Sistem saraf
Sistem saraf adalah sistem organ yang terdiri atas serabut saraf yang tersusun atas sel-sel saraf yang saling terhubung dan esensial untuk persepsi sensoris indrawi, aktivitas motorik volunter dan involunter organ atau jaringan tubuh, dan homeostasis berbagai proses fisiologis tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan paling rumit dan paling penting karena terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling terhubung dan vital untuk perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan. Satuan kerja utama dalam sistem saraf adalah neuron yang diikat oleh sel-sel glia. Sistem saraf pada vertebrata secara umum dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST). SSP terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. SST utamanya terdiri dari saraf tepi, yang merupakan serat panjang yang menghubungkan SSP ke setiap bagian dari tubuh. SST meliputi saraf motorik, yang memediasi pergerakan-pergerakan volunter (disadari), sistem saraf otonom, meliputi sistem saraf simpatis, sistem saraf parasimpatis, dan fungsi regulasi (pengaturan) involunter (tanpa disadari) dan sistem saraf enterik (pencernaan), sebuah bagian yang semi-bebas dari sistem saraf yang fungsinya adalah untuk mengontrol sistem pencernaan. Pada tingkatan seluler, sistem saraf didefinisikan dengan keberadaan jenis sel khusus, yang disebut neuron, yang juga dikenal sebagai sel saraf. Neuron memiliki struktur khusus yang mengizinkan neuron untuk mengirim sinyal secara cepat dan presisi ke sel lain. Neuron mengirimkan sinyal dalam bentuk gelombang elektrokimia yang berjalan sepanjang serabut tipis yang disebut akson, yang mana akan menyebabkan bahan kimia yang disebut neurotransmitter dilepaskan di pertautan yang dinamakan sinaps. Sebuah sel yang menerima sinyal sinaptik dari sebuah neuron dapat tereksitasi, terhambat, atau termodulasi. Hubungan antara neuron membentuk sirkuit neural yang membuat persepsi organisme dari dunia dan menentukan tingkah lakunya. Bersamaan dengan neuron, sistem saraf mengangung sel khusus lain yang dinamakan sel glia (atau sederhananya glia), yang menyediakan dukungan struktural dan metabolik. Sistem saraf ditemukan pada kebanyakan hewan multiseluler, tetapi bervariasi dalam kompleksitas.[1] Hewan multiseluler yang tidak memiliki sistem saraf sama sekali adalah porifera, placozoa dan mesozoa, yang memiliki rancangan tubuh sangat sederhana. Sistem saraf ctenophora dan cnidaria (contohnya, anemon, hidra, koral dan ubur-ubur) terdiri dari jaringan saraf difus. Semua jenis hewan lain, terkecuali beberapa jenis cacing, memiliki sistem saraf yang meliputi otak, sebuah central cord (atau 2 cords berjalan paralel), dan saraf yang beradiasi dari otak dan central cord. Ukuran dari sistem saraf bervariasi dari beberapa ratus sel dalam cacing tersederhana, sampai pada tingkatan 100 triliun sel pada manusia. Pada tingkatan paling sederhana, fungsi sistem saraf adalah untuk mengirimkan sinyal dari satu sel ke sel lain, atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lain. Sistem saraf rawan terhadap malafungsi dalam berbagai cara, sebagai hasil cacat genetik, kerusakan fisik akibat trauma atau racun, infeksi, atau penuaan. Kekhususan penelitian medis di bidang neurologi mempelajari penyebab malafungsi sistem saraf, dan mencari intervensi yang dapat mencegahnya atau memperbaikinya. Dalam sistem saraf perifer/tepi (SST), masalah yang paling sering terjadi adalah kegagalan konduksi saraf, yang mana dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab termasuk neuropati diabetik dan kelainan demyelinasi seperti sklerosis ganda dan sklerosis lateral amiotrofik. Ilmu yang memfokuskan penelitian/studi tentang sistem saraf adalah neurosains. StrukturNama sistem saraf berasal dari "saraf", yang mana merupakan bundel silinder serat yang keluar dari otak dan central cord, dan bercabang-cabang untuk menginervasi setiap bagian tubuh.[2] Saraf cukup besar untuk dikenali oleh orang Mesir, Yunani dan Romawi Kuno,[3] tetapi struktur internalnya tidaklah dimengerti sampai dimungkinkannya pengujian lewat mikroskop.[4] Sebuah pemeriksaan mikroskopik menunjukkan bahwa saraf utamanya terdiri dari akson dari neuron, bersamaan dengan berbagai membran (selubung) yang membungkus saraf dan memisahkan mereka menjadi fasikel. Neuron yang membangkitkan saraf tidak berada sepenuhnya di dalam saraf itu sendiri; badan sel mereka berada di dalam otak, central cord, atau ganglia perifer (tepi).[2] Seluruh hewan yang lebih tinggi tingkatannya daripada porifera memiliki sistem saraf. Namun, bahkan porifera, hewan uniseluler, dan non-hewan seperti jamur lendir memiliki mekanisme pensinyalan sel ke sel yang merupakan pendahulu neuron.[5] Dalam hewan simetris radial seperti ubur-ubur dan hidra, sistem saraf terdiri dari jaringan difus sel terisolasi.[6] Dalam hewan bilateria, yang terdiri dari kebanyakan mayoritas spesies yang ada, sistem saraf memiliki struktur umum yang berasal awal periode Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu.[7] SelSistem saraf memiliki 2 kategori atau jenis sel: neuron dan sel glia. NeuronSel saraf didefinisikan oleh keberadaan sebuah jenis sel khusus— neuron (kadang-kadang disebut "neurone" atau "sel saraf").[2] Neuron dapat dibedakan dari sel lain dalam sejumlah cara, tetapi sifat yang paling mendasar adalah bahwa mereka dapat berkomunikasi dengan sel lain melalui sinaps, yaitu pertautan membran-ke-membran yang mengandung mesin molekular dan mengizinkan transmisi sinyal cepat, baik elektrik maupun kimiawi.[2] Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson. Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke sel saraf yang lain atau ke jaringan lain. Akson biasanya sangat panjang. Sebaliknya, dendrit pendek. Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak disebut mielin yang dibentuk oleh sel Schwann yang menempel pada akson. Sel Schwann merupakan sel glia utama pada sistem saraf perifer yang berfungsi membentuk selubung mielin. Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus Ranvier, yang dapat mempercepat penghantaran impuls. Bahkan dalam sistem saraf spesies tunggal seperti manusia, terdapat beratus-ratus jenis neuron yang berbeda, dengan bentuk, morfologi, dan fungsi yang beragam.[8] Ragam tersebut meliputi neuron sensorik yang mentransmisikan stimuli fisik seperti cahaya dan suara menjadi sinyal saraf, dan neuron motorik yang mentransmisikan sinyal saraf menjadi aktivasi otot atau kelenjar; namun dalam kebanyakan spesies kebanyakan neuron menerima seluruh masukan mereka dari neuron lain dan mengirim keluaran mereka pada neuron lain.[2] Sel GliaSel glia (berasal dari bahasa Yunani yang berarti "lem") adalah sel non-neuron yang menyediakan dukungan dan nutrisi, mempertahankan homeostasis, membentuk mielin, dan berpartisipasi dalam transmisi sinyal dalam sistem saraf.[9] Dalam otak manusia, diperkirakan bahwa jumlah total glia kasarnya hampir setara dengan jumlah neuron, walaupun perbandingannya bervariasi dalam daerah otak yang berbeda.[10] Di antara fungsi paling penting dari sel glia adalah untuk mendukung neuron dan menahan mereka di tempatnya; untuk menyediakan nutrisi ke neuron; untuk insulasi neuron secara elektrik; untuk menghancurkan patogen dan menghilangkan neuron mati; dan untuk menyediakan petunjuk pengarahan akson dari neuron ke sasarannya.[9] Sebuah jenis sel glia penting (oligodendrosit dalam susunan saraf pusat, dan sel Schwann dalam sistem saraf tepi) menghasilkan lapisan sebuah substansi lemak yang disebut mielin yang membungkus akson dan menyediakan insulasi elektrik yang mengizinkan mereka untuk mentransmisikan potensial aksi lebih cepat dan lebih efisien. Macam-macam neuroglia di antaranya adalah astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan makroglia . Anatomi pada vertebrataSistem saraf dari hewan vertebrata (termasuk manusia) dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST).[11] Sistem saraf pusat (SSP) adalah bagian terbesar, dan termasuk otak dan sumsum tulang belakang.[11] Kavitas tulang belakang mengandung sumsum tulang belakang, sementara kepala mengandung otak. SSP tertutup dan dilindungi oleh meninges, sebuah sistem membran 3 lapis, termasuk lapisan luar berkulit yang kuat, yang disebut dura mater. Otak juga dilindungi oleh tengkorak, dan sumsum tulang belakang oleh vertebra (tulang belakang). Sistem saraf tepi (SST) adalah terminologi/istilah kolektif untuk struktur sistem saraf yang tidak berada di dalam SSP.[12] Kebanyakan mayoritas bundel akson disebut saraf yang dipertimbangkan masuk ke dalam SST, bahkan ketika badan sel dari neuron berada di dalam otak atau spinal cord. SST dibagi menjadi bagian somatik dan viseral. Bagian somatik terdiri dari saraf yang menginervasi kulit, sendi, dan otot. Badan sel neuron sensorik somatik berada di 'dorsal root ganglion sumsum tulang belakang. Bagian viseral, juga dikenal sebagai sistem saraf otonom, mengandung neuron yang menginervasi organ dalam, pembuluh darah, dan kelenjar. Sistem saraf otonom sendiri terdiri dari 2 bagian sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Beberapa penulis juga memasukkan neuron sensorik yang badan selnya ada di perifer (untuk indra seperti pendengaran) sebagai bagan dari SST; namun yang lain mengabaikannya.[13] Sistem saraf vertebrata juga dapat dibagi menjadi daerah yang disebut grey matter ("gray matter" dalam ejaan Amerika) dan white matter.[14] Grey matter (yang hanya berwarna abu-abu bila disimpan, dan berwarna merah muda (pink) atau coklat muda dalam jaringan yang hidup) mengandung proporsi tinggi badan sel neuron. White matter komposisi utamanya adalah akson bermielin, dan mengambil warnanya dari mielin. White matter meliputi seluruh saraf dan kebanyakan dari bagian dalam otak dan sumsum tulang belakang. Grey matter ditemukan dalam kluster neuron dalam otak dan sumsum tulang belakang, dan dalam lapisan kortikal yang menggarisi permukaan mereka. Ada perjanjian anatomis bahwa kluster neuron dalam otak atau sumsum tulang belakang disebut nukleus, sementara sebuah kluster neuron di perifer disebut ganglion.[15] Namun ada beberapa perkecualian terhadap aturan ini, yang tercatat termasuk bagian dari otak depan yang disebut basal ganglia.[16] Anatomi perbandingan dan evolusiPendahulu saraf dalam poriferaPorifera tidak memiliki sel yang berhubungan dengan satu sama lain dengan pertautan sinaptik, yaitu tidak ada neuron, dan oleh karena itu tidak ada sistem saraf. Namun, mereka memiliki homolog dari banyak gen yang memainkan peran penting dalam fungsi sinaptik. Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa sel porifera mengekspresikan sekelompok protein yang berkelompok bersama membentuk struktur yang mirip dengan sebuah densitas postsinaptik (bagian sinaps yang menerima sinyal).[5] Namun, fungsi struktur ini saat ini masih belum jelas. Walaupun sel porifera tidak menunjukkan transmisi sinaptik, mereka berkomunikasi dengan satu sama lain melalui gelombang kalsium dan impuls lain, yang memediasi beberapa aksi sederhana seperti kontraksi seluruh tubuh.[17] RadiataUbur-ubur, jelly sisir, dan hewan lain yang berhubungan memiliki jaringan saraf difus daripada sebuah sistem saraf pusat. Dalam kebanyakan ubur-ubur, jaringan saraf tersebar kurang lebih merata di seluruh tubuh; dalam jelly sisir jaringan saraf terkonsentrasi dekat dengan mulut. Jaringan saraf terdiri dari neuron sensorik, yang mengambil sinyal kimia, taktil, dan visual; neuron motorik, yang dapat mengaktivasi kontraksi dinding tubuh; dan neuron intermediat, yang mendeteksi pola aktivitas dalam neuron sensorik, dan dalam respons, mengirim sinyal ke kelompok neuron motorik. Dalam beberapa kasus, kelompok neuron sedang berkelompok menjadi ganglia yang berlainan.[6] Perkembangan sistem saraf dalam radiata relatif tidak terstruktur. Tidak seperti bilateria, radiata hanya memiliki dua lapisan sel primordial, endoderm dan ektoderm. Neuron dihasilkan dari sebuah sel khusus dari sel pendahulu ektodermal, yang juga bertindak sebagai pendahulu untuk setiap jenis sel ektodermal lain.[18] BilateriaKebanyakan hewan yang ada adalah bilateria, yang artinya hewan dengan sisi kiri dan kanan yang kurang lebih simetris. Semua bilateria diperkirakan diturunkan dari nenek moyang bersama seperti cacing yang muncul pada periode Kambrium, 550–600 juta tahun yang lalu.[7] Bentuk tubuh bilateria dasar adalah sebuah tuba dengan kavitas usus yang berjalan dari mulut ke anus, dan sebuah nerve cord dengan perbesaran (sebuah "ganglion") untuk setiap segmen tubuh, dengan kekhususan sebuah ganglion besar di depan, yang disebut "otak". Bahkan mamalia, termasuk manusia, menunjukkan rencana tubuh bilateria tersegmentasi pada tingkatan sistem saraf. Sumsum tulang belakang mengandung serangkaian segmental ganglia, yang masing masing membangkitkan saraf motorik dan sensorik yang menginervasi bagian permukaan tubuh dan otot-otot yang membawahinya. Pada anggota tubuh, tata letak pola inervasi kompleks, tetapi pada bagian ini muncul serangkaian pita sempit. Tiga segmen teratas dimiliki oleh otak, membangkitkan otak depan, otak tengah, dan otak belakang.[19] Bilateria dapat terbagi, berdasarkan peristiwa yang dapat terjadi sangat awal dalam perkembangan embrionik, menjadi 2 kelompok (superfila) yang disebut protostomia dan deuterostomia.[20] Deuterostomia meliputi vertebrata sebagaimana echinodermata, hemichordata, dan xenoturbella.[21] Protostomia, kelompok yang lebih beragam, meliputi artropoda, moluska, dan berbagai jenis cacing. Ada perbedaan mendasar di antara 2 kelompok dalam penempatan sistem saraf di dalam tubuh: protostomia memiliki sebuah nerve cord pada bagian sisi ventral (biasanya di bawah), sementara dalam deuterostomia nerve cord biasanya ada di sisi dorsal (biasanya atas). Nyatanya, berbagai aspek tubuh terbalik pada kedua kelompok, termasuk pola ekspresi beberapa gen menunjukkan gradien dorsal-ke-ventral. Kebanyakan anatomis sekarang mempertimbangkan badan protostomes dan deuterostomes "terbalik" satu sama lain, sebuah hipotesis yang pertama kali diajukan oleh Geoffroy Saint-Hilaire untuk serangga dalam perbandingan dengan vertebrata. Jadi serangga, contohnya, memiliki nerve cord yang berjalan sepanjang garis tengah ventral tubuh, sementara seluruh vertebrata memiliki sumsum tulang belakang yang berjalan sepanjang garis tengah dorsal.[22] ArtropodaArtropoda, seperti serangga dan krustasea, memiliki sebuah sistem saraf terbuat dari serangkaian ganglia, terhubung oleh ventral nerve cord yang terdiri dari 2 koneksi paralel di sepanjang perut..[23] Secara umum, setiap segmen tubuh memiliki 1 ganglion pada setiap sisi, walaupun beberapa ganglia berfungsi membentuk otak dan ganglia besar lain. Segmen kepala mengandung otak, juga dikenal sebagai supraesophageal ganglion. Dalam sistem saraf serangga, otak secara anatomis dibagi menjadi protocerebrum, deutocerebrum, dan tritocerebrum. Langsung di belakang otak adalah subesophageal ganglion, yang terbuat dari 3 pasangan ganglia yang berfusi. Ini mengontrol bagian mulut, kelenjar ludah dan otot tertentu. Banyak artropoda memiliki organ sensoris yang berkembang baik, termasuk mata untuk penglihatan dan antena untuk penciuman bau dan feromon. Informasi sensoris dari organ-organ ini diproses oleh otak. Dalam serangga, banyak neuron memiliki badan sel yang bertempat di ujung otak dan secara elektris pasif — badan sel bertugas hanya untuk menyediakan dukungan metabolik dan tidak berpartisipasi dalam pensinyalan. Sebuah serat protoplasmik dari badan sel dan bercabang, dengan beberapa bagian mentransmisikan sinyal dan bagian lain menerima sinyal. Oleh karena itu, kebanyakan bagian dari otak serangga memiliki sel pasif badan sel yang diatur sepanjang periferal, sementara pemrosesan sinyal neural berlangsung dalam sebuah serat protoplasmik disebut neuropil, di bagian dalam.[24] Neuron "Teridentifikasi"Sebuah neuron disebut teridentifikasi jika ia memiliki sifat yang membedakannya dari setiap neuron lain dalam hewan yang sama—sifat seperti lokasi, neurotransmitter, pola ekspresi gen, dan keterhubungan — dan jika setiap individu organisme yang berasal dari spesies yang sama memiliki satu-satunya neuron dengan set sifat yang sama.[25] Dalam sistem saraf vertebrata sangat sedikit neuron yang "teridentifikasi" dalam pengertian ini — dalam manusia, tidak ada — tetapi dalam sistem saraf yang lebih sederhana, beberapa atau semua neuron mungkin jadi akhirnya unik. Dalam cacing bulat C. elegans yang sistem sarafnya paling banyak digambarkan, setiap neuron dalam tubuh secara unik teridentifikasi, dengan lokasi yang sama dan koneksi yang sama dalam setiap individu cacing. Satu akibat yang tercatat dari fakta ini adalah bahwa bentuk sistem saraf C. elegans secara utuh dispesifikkan oleh genom, dengan tidak adanya plasisitas yang tergantung pada pengalaman.[26] Otak dari kebanyakan moluska dan serangga juga mengandung sejumlah neuron teridentifikasi substansial.[25] Dalam vertebrata, neuron teridentifikasi yang paling dikenal adalah sel Mauthner ikan.[27] Setiap ikan memiliki 2 sel Mauthner, yang terletak di bagian bawah dari batang otak, 1 di sisi kiri dan 1 di sisi kanan. Setiap sel Mauthner memiliki akson yang menyebrang, menginervasi neuron pada tingkatan otak yang sama dan kemudian berjalan turun sepanjang sumsum tulang belakang, membentuk berbagai koneksi di sepanjang jalurnya. Sinaps digenerasikan oleh sebuah sel Mauthner yang sangat kuat hingga sebuah potensi aksi tunggal dapat membangkitkan respons tingkah laku mayor: dalam waktu millidetik ikan mengkurvakan tubuhnya menjadi bentuk C, kemudian meluruskan diri, oleh karena itu meluncur secara cepat ke depan. Secara fungsional ini adalah respons melarikan diri cepat, dipicu paling mudah oleh sebuah gelombang suara kuat atau gelombang tekanan yang menekan organ garis lateral (sisi) ikan. Sel Mauthner bukanlah satu-satunya sel neuron teridentifikasi pada ikan,— masih ada lebih dari 20 jenis, termasuk pasangan "analog sel Mauthner " dalam setiap inti tulang belakang segmental. Walaupun sebuah sel Mauthner mampu membangkitkan respons melarikan diri secara individual, dalam konteks tingkah laku biasa dari jenis sel lain biasanya berkontribusi dalam membentuk amplitudo dan arah respons. Sel Mauthner telah digambarkan sebagai neuron perintah. Sebuah neuron pemberi perintah adalah tipe khusus dari neuron teridentifikasi, didefinisikan sebagai sebuah neuron yang mampu mengendalikan sebuah tingkah laku spesifik secara individual.[28] Neuron seperti ini tampaknya paling umum dalam sistem melarikan diri dari berbagai spesies — akson raksasa cumi-cumi dan sinaps raksasa cumi-cumi, yang digunakan untuk percobaan dalam neurofisiologi karena ukurannya yang sangat besar, berpartisipasi dalam sirkuit pelarian diri yang cepat. Namun, konsep sebuah neuron pemberi perintah masih kontroversial karena penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa neuron yang awalnya tampak cocok dengan deskripsi tersebut ternyata hanya mampu menimbulkan respons dalam keadaan yang terbatas.[29] FungsiPada tingkatan paling dasar, fungsi sistem saraf adalah untuk mengirimkan sinyal dari 1 sel ke sel lain, atau dari 1 bagian tubuh ke bagian tubuh lain. Ada berbagai cara sebuah sel dapat mengirimkan sinyal ke sel lain. Satu cara adalah dengan melepaskan bahan kimia yang disebut hormon ke dalam sirkulasi internal, sehingga mereka dapat berdifusi tempat-tempat yang jauh. Berkebalikan dnegan modus pensinyalan "pemancaran", sistem saraf menyediakan sinyal dari tempat ke tempat—neuron memproyeksikan akson-akson mereka ke daerah sasaran spesifik dan membentuk koneksi sinaptik dengan sel sasaran spesifik.[30] Oleh sebab itu, pensinyalan neural memiliki spesifitas yang jauh lebih tinggi tingkatannya daripada pensinyalan hormonal. Hal tersebut juga lebih cepat: sinyal saraf tercepat berjalan pada kecepatan yang melebihi 100 meter per detik. Pada tingkatan lebih terintegrasi, fungsi primer sistem saraf adalah untuk mengontrol tubuh.[2] Hal ini dilakukan dengan cara mengambil informasi dari lingkungan dengan menggunakan reseptor sensoris, mengirimkan sinyal yang mengodekan informasi ini ke dalam sistem saraf pusat, memproses informasi untuk menentukan sebuath respons yang tepat, dan mengirim sinyal keluaran ke otot atau kelenjar untuk mengaktivasi respons. Evolusi sebuah sistem saraf kompleks telah memungkinkan berbagai spesies hewan untuk memiliki kemampuan persepsi yang lebih maju seperti pandangan, interaksi sosial yang kompleks, koordinasi sistem organ yang cepat, dan pemrosesan sinyal yang berkesinambungan secara terintegrasi. Pada manusia, kecanggihan sistem saraf membuatnya mungkin untuk memiliki bahasa, konsep representasi abstrak, transmisi budaya, dan banyak fitur sosial yang tidak mungkin ada tanpa otak manusia. Neuron dan sinapsKebanyakan neuron mengirimkan sinyal melalui akson, walaupun beberapa jenis mampu melakukan komunikasi dendrit ke dendrit. (faktanya, jenis-jenis neuron disebut sel amakrin tidak memiliki akson, dan berkomunikasi hanya melalui dendrit mereka.) Sinyal neural berpropagasi sepanjang sebuah akson dalam bentuk gelombang elektrokimia yang disebut potensial aksi, yang menghasilkan sinyal sel ke sel di tempat terminal akson membentuk kontak sinaptik dengan sel lain.[31] Sinaps dapat berupa elektrik atau kimia. Sinaps elektrik membuat hubungan elektrik langsung di antara neuron-neuron,[32] tetapi sinaps kimia lebih umum, dan lebih beragam dalam fungsi.[33] Di sebuah sinaps kimia, sel mengirimkan sinyal yang disebut presinaptik, dan sel yang menerima sinyal disebut postsinaptik. Baik presinaptik dan postsinaptik penuh dengan mesin molekular yang membawa proses sinyal. Daerah presinaptik mengandung sejumlah besar vessel bulat yang sangat kecil yang disebut vesikel sinaptik, dipenuhi oleh bahan-bahan kimia neurotransmitter.[31] Ketika terminal presinaptik terstimulasi secara elektrik, sebuah susunan molekul yang melekat pada membran teraktivasi, dan menyebabkan isi dari vesikel dilepaskan ke dalam celah sempit di antara membran presinaptik dan postsinaptik, yang disebut celah sinaptik (synaptic cleft). Neurotransmitter kemudian berikatan dengan reseptor yang melekat pada membran postsinaptik, menyebabkan neurotransmiter masuk ke dalam status teraktivasi.[33] Tergantung pada tipe reseptor, efek yang dihasilkan pada sel postsinaptik mungkin eksitasi, penghambatan, atau modulasi dalam berbagai cara yang lebih rumit. Contohnya, pelepasan neurotransmitter asetilkolin pada kontak sinaptik di antara neuron motorik dan sebuah sel otot menginduksi kontraksi cepat dari sel otot.[34] Seluruh proses transmisi sinaptik memerlukan hanya sebuah fraksi dari sebuah milidetik, walaupun efek pada sel postsinaptik mungkin berlangsung lebih lama (bahkan tidak terbatas, dalam kasus ketika sinyal sipatik mengarah pada informasi sebuah jejak ingatan).