Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (disingkat GPIB) atau Protestant Church in Western Indonesia adalah persekutuan orang percaya Kristen Protestan di Indonesia dimana Tuhan Yesus Kristus menjadi dasar dan kepalanya.[1] GPIB melaksanakan panggilan dan pengutusan-Nya melalui persekutuan, pelayanan dan kesaksian yang dituangkan dalam Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG).[2] GPIB merupakan bagian dari Gereja Protestan di Indonesia (GPI) yang pada zaman Hindia Belanda bernama De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie atau Indische Kerk. Pelembagaan dan pembentukan GPIB sebagai Gereja Bagian Mandiri (GBM) keempat di lingkungan GPI, disetujui dan diputuskan melalui Surat Keputusan Wakil Tinggi Kerajaan Belanda di Indonesia No. 2, tanggal 1 Desember 1948.[3]
Dasar Gereja, Pengakuan dan Pemahaman Iman, Wujud dan Bentuk GPIBDasar GerejaTeologi GPIB didasari ajaran Reformasi dari Yohanes Calvin, seorang tokoh Reformasi Gereja Protestan berkebangsaan Prancis yang di kemudian hari pindah ke Jenewa dan memimpin gereja di sana. Gereja sebagai persekutuan orang percaya adalah Tubuh Kristus yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli. Gereja hadir untuk mewujudkan kasih Allah di dunia ini pada segala waktu dan tempat. Dasar dan Kepala Gereja adalah Tuhan Yesus Kristus.[4] GPIB mengaku bahwa Allah menyelamatkan alam semesta ciptaan-Nya dalam karya Tuhan Yesus Kristus Anak Allah, yang berlanjut dalam kehidupan secara kontekstual melalui Roh Kudus-Nya.[5] Untuk menumbuhkan dan mengembangkan persekutuan, pelayanan dan kesaksian di tengah masyarakat, GPIB menata kehidupannya dengan bersumber dari Firman Allah.[4] Pengakuan Iman & Pemahaman Iman GPIBGPIB bersama Gereja dari segala abad dan tempat mengaku bahwa keselamatan hanya oleh Iman, hanya oleh Anugerah dan hanya oleh Firman (Sola Fide, Sola Gratia, Sola Scriptura),[6] serta bersama Gereja dari segala abad dan tempat mengikrarkan Pengakuan Imannya sebagaimana nyata dalam :[7]
GPIB merumuskan Pemahaman Imannya berdasarkan Firman Allah, tradisi Gereja dan pengakuan-pengakuan iman ekumenis.[8] Pemahaman Iman GPIB berisikan pemahaman tentang pokok-pokok, pergumulan yang dihadapi sesuai dengan tantangan zaman dalam kebersamaan dengan seluruh warga masyarakat dan bangsa Indonesia.[9] Wujud & Bentuk GPIBDalam menata dan mengembangkan panggilan dan pengutusan, GPIB menganut sistem Presbiterial Sinodal [10] yang dilaksanakan oleh para Presbiter yaitu Diaken, Penatua dan Pendeta [11] bersama seluruh anggota Jemaat GPIB. GPIB adalah kesatuan dari persekutuan jemaat-jemaat :[12]
GPIB adalah persekutuan warga dalam wujud Jemaat-jemaat yang berada di Indonesia, meliputi wilayah di luar pelayanan GMIM, GPM, dan GMIT. Pelayanan di luar Indonesia dilakukan melalui pengiriman tenaga utusan gerejawi GPIB, berdasarkan permintaan dan kesepakatan kerja dengan mitra GPIB di luar Indonesia. GPIB hadir di tengah dan bersama masyarakat, bangsa dan negara Republik Indonesia di 26 Provinsi dan yang berada di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, serta pulau-pulau sekitarnya sesuai dengan wilayah yang ditetapkan pada waktu GPIB didirikan sebagai Gereja yang mandiri. Sejarah Pembentukan GPIBSejarah GPIB tidak dapat dipisahkan dari pembentukan De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie atau Indische Kerk (sekarang dikenal sebagai Gereja Protestan di Indonesia) yang pada tanggal 27 Februari 1605 melaksanakan ibadah Protestan untuk pertama kalinya di Benteng Victoria Ambon Maluku, Hindia Belanda. Pada tahun 1619, kantor pusat De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie dipindahkan ke Batavia sehubungan dengan berpindahnya pusat pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari Ambon ke Batavia. De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie, mewarisi jemaat-jemaat yang ditinggalkan oleh Portugis dengan wilayah pelayanannya meliputi sejumlah daerah seperti Maluku, Minahasa, Kepulauan Sunda Kecil (kini Nusa Tenggara Timur, dan sebagian Nusa Tenggara Barat khususnya Pulau Sumbawa dan sebagian Lombok), serta Pulau Jawa, Sumatra dan lainnya. Karena wilayah pelayanan semakin banyak dan meluas, maka cabang-cabang De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie mengalami berbagai persoalan. Pada tahun 1927 disepakati bahwa keesaan gereja harus tetap dipertahankan, namun wilayah yang memiliki kekhususan diberi status mandiri yang lebih luas untuk mengatur pelayanannya secara sendiri-sendiri. Dalam Sidang Sinode De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie tahun 1933, jemaat di Minahasa, Maluku, bekas wilayah Keresidenan Timor dan pulau-pulau di sekitarnya diberikan wewenang untuk menjadi gereja mandiri dalam persekutuan De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie. Pada tahun 1934, jemaat di Minahasa dilembagakan menjadi gereja mandiri pertama dengan nama Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM). Setahun kemudian pada tahun 1935, jemaat di Maluku dilembagakan menjadi gereja mandiri kedua dengan nama Gereja Protestan Maluku (GPM). Setelah berakhirnya Perang Dunia II, pada tahun 1947, jemaat di wilayah Sunda Kecil dilembagakan menjadi gereja mandiri ketiga dengan nama Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Setelah kemerdekaan Indonesia, Sidang Sinode De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie yang diadakan di Buitenzorg (Bogor), menyepakati bahwa gereja mandiri keempat akan dibentuk dengan wilayah pelayanan di bagian barat Indonesia. Pada tanggal 31 Oktober 1948 dalam Ibadah Hari Minggu Jemaat di "Willemskerk" (sekarang GPIB Immanuel Jakarta), dilembagakanlah gereja mandiri keempat yang pada waktu itu bernama De Protestantsche Kerk in Westelijk Indonesie (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat), berdasarkan Tata Gereja dan Peraturan Gereja yang dipersembahkan oleh proto-Sinode kepada Algemene Moderamen De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie (Badan Pekerja Am Gereja Protestan di Indonesia). Majelis Sinode De Protestantsche Kerk in Westelijk Indonesie (GPIB) Pertama
Kelembagaan GPIBDasar Hukum kelembagaan GPIB :[13]
Dasar Kepemilikan Harta Tidak Bergerak :[14]
Berdasarkan pengakuan Negara terhadap GPIB sebagai badan hukum, semua tindakan yang dilakukan untuk dan atas nama GPIB adalah tindakan perwakilan hukum. Majelis Sinode GPIBMajelis Sinode adalah lembaga yang dibentuk oleh Persidangan Sinode GPIB untuk mewujudnyatakan pemerintahan Kristus dalam memimpin perjalanan kebersamaan GPIB secara kolektif kolegial diantara dua Persidangan Sinode [15] dan dipilih melalui tahap pemilihan dan ditetapkan dalam Persidangan Sinode GPIB.[16] Majelis Sinode adalah pimpinan sinodal GPIB selaku pimpinan administratif dan pengelola sinodal yang dalam tugasnya bersifat kolektif kolegial [17] dan sebagai pembina sinodal kepejabatan dan lembaga-lembaga sinodal yang berada di bawah naungan GPIB.[18] Fungsionaris Majelis Sinode GPIB berjumlah 11 (sebelas) orang,[19] terdiri dari Presbiter GPIB (Pendeta / Diaken / Penatua) yang dipilih oleh dan di dalam Persidangan Sinode GPIB. Majelis Sinode GPIB berkedudukan di Jakarta.[20] Salah satu agenda Persidangan Sinode XXI GPIB (26 - 31 Oktober 2021) di Surabaya - Jawa Timur adalah memilih dan menetapkan susunan fungsionaris Majelis Sinode XXI GPIB dan Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja (BPPG) yang baru. Fungsionaris Majelis Sinode & BPPG GPIB terpilih diteguhkan dalam Ibadah Syukur HUT Ke-73 GPIB yang disertai dengan Sakramen Perjamuan Kudus & Penutupan Persidangan Sinode XXI GPIB, dilayani oleh Pendeta Em. Drs. Jeffrey Willem Christiaan Sompotan, S.Th. (Sekretaris Umum Majelis Sinode XVIII GPIB). Fungsionaris Majelis Sinode XXI GPIB (Masa Tugas 2021–2025) adalah sebagai berikut:
Masa tugas Majelis Sinode GPIB adalah 5 (lima) tahun yang berlangsung dari Persidangan Sinode GPIB sampai Persidangan Sinode GPIB berikutnya.[21] Dalam jabatan apapun, setiap anggota Majelis Sinode GPIB hanya dapat dipilih untuk 2 (dua) periode masa tugas.[22] Majelis Sinode GPIB mempertanggungjawabkan segala tugas, wewenang, dan kebijakan-kebijakannya kepada Persidangan Sinode GPIB dalam bentuk Laporan Pertanggungjawaban Majelis Sinode 5 (lima) tahunan [23] yang dihadiri oleh para utusan Presbiter Jemaat-jemaat GPIB, Badan Pelaksana Mupel GPIB dan Badan Pembantu GPIB. Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja GPIBBadan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja (BPPG) GPIB adalah badan pemeriksa pada lingkup sinodal yang bertanggungjawab kepada Persidangan Sinode GPIB.[24] Fungsi BPPG GPIB adalah mengadakan pemeriksaan terhadap perbendaharaan GPIB[25] meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan pengelolaan, pemeriksaan program dan pemeriksaan khusus yang dilakukan secara kolegial, independen dan profesional dengan memahami panggilan dan pengutusan gereja [26] serta membuat analisis mengenai perbendaharaan gereja dan meneruskannya dalam bentuk rekomendasi kepada Majelis Sinode GPIB.[27] BPPG GPIB terdiri dari 3 (tiga) orang Presbiter (Diaken/Penatua) GPIB yang dipilih dan diangkat oleh Persidangan Sinode GPIB untuk masa jabatan yang disesuaikan dengan masa tugas Majelis Sinode GPIB.[28] BPPG GPIB berkedudukan di Jakarta.[29] Fungsionaris Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja XXI GPIB (Masa Tugas 2021–2025) adalah sebagai berikut:
Musyawarah Pelayanan (Mupel) GPIBMusyawarah Pