Maklumat Tesalonika, juga dikenal sebagai Cunctos populos, dikeluarkan pada tanggal 27 Februari 380 Masehi. Maklumat ini berisi perintah agar semua penduduk Kekaisaran Romawi mengakukan iman dari uskup Roma dan Aleksandria, menjadikan Kekristenan Nicea sebagai agama negara Kekaisaran Romawi.[1]
Latar belakang
Kaisar Konstantinus I menjadi penganut Kristiani pada tahun 312. Pada tahun 325 Arianisme, salah satu jenis kristologi yang berpendapat bahwa Kristus diciptakan dan merupakan entitas di bawah Allah Bapa, menjadi cukup populer dan kontroversial di dalam Kekristenan Awal sehingga Konstantinus menghimpun Konsili Nicea dalam upayanya untuk mengakhiri kontroversi melalui penetapan ortodoksi di seluruh kekaisaran. Konsili tersebut menghasilkan Kredo Nicea asli, yang menolak Arianisme dan mengukuhkan bahwa Kristus adalah "Allah benar" dan "sehakikat dengan Bapa".[2]
Namun perselisihan di dalam Gereja belum berakhir dengan Nicea. Konstantinus, sambil mendesak diwujudkannya toleransi, mulai berpikir bahwa ia telah berada di sisi yang salah, dan bahwa kaum Nicea—dengan penganiayaan gencar terhadap kaum Arian—sebenarnya melanggengkan perselisihan di dalam Gereja. Konstantinus baru dibaptis saat ia menjelang wafat (337) dan memilih seorang uskup Arian, yaitu Eusebius dari Nikomedia, untuk membaptisnya.[2]
Putra Konstantinus dan pewaris takhtanya di Timur, yakni Konstantius II, bersimpati dengan kaum Arian dan bahkan dengan para uskup Nicea yang diasingkan. Yulianus, penerus Konstantius, adalah satu-satunya kaisar yang—setelah peristiwa konversi Konstantinus—menolak Kekristenan dan mengupayakan suatu kebangunan keragaman religius, menyebut dirinya seorang "Hellene" dan mendukung bentuk-bentuk agama Helenistik, kultus keagamaan tradisional Roma, dan Yudaisme, sekaligus menyatakan toleransi bagi semua aliran Kristen yang beragam. Yovianus, penerus Yulianus, adalah seorang Kristiani dan hanya memerintah selama 8 bulan tanpa pernah memasuki Konstantinopel. Posisinya di Timur digantikan oleh Valens, seorang Arian.[2]
Pada tahun 379, ketika Valens digantikan oleh Teodosius I, Arianisme tersebar luas di bagian timur dari Kekaisaran, sementara di bagian barat tetap kukuh dengan Kekristenan Nicea. Teodosius sendiri, yang dilahirkan di Hispania, adalah seorang Kristen Nicea dan sangat taat pada iman yang dianutnya. Pada bulan Agustus, Gratianus yang menjadi kaisar di Barat melakukan penindasan terhadap bidah di Barat.[2]
Maklumat
Maklumat Tesalonika dikeluarkan bersama-sama oleh Teodosius I, Gratianus, dan Valentinianus II pada tanggal 27 Februari 380.[1]
Arti penting
Maklumat Tesalonika dikeluarkan di bawah pengaruh Akholius, dan karenanya Paus Damasus I yang telah menunjuknya. Maklumat ini menegaskan kembali ekspresi tunggal Iman Apostolik yang sah di dalam Kekaisaran Romawi, yaitu "katolik" (universal) dan "ortodoks" (benar dalam pengajarannya). Setelah dikeluarkannya maklumat ini, Teodosius menghabiskan banyak waktunya untuk menekan segala bentuk Kekristenan non-Nicea, khususnya Arianisme, dan dalam membangun ortodoksi Kekristenan Nicea di seluruh wilayah kekuasaannya.[3]
Maklumat ini ditindaklanjuti pada tahun 381 oleh Konsili Konstantinopel I, yang menegaskan Symbolum Nicaenum (Kredo Nicea) dan memberikan bentuk akhirnya menjadi Kredo Nicea-Konstantinopel.[4] Pada tahun 383, sang Kaisar memerintahkan berbagai penganut aliran non-Nicea (kaum Arian, Anomoeanis, Makedonian, dan Novatian) untuk menyerahkan kredo (pengakuan iman) tertulis kepadanya untuk ia tinjau sambil berdoa dan kemudian dibakarnya, kecuali yang dari kaum Novatian. Aliran-aliran lainnya kehilangan hak untuk mengadakan pertemuan, menahbiskan imam, dan menyebarkan keyakinan mereka.[5] Teodosius melarang kaum bidah untuk bermukim di Konstantinopel, serta pada tahun 392 dan 394 menyita tempat-tempat ibadah mereka.[6]
Kutipan
Sumber