[8] Secara harfiah ada beratus-ratus jenis sinaps. Faktanya, ada lebih dari seratus neurotransmitter yang diketahui, dan banyak di antara mereka memiliki jenis reseptor ganda.[35] Banyak sinaps menggunakan lebih dari 1 neurotransmitter—sebuah pengaturan umum untuk sebuah sinaps adalah menggunakan sebuah molekul neurotransmiter kecil yang bekerja cepat seperti glutamat atau GABA, sejalan dengan 1 atau lebih neurotransmiter peptida yang memainkan peran modulatoris yang lebih lambat. Ahli saraf molekular biasanya membagi reseptor menjadi 2 kelompok besar: kanal ion berpagar kimia (chemically gated ion channels) dan sistem pengantar pesan kedua (second messenger system). Ketika sebuah kanal ion berpagar kimia teraktivasi, kanal tersebut akan membentuk sebuah tempat untuk dapat dilalui yang mengizinkan jenis ion tertentu yang spesifik untuk mengalir melalui membran. Tergantung jenis ion, efek pada sel sasaran mungkin eksitasi atau penghambatan. Ketika sebuah sistem pengantar pesan kedua teraktivasi, sistem ini akan memulai kaskade interaksi molekular di dalam sel sasaran, yang pada akhirnya akan memproduksi berbagai macam efek rumit/kompleks, seperti peningkatan atau penurunan sensitivitas sel terhadap stimuli, atau bahkan mengubah transkripsi gen. Menurut hukum yang disebut prinsip Dale, yang hanya memiliki beberapa pengecualian, sebuah neuron melepaskan neurotransmiter yang sama pada semua sinapsnya.[36] Walaupun demikian, bukan berarti bahwa sebuah neuron mengeluarkan efek yang sama pada semua sasarannya, sebab efek sebuah sinaps tergantung tidak hanya pada neurotransmitter, tetapi pada reseptor yang diaktivasinya.[33] Karena sasaran yang berbeda dapat (dan umumnya memang) menggunakan berbagai jenis reseptor, hal ini memungkinkan neuron untuk memiliki efek eksitatori pada 1 set sel sasaran, efek penghambatan pada yang lain, dan efek modulasi rumit/kompleks pada yang lain. Walaupun demikian, 2 neurotransmitter yang paling sering digunakan, glutamat dan GABA, masing-masing memiliki efek konsisten. Glutamat memiliki beberapa jenis reseptor yang umum ada, tetapi semuanya adalah eksitatori atau modulatori. Dengan cara yang sama, GABA memiliki jenis reseptor yang umum ada, tetapi semuanya adalah penghambatan.[37] Karena konsistensi ini, sel glutamanergik kerapkali disebut sebagai "neuron eksitatori", dan sel GABAergik sebagai "neuron penghambat". Ini adalah penyimpangan terminologi — reseptornyalah yang merupakan eksitatori dan penghambat, bukan neuronnya — tetapi hal ini umum terlihat bahkan dalam publikasi ilmiah. Satu subset sinaps yang paling penting mampu membentuk jejak ingatan dengan cara perubahan dalam kekuatan sinaptik tergantung aktivitas yang bertahan lama.[38] Ingatan neural yang paling dikenal adalah sebuah proses yang disebut potensiasi jangka panjang (long-term potentiation, disingkat LTP), yang beroperasi pada sinaps yang menggunakan neurotransmitter glutamat yang bekerja pada sebuah jenis reseptor khusus yang dikenal sebagai reseptor NMDA.[39] Reseptor NMDA memiliki sifat "assosiasi": jika 2 sel terlibat dalam sinaps yang terkavitasi keduanya pada kurang lebih waktu yang sama, sebuah kanal terbuka sehingga mengizinkan kalsium untuk mengalir menuju sel sasaran.[40] Pemasukan kalsium memicu sebuah kaskade pengantar pesan kedua yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan sejumlah reseptor glutamat dalam sel sasaran, sehingga meningkatkan kekuatan efektif sinaps. Perubahan kekuatan ini dapat berlangsung beberapa minggu atau lebih panjang. Sejak penemuan LTP pada tahun 1973, banyak jenis jejak ingatan sinaptik ditemukan, termasuk peningkatan atau penurunan dalam kekuatan sinaptik yang diinduksi oleh berbagai kondisi, dan berlangsung dalam berbagai periode yang beragam.[39] Pembelajaran pahala (reward learning), contohnya, bergantung pada bentuk variasi dari LTP yang dikondisikan pada sebuah ekstra masukan yang berasal dari jalur pensinyalan pahala (reward-signalling pathway) menggunakan dopamin sebagai neurotransmitter.[41] Semua bentuk modifikasi sinaptik ini, secara kolektif, menimbulkan neuroplastisitas, yaitu kemampuan sebuah sistem saraf untuk beradaptasi pada variasi dalam lingkungan. Sistem dan sirkuit sarafFungsi dasar neuronal mengirimkan sinyal kepada sel lain meliputi kemampuan neuron untuk mengubah sinyal dengan yang lain. Jaringan kerja terbentuk dengan kelompok saling terhubung dari neuron mampu menjalankan berbagai fungsi, termasuk fitur deteksi, generasi pola, dan pengaturan waktu.[42] Nyatanya, sulit untuk menentukan batas proses jenis informasi yang dapat dikerjakan oleh jaringan saraf: Warren McCulloch dan Walter Pitts menunjukkan pada tahun 1943 bahwa bahkan jaringan saraf tiruan dibentuk dari sebuah abstraksi matematika yang sangat disederhanakan mampu melakukan perhitungan universal.[43] Dengan mempertimbangkan fakta bahwa neuron secara individual mampu menggenerasikan pola aktivitas temporal kompleks secara bebas, rentang kemampuan sangat mungkin ada bahkan untuk sekelompok kecil neuron di luar pengertian yang ada sekarang.[42] Dalam sejarah, selama bertahun-tahun pandangan utama dalam fungsi sistem saraf adalah penghubung stimulus-respons.[44] Dalam konsep ini, proses saraf dimulai dengan stimuli yang mengaktifkan neuron sensorik, menghasilkan sinyal yang berpropagasi melalui serangkaian hubungan dalam sumsum tulang belakang dan otak, mengaktifkan neuron motorik dan maka menghasilkan respons seperti kontraksi otot. Descartes percaya bahwa semua tingkah laku hewan, dan kebanyakan tingkah laku manusia, dapat dijelaskan dalam kerangka sirkuit stimulus-respons, walaupun ia juga percaya bahwa fungsi kognitif yang lebih tinggi seperti bahasa tidak mampu dijelaskan secara mekanis.[45] Charles Sherrington, dalam bukunya pada tahun 1906 yang berjudul The Integrative Action of the Nervous System,[44] mengembangkan konsep mekanisme stimulus-respons dengan cara yang lebih detail, dan Behaviorisme, mazhab yang mendominasi psikologi sepanjang pertengahan abad ke-20, mencoba untuk menjelaskan setiap aspek tingkah laku manusia dalam rangka stimulus-respons.[46] Namun, penelitian elektrofisiologi yang dimulai pada awal abad 20 dan mencapai produktivitasnya pada tahun 1940 menunjukkan bahwa sistem saraf mengandung berbagai mekanisme untuk menghasilkan pola aktivitas secara intrinsik, tanpa memerlukan stimulus eksternal.[47] Neuron-neuron ditemukan mampu memproduksi rangkaian potensial aksi reguler, atau rangkaian ledakan (sequences of bursts), bahkan dalam isolasi penuh.[48] Ketika neuron aktif secara intrinsik terhubung dengan yang lain dalam sirkuit kompleks, kemungkinan penghasilan pola temporer yang lebih rumit menjadi jauh lebih besar.[42] Konsep modern memandang fungsi sistem saraf sebagian dalam kerangka rangkaian stimulus-respons, dan sebagian dalam kerangka pola aktivitas yang dihasilkan secara intrinsik — kedua jenis aktivitas berinteraksi dengan yang lain untuk menggenerasikan tingkah laku berulang-ulang.[49] Sirkuit refleks dan rangsang stimulus lainnyaJenis sirkuit saraf yang paling sederhana adalah lengkung refleks (reflex arc), yang dimulai dari masukan sensoris dan berakhir dengan keluaran motorik, melewati serangkaian neuron di tengahnya.[50] Contohnya adalah "refleks penarikan" yang menyebabkan tangan tertarik ke belakang setelah menyentuh kompor panas. Sirkuit dimulai dengan reseptor sensoris di kulit yang teraktivasi oleh kadar panas yang membahayakan: sebuah jenis struktur molekuler khusus melekat pada membran menyebabkan panas untuk mengubah medan listrik di sepanjang membran. Jika perubahan dalam potensial ekletrik cukup besar, ia akan membangkitkan potensial aksi, yang ditransmisikan sepanjang akson sel reseptor, menuju sumsum tulang belakang. Di sana akson akan membuat kontak sinaptik eksitatori dengan sel lain, beberapa dari antaranya memproyeksikan (mengirim keluaran aksonal) ke regio yang sama dari sumsum tulang belakang, dan yang lain memproyeksikan ke dalam otak. Satu sasaran adalah serangkaian interneuron tulang belakang yang memproyeksikan ke neuron motorik untuk mengontrol otot lengan. Interneuron mengeksitasi neuron motorik, dan jika eksitasi cukup kuat, beberapa dari neuron motorik menghasilkan potensial aksi, yang berjalan sepanjang akson ke titik di mana mereka membuat kontak sinaptik eksitatori dengan sel otot. Sinyal eksitatori memicu kontraksi sel otot, yang menyebabkan sudut sendi dalam lengan berubah, menarik lengan menjauh. Dalam kenyataannya, skema ini berkaitan dengan berbagai komplikasi.[50] Walaupun untuk refleks yang paling sederhana ada jalur saraf pendek dari neuron sensorik ke neuron motorik, ada juga neuron yang dekat yang berpartisipasi dalam sirkuit dan memodulasi respons. Lebih lanjut lagi, ada proyeksi dari otak ke sumsum tulang belakang yang mampu meningkatkan atau menghambat refleks. Walaupun refleks paling sederhana mungkin dimediasi oleh sirkuit berada sepenuhnya di dalam sumsum tulang belakang, respon lebih kompleks/rumit bergantung pada pemprosesan sinyal di dalam otak.[51] Pertimbangkan, contohnya, apa yang terjadi ketika sebuah benda dalam daerah visual perifer bergerak, dan seseorang melihat ke arahnya. Respons sensoris awal, dalam retina mata, dan respons motorik akhir, dalam inti okulomotor dari batang otak, semuanya tidaklah berbeda dari semua di refleks sederhana, tetapi dalam tahap antara benar-benar berbeda. Tidak hanya 1 atau 2 langkah rangkaian pemrosesan, sinyal visual melewati mungkin selusinan tahap integrasi, melibatkan thalamus, cerebral cortex, basal ganglia, superior colliculus, cerebellum, dan beberapa inti batang otak). Daerah-daerah ini membentuk fungsi pemrosesan sinyal yang meliputi deteksi fitur, analisis persepsi, pemanggilan kembali ingatan, pengambilan keputusan, dan perencanaan motorik.[52] Deteksi fitur adalah kemampuan untuk mengekstraksi secara biologis informasi yang relevan dari kombinasi sinyal sensoris.[53] Dalam sistem penglihatan, contohnya, reseptor sensoris dalam retina mata hanya mampu untuk mendeteksi "titik cahaya" dalam dunia luar secara individual.[54] Neuron penglihatan tingkat kedua menerima masukan dari kelompok-kelompok reseptor primer, neuron yang lebih tinggi menerima masukan dari kelompok-kelompok neuron tingkat kedua, dan seterusnya, membentuk tingkatan proses hierarkis. Pada setiap tahapan, infromasi penting diekstraksi dari sinyal yang dikumpulkan dan informasi yang tidak penting dibuang. Di akhir proses, masukan sinyal mewakili "titik cahaya" telah ditransformasikan menjadi perwakilan saraf dari objek dalam dunia sekitarnya dan sifatnya. Pemrosesan sensoris paling canggih terjadi dalam otak, tetapi fitur ekstraksi kompleks juga terjadi di sumsum tulang belakang dan organ sensoris periferal seperti retina. Penghasilan pola intrinsikWalaupun mekanisme respons-stimulus adalah yang paling mudah dimengerti, sistem saraf juga dapat mengontrol tubuh dalam berbagai cara yang tidak memerlukan stimulus luar, melalui irama aktivitas yang dihasilkan dari dalam. Karena berbagai kanal ion sensitif terhadap voltasi yang dapat melekat dalam membran dalam sebuah neuron, berbagai jenis neuron mampu, bahkan dalam isolasi, menggenerasikan sekuens irama potensial aksi, atau perubahan irama di antara ledakan tingkat tinggi dan masa tenang. Ketika neuron secara irama intrinsik terkoneksi dengan yang lain oleh respons sinaps-sinaps eksitatoris atau penghambatan, jaringan kerja yang dihasilkan mampu menghasilkan tingkah laku dinamis yang beragam, termasuk dinamika penarikan (attractor), periodisitas, dan bahkan chaos. Sebuah jaringan kerja neuron yang menggunakan struktur internalnya untuk menghasilkan keluaran terstruktur secara temporer, tanpa memerlukan stimulus terstruktur yang berkorespondensi secara temporer disebut sebagai generator pola pusat. Penggenerasian pola internal beroperasi dalam rentang yang luas berdasarkan skala waktu, dari millidetik sampai jam atau lebih lama lagi. Satu dari jenis penting pola temporal adalah irama sirkadian — yaitu, irama dengan sebuah periode kira-kira 24 jam. Semua hewan yang telah diteliti menunjukkan fluktuasi sirkadian dalam aktivitas neural, yang mengontrol perubahan sirkadian dalam tingkah laku seperti siklus tidur-bangun. Penelitian dari tahun 1990an telah menunjukkan bahwa irama sirkadian digenerasikan oleh sebuah "jam genetik" yang terdiri dari sekelompok gen khusus yang kadar ekspresinya meningkat dan menurun sepanjang hari. Hewan yang beragam seperti serangga dan vertebrata memiliki sistem jam genetik yang sama. Jam sirkadian dipengaruhi oleh cahaya tetapi terus berlanjut bekerja bahkan ketika kadar cahaya dipertahankan konstan dan tidak ada petunjuk waktu hari eksternal lain tersedia. Gen jam ini diekspresikan dalam berbagai bagian sistem saraf sebagaimana banyak organ periferal, tetapi dalam mamalia seluruh "jam jaringan" ini dipertahankan dalam sinkronisasi oleh sinyal yang keluar dari sebuah penjaga waktu utama dalam bagian kecil dalam otak yang disebut inti suprakiasmatik. Penghantaran rangsangSemua sel dalam tubuh manusia memiliki muatan listrik yang terpolarisasi, dengan kata lain terjadi perbedaan potensial antara bagian luar dan dalam dari suatu membran sel, tidak terkecuali sel saraf (neuron). Perbedaan potensial antara bagian luar dan dalam membran ini disebut potensial membran. Informasi yang diterima oleh Indra akan diteruskan oleh saraf dalam bentuk impuls. Impuls tersebut berupa tegangan listrik. Impuls akan menempuh jalur sepanjang akson suatu neuron sebelum dihantarkan ke neuron lain melalui sinapsis dan akan seperti itu terus hingga mencapai otak, dimana impuls itu akan diproses. Kemudian otak mengirimkan impuls menuju organ atau indra yang dituju untuk menghasilkan efek yang diinginkan melalui mekanisme pengiriman impuls yang sama. Membran hewan memiliki potensial istirahat sekitar -50 mV s/d -90 mV, potensial istirahat adalah potensial yang dipertahankan oleh membran selama tidak ada rangsangan pada sel. Datangnya stimulus akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan hiperpolarisasi pada membran sel, hal tersebut menyebabkan terjadinya potensial kerja. Potensial kerja adalah perubahan tiba-tiba pada potensial membran karena datangnya rangsang. Pada saat potensial kerja terjadi, potensial membran mengalami depolarisasi dari potensial istirahatnya (-70 mV) berubah menjadi +40 mV. Akson vertebrata umumnya memiliki selubung mielin. Selubung mielin terdiri dari 80% lipid dan 20% protein, menjadikannya bersifat dielektrik atau penghambat aliran listrik dan hal ini menyebabkan potensial kerja tidak dapat terbentuk pada selubung mielin; tetapi bagian dari akson bernama nodus Ranvier tidak diselubungi oleh mielin. Penghantaran rangsang pada akson bermielin dilakukan dengan mekanisme hantaran saltatori, yaitu potensial kerja dihantarkan dengan "melompat" dari satu nodus ke nodus lainnya hingga mencapai sinapsis. Pada ujung neuron terdapat titik pertemuan antar neuron bernama sinapsis, neuron yang mengirimkan rangsang disebut neuron pra-sinapsis dan yang akan menerima rangsang disebut neuron pasca-sinapsis. Ujung akson setiap neuron membentuk tonjolan yang didalamnya terdapat mitokondria untuk menyediakan ATP untuk proses penghantaran rangsang dan vesikula sinapsis yang berisi neurotransmitter umumnya berupa asetilkolin (ACh), adrenalin dan noradrenalin. Ketika rangsang tiba di sinapsis, ujung akson dari neuron pra-sinapsis akan membuat vesikula sinapsis mendekat dan melebur ke membrannya. Neurotransmitter kemudian dilepaskan melalui proses eksositosis. Pada ujung akson neuron pasca-sinapsis, protein reseptor mengikat molekul neurotransmitter dan merespon dengan membuka saluran ion pada membran akson yang kemudian mengubah potensial membran (depolarisasi atau hiperpolarisasi) dan menimbulkan potensial kerja pada neuron pasca-sinapsis. Ketika impuls dari neuron pra-sinaps berhenti neurotransmitter yang telah ada akan didegradasi. Molekul terdegradasi tersebut kemudian masuk kembali ke ujung akson neuron pra-sinapsis melalui proses endositosis. PerkembanganDalam vertebrata, hal penting dalam perkembangan saraf embrionik meliputi kelahiran dan diferensiasi neuron dari sel punca, migrasi neuron yang belum matang dari tempat kelahiran mereka dalam embrio ke posisi akhir mereka, pertumbuhan akson dari neuron dan pengarahan growth cone motil melalui embrio menuju rekan postsinaptik, penghasilan sinaps di antara akson-akson ini dan rekan postsinaptik mereka, dan akhirnya perubahan seumur hidup dalam sinaps yang diduga mendasari pembelajaran dan ingatan.[55] Semua hewan bilateria pada tahap awal perkembangan membentuk sebuah gastrula yang terpolarisasi, dengan sebuah ujung yang disebut kutub hewan dan yang lain kutub vegetal. Gastrula memiliki bentuk cakram dengan 3 lapisan sel, lapisan terdalam disebut endoderm, yang membangkitkan dasar dari kebanyakan organ dalam, sebuah lapisan tengah yang disebut mesoderm, yang membangkitkan tulang dan otot, dan lapisan terluar yang disebut ektoderm, yang membangkitkan kulit dan sistem saraf.[56] Dalam vertebrata, tanda pertama kemunculan sistem saraf adalah kemunculan sel tipis di sepanjang bagian tengah punggung yang disebut piringan saraf (neural plate. Bagian dalam piringan saraf (sepanjang garis tengah) ditujukan untuk menjadi sistem saraf pusat (SSP), dan bagian luar sistem saraf tepi (SST). Sebagaimana perkembangan berlanjut, sebuah lipatan disebut lekukan saraf (neural groove) muncul di sepanjang garis tengah. Lipatan ini menjadi dalam dan kemudian menutup di atas. Pada titik ini SSP yang mendatang, tampak seperti struktur silindris yang disebut sebagai tabung saraf, tempat SST yang akan jadi tampak seperti 2 garis jaringan yang disebut puncak saraf (neural crest), yang ada di atas tabung saraf. Rangkaian tahapan dari piringan saraf ke tabung saraf dan puncak saraf dikenal sebagai neurulasi. Pada awal abad 20, serangkaian percobaan terkenal oleh Hans Spemann dan Hilde Mangold menunjukkan bahwa pembentukan jaringan saraf "diinduksi" oleh sinyal dari sebuah kelompok mesodermal yang disebut "wilayah pengatur" (organizer region).[55] Namun, selama beberapa dasawarsa, sifat proses induksi tidak dapat diketahui, sampai pada akhirnya hal ini terpecahkan melalui pendekatan genetic pada tahun 1990an. Induksi jaringan saraf memerlukan penghambatan gen yang disebut protein morfogenetik tulang (bone morphogenetic protein, disingkat BMP). Secara khusus, protein BMP4 tampaknya terlibat. Dua protein yang disebut Noggin dan Chordin disekresikan oleh mesoderm tampaknya mampu menghambat BMP4 dan oleh karenanya menginduksi ektoderm untuk berubah menjadi jaringan saraf. Tampaknya sebuah mekanisme molekular yang sama terlibat dalam berbagai jenis hewan yang berbeda, termasuk artropoda dan juga vertebrata. Namun, dalam beberapa hewan, sebuah jenis molekul lain yang disebut faktor pertumbuhan fibroblas (Fibroblast Growth Factor, disingkat FGF) mungkin dapat berperan dalam induksi. Induksi jaringan neural menyebabkan pembentukan sel pendahulu saraf yang disebut neuroblas.[57] Dalam drosophila, neuroblas terbagi secara asimetris, sehingga 1 produk adalah sebuah "sel induk ganglion" (ganglion mother cell, disingkat GMC), dan yang lain adalah sebauah neuroblas. Sebuah GMC terbagi sekali dan menghasilkan baik pasangan neuron atau pasangan sel glial. Secara keseluruhan, sebuah neuroblas mampu menghasilkan sejumlah neuron atau glia yang tak terbatas. Sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian tahun 2008, sebuah faktor yang umum pada seluruh organisme bilateral (termasuk manusia) adalah kelompok molekul yang mensekresikan molekul pensinyalan yang disebut neurotrofin yang mengatur pertumbuhan dan kelangsungan hidup neuron.[58] Zhu et al. mengidentifikasi DNT1, neurotrofin pertama yang ditemukan pada lalat. Struktur DNT1 mirip dengan semua neurotrofin yang dikenal dan merupakan sebuah faktor penting dalam penentuan nasib neuron dalam Drosophila. Karena neurotrofin sekarang telah teridentifikasi dalam vertebrata dan invertebrata, bukti ini menunjukkan bahwa neurotrofin ada alam nenek moyang yang umum organisme bilateral dan mungkin mewakili sebuah mekanisme umum untuk pembentukan sistem saraf. PatologiSistem saraf Pusat (SSP) dilindungi oleh sawar (barrier) fisik dan kimia. Secara fisik, otak dan sumsum tulang belakang dikelilingi oleh membran meningeal yang kuat, dan dibungkus oleh tulang tengkorak dan vertebra (tulang belakang), yang membentuk perlindungan fisik yang kuat. Secara kimia, otak dan sumsum tulang belakang terisolasi oleh yang disebut sawar darah-otak (''Blood-brain barrier''), yang mencegah kebanyakan jenis bahan kimia berpindah dari aliran darah kedalam bagian dalam SSP. Perlindungan ini membuat SSP kurang rentan bila dibandingkan dengan SST; namun, di sisi lain, kerusakan pada SSP cenderung lebih serius dampaknya. Walaupun saraf cenderung berada di bawah kulit kecuali di beberapa tempat, seperti saraf ulnar dekat dengan persambungan sendi siku, saraf-saraf ini cenderung terpapar kerusakan fisik, yang dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan sensasi rasa, atau kehilangan kontrol otot. Kerusakan pada saraf juga dapat disebabkan oleh pembengkakan atau memar di tempa saraf lewat di antara kanal tulang yang ketat, seperti terjadi pada sindrom lorong karpal. Jika sebuah saraf benar-benar terpotong, saraf akan beregenerasi, tetapi untuk saraf yang panjang, proses ini mungkin akan memakan waktu berbulan-bulan untuk selesai. Sebagai tambahan pada kerusakan fisik neuropati periferal dapat disebabkan oleh masalah medis lain, termasuk kondisi genetik, kondisi metabolik seperti diabetes, kondisi peradangan seperti sindrom Guillain–Barré, defisiensi vitamin, penyakit infeksi seperti kusta atau herpes zoster, atau keracunan oleh racun seperti logam berat. Banyak kasus tidak memiliki penyebab yang dapat teridentifikasi, dan disebut idiopatik. Saraf juga dapat kehilangan fungsinya untuk sementara waktu, mengakibatkan ketiadaan rasa — penyebab umum meliputi tekanan mekanis, penurunan suhu, atau interaksi kimia dengan obat seperti lidokain. Kerusakan fisik pada sumsum tulang belakang mungkin berakibat pada kehilangan sensasi atau pergerakan. Jika sebuah kecelakaan pada tulang punggung menghasilkan sesuatu yang tidak parah dari pembengkakan, gejala hanya sementara, tetapi apabila serabut saraf di tulang belakang hancur, kehilangan fungsi biasanya menetap. Percobaan telah menunjukkan bahwa serabut saraf tulang belakang biasanya mencoba untuk tumbuh kembali dengan cara yang sama seperti serabut saraf, teapi dalam sumsum tulang belakang, kerusakan jaringan biasanya menghasilkan jaringan parut yang tidak dapat dipenetrasi oleh saraf yang tumbuh kembali. Referensi
Pranala luar
|