronkodilator kerja panjang lainnya).[7] Keduanya disetujui untuk digunakan pada anak di atas 12 tahun.
Bentuk oral
Seperti prednison, prednisolon, metilprednisolon, atau deksametason.[8]
Bentuk sistemik
Tersedia dalam bentuk suntikan untuk rute intravena dan parenteral.[8]
Rujukan
^(Inggris) Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum, Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.; Holland, James F.; Frei III, Emil. (2003). Holland-Frei Cancer medicine - Multistage Carcinogenesis. Dana-Farber Cancer Institute, Harvard Medical School Boston, Department of Surgical Oncology, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Department of Radiation and Cellular Oncology, University of Chicago Hospital, Chicago Tumor Institute, University of Chicago Chicago, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Houston, American Cancer Society, Derald H Ruttenberg Cancer Center, Mount Sinai School of Medicine New York (edisi ke-6). Hamilton on BC Decker Inc.,. hlm. Physiologic and Pharmacologic Effects of Corticosteroids. ISBN1-55009-213-8. Diakses tanggal 2011-05-12.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Parker, Sybil, P (1984). McGraw-Hill Dictionary of Biology. McGraw-Hill Company.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Rietschel RL (2007). Fisher's Contact Dermatitis, 6/e. Hamilton, Ont: BC Decker Inc. hlm. 256. ISBN978-1-55009-378-0.
^Coopman S, Degreef H, Dooms-Goossens A (July 1989). "Identification of cross-reaction patterns in allergic contact dermatitis from topical corticosteroids". The British Journal of Dermatology. 121 (1): 27–34. doi:10.1111/j.1365-2133.1989.tb01396.x. PMID2757954.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Wolverton SE (2001). Comprehensive Dermatologic Drug Therapy. WB Saunders. hlm. 562.