Peristiwa pertemuan ini secara umum diperkirakan berlangsung pada sekitar tahun 48-50 Masehi, paling lambat sebelum waktu wafatnya Santo Yakobus yang Bijaksana pada tahun 62 M, dan sebelum Perang Romawi-Yahudi Pertama maupun penghancuran Bait Suci Kedua pada tahun 70 Masehi.[1]
Catatan Kisah Para Rasul
Latar belakang
Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara (yaitu orang Kristen) di situ: "Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan." Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.[2]
Setibanya di Yerusalem mereka disambut oleh jemaat dan oleh rasul-rasul dan penatua-penatua, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka. Tetapi beberapa orang dari golongan Farisi, yang telah menjadi percaya, datang dan berkata: "Orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa."[3]
Pidato Petrus
Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua untuk membicarakan soal itu. Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung pertukaran pikiran mengenai soal itu, berdirilah Petrus dan berkata kepada mereka:
"Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa telah sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya. Dan Allah, yang mengenal hati manusia, telah menyatakan kehendak-Nya untuk menerima mereka, sebab Ia mengaruniakan Roh Kudus juga kepada mereka sama seperti kepada kita, dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman. Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri? Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga."[4]
Pidato Paulus dan Barnabas
Maka diamlah seluruh umat itu, lalu mereka mendengarkan Paulus dan Barnabas menceriterakan segala tanda dan mujizat yang dilakukan Allah dengan perantaraan mereka di tengah-tengah bangsa-bangsa lain.[5]
Pidato Yakobus
Setelah Paulus dan Barnabas selesai berbicara, berkatalah Yakobus:
"Hai saudara-saudara, dengarkanlah aku: Simon telah menceriterakan, bahwa sejak semula Allah menunjukkan rahmat-Nya kepada bangsa-bangsa lain, yaitu dengan memilih suatu umat dari antara mereka bagi nama-Nya. Hal itu sesuai dengan ucapan-ucapan para nabi seperti yang tertulis:
Kemudian Aku akan kembali dan membangunkan kembali pondok Daud yang telah roboh, dan reruntuhannya akan Kubangun kembali dan akan Kuteguhkan, supaya semua orang lain mencari Tuhan dan segala bangsa yang tidak mengenal Allah, yang Kusebut milik-Ku demikianlah firman Tuhan yang melakukan semuanya ini, yang telah diketahui dari sejak semula.
Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah, tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa diberitakan di tiap-tiap kota, dan sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat."[6]
Keputusan
Maka rasul-rasul dan penatua-penatua beserta seluruh jemaat itu mengambil keputusan untuk memilih dari antara mereka beberapa orang yang akan diutus ke Antiokhia bersama-sama dengan Paulus dan Barnabas, yaitu Yudas yang disebut Barsabas dan Silas. Keduanya adalah orang terpandang di antara saudara-saudara itu. Kepada mereka diserahkan surat yang bunyinya:
"Salam dari rasul-rasul dan penatua-penatua, dari saudara-saudaramu kepada saudara-saudara di Antiokhia, Siria dan Kilikia yang berasal dari bangsa-bangsa lain. Kami telah mendengar, bahwa ada beberapa orang di antara kami, yang tiada mendapat pesan dari kami, telah menggelisahkan dan menggoyangkan hatimu dengan ajaran mereka. Sebab itu dengan bulat hati kami telah memutuskan untuk memilih dan mengutus beberapa orang kepada kamu bersama-sama dengan Barnabas dan Paulus yang kami kasihi, yaitu dua orang yang telah mempertaruhkan nyawanya karena nama Tuhan kita Yesus Kristus. Maka kami telah mengutus Yudas dan Silas, yang dengan lisan akan menyampaikan pesan yang tertulis ini juga kepada kamu. Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban daripada yang perlu ini: kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat."
Setelah berpamitan, Yudas dan Silas berangkat ke Antiokhia. Di situ mereka memanggil seluruh jemaat berkumpul, lalu menyerahkan surat itu kepada mereka.[7]
Tanggapan jemaat Antiokhia
Setelah membaca surat itu, jemaat bersukacita karena isinya yang menghiburkan. Yudas dan Silas, yang adalah juga nabi, lama menasihati saudara-saudara itu dan menguatkan hati mereka. Dan sesudah beberapa waktu keduanya tinggal di situ, saudara-saudara itu melepas mereka dalam damai untuk kembali kepada mereka yang mengutusnya.[8]
Keterangan Paulus
Dalam Surat Galatiapasal 2, Paulus sendiri menceritakan beberapa pertemuan dengan para rasul di Yerusalem, walau hal ini sulit untuk dikonfirmasi dengan cerita di Kisah Para Rasul. Paulus menyatakan bahwa ia "pergi lagi ke Yerusalem" (berarti bukan kepergian yang pertama) bersama Barnabas dan Titus "sebagai jawaban akan sebuah wahyu" untuk "menunjukkan kepada mereka Injil yang ia sebarkan di antara kaum non-Yahudi";[9]mereka disini menurut Paulus adalah "mereka yang seharusnya para pemimpin yang berpengetahuan":[10]Yakobus, Petrus dan Yohanes. Ia menceritakan hal ini sebagai sebuah "pertemuan tertutup" (bukan sebuah pertemuan publik) dan menunjuk bahwa Titus, seorang Yunani, tidak dipaksa untuk disunat dalam hubungannya dengan masalah kontroversi penyunatan pada masa-masa awal paham Kristiani.[11] Namun, ia merujuk pada "... saudara-saudara palsu yang menyusup masuk, yaitu mereka yang menyelundup ke dalam untuk menghadang kebebasan kita yang kita miliki di dalam Kristus Yesus, supaya dengan jalan itu mereka dapat memperhambakan kita."[12] Paulus menyatakan "pilar-pilar gereja", yaitu para "sokoguru jemaat"[13] tidak memiliki perbedaan dengannya. Sebaliknya, mereka memberikan kepadanya posisi "tangan kanan persaudaraan" ("jabat tangan sebagai tanda persekutuan"), ia terikat pada misi bagi "yang tidak disunat" dan mereka bagi "yang disunat", dan mereka hanya meminta agar ia selalu ingat akan yang "miskin". Masih diperdebatkan apakah pertemuan ini merupakan pertemuan yang sama yang diceritakan di dalam Kitab Kisah Para Rasul atau bukan.
^John Arthur Thomas Robinson (1919-1983). "Redating the New Testament". Westminster Press, 1976. 369 halaman. ISBN 10: 1-57910-527-0; ISBN 13: 978-1-57910-527-3
^Catholic Encyclopedia: St. James the Less: "Kemudian kita tidak melihat lagi Yakobus sampai Paulus, tiga tahun setelah pertobatannya (tahun 37 M), pergi ke Yerusalem. ... Pada kesempatan yang sama, para "sokoguru" Gereja ("pillars of the Church"), Yakobus, Petrus, dan Yohanes "memberikan kepadaku (Paulus) dan Barnabas 'tangan kanan persaudaraan' ("jabat tangan sebagai tanda persekutuan") ; bahwa kami harus pergi kepada orang-orang asing/non-Yahudi atau tak bersunat dan mereka pergi kepada orang-orang bersunat". (Galatia 2:9)"
Ehrman, Bart D.Lost Christianities: The Battle for Scripture and the Faiths We Never Knew 2003
Eisenman, Robert, 1997. James the Brother of Jesus: The Key to Unlocking the Secrets of Early Christianity and the Dead Sea Scrolls.ISBN 0-670-86932-5 A cultural historian's dissenting view based on contemporary texts.
Elsner, Jas. Imperial Rome and Christian Triumph: Oxford History of Early Non-Pauline Christianity 1998 ISBN 0-19-284201-3