Hasil konsili ini diakui mempunyai otoritas setara dengan konsili oikumenis oleh umat Kristen Ortodoks, yang biasanya mereka sebagai Konsili Oikumenis Kedelapan.[1]
Latar belakang
Konsili ini berupaya menyelesaikan perselisihan yang terjadi setelah penurunan takhta Ignasius dari Konstantinopel sebagai Patriark Oikumenis Konstantinopel pada tahun 858. Ignasius, menunjuk dirinya sendiri sebagai patriark dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum kanon, menentang Caesar Bardas, yang memakzulkan Theodora. Sebagai tanggapan, keponakan Bardas, Kaisar muda Mikhael III merancang pelengseran Ignasius dan penahanan atas tuduhan pengkhianatan. Takhta patriarkat Photios, seorang ahli agama yang terkenal dan merupakan kerabat Bardas. Pelengseran Ignasius tanpa adanya pengadilan formal gerejawi dan kenaikan Photios atas takhta patriarkat yang mendadak menyebabkan skandal besar pada tubuh gereja. Paus Nikolas I dan para uskup di barat menerima posisi Ignasius dan mengecam pemilihan Photios yang dianggap tidak kanonis. Pada tahun 863, pada sebuah sinode di Rome paus melengserkan Photius, dan menunjuk kembali Ignasius sebagai patriark yang benar. Namun, Photius mempunyai dukungan dari Kaisar dan menanggapi dengan menyelenggarakan suatu Konsili dan mengucilkan pernyataan paus.
Peristiwa itu kemudian berubah ketika para pendukung Photius, Bardas dan Kaisar Mikhael III, yang masing-masingnya dibunuh pada tahun 866 dan 867. Basilius yang telah merebut kekuasaan kekaisaran pun melengserkan Photius sebagai patriark, bukan karena Photius merupakan sekutu Bardas dan Kaisar Mikhael III, melainkan Basilius ingin bersekutu dengan Paus dan para penguasa di barat. Photius dilengserkan di akhir bulan September 867, dan Ignasius dijadikan sebagai patriark kembali pada 23 November. Photius dikecam berdasar hasil Konsili yang diselenggarakan sejak 5 Oktober 869 hingga 28 Februari 870. Photius dilengserkan dari posisinya sebagai patriark, sedangkan Ignasius dinaikkan kembali posisinya sebagai patriark.
Konsili 879-880
Setelah kematian Ignasius pada tahun 877, Kaisar menjadikan Photius sebagai Patriark Konstantinopel kembali.[2] Konsili lain diselenggarakan pada tahun 879 di Konstantinopel, yang diikuti oleh para perwakilan dari seluruh lima patriarkat, meliputi Roma (yang semuanya meliputi 383 uskup). Anthony Edward Siecienski menulis: "Pada 879 kaisar menyerukan untuk penyelenggaraan Konsili lain di Konstantinopel dengan harapan paus yang baru, Paus Yohanes VIII (872-882) akan mengakui validitas dari pengakuan Photius berkenaan dengan patriarkat. Konsili ini terkadang disebut sebagai konsili oikumenis kedelapan dalam tradisi timur dan dihadiri oleh para perwakilan paus (yang membawa hadiah pallium dari Paus untuk Photius) dan lebih dari 400 uskup, yang kemudian mengonfirmasi Photius sebagai patriark yang benar."[1] Pemberian pallium merupakan tanda persetujuan paus dan para perwakilan paus "langsung" mengakui Photius sebagai patriark tanpa menunggu keputusan dari konsili ini.
Konsili ini pun secara tidak langsung mengancam penambahan frasa Filioque pada Kredo Nicea, penambahan ditolak pada saat itu di Roma: "Kredo (tanpa filioque) dibacakan dan kecaman dinyatakan terhadap mereka yang 'memaksakan frasa ciptaan mereka sendiri [ἰδίας εὑρεσιολογίαις] dan mengajukan hal ini pelajaran umum bagi umat beriman atau kepada mereka yang kembali dari jenis-jenis bidah dan berani memalsukan sepenuhnya [κατακιβδηλεῦσαι άποθρασυνθείη] keantikan dari Horos [Aturan] yang suci dan dihormati dengan kata-kata yang tidak pantas, palsu, tambahan, ataupun pengurangan'."[3] Umat Kristen Ortodoks menegaskan bahwa konsili ini sendiri tidak hanya mengutuk penambahan frasa Filioque ke dalam kredo tetapi menganggap penambahan tersebut sebagai sesuatu yang bidah (pandangan yang sangat didukung oleh Photius dalam polemiknya terhadap Roma), sementara umat Katolik Roma memisahkan keduanya dan bersikeras pada ortodoksi yang teologis dari frasa tersebut.
^"Photius." Cross, F. L., ed. The Oxford Dictionary of the Christian Church. New York: Oxford University Press. 2005. Quote: "It was only after Ignatius' death (877) that Photius, by order of the Emperor, once more became Patriarch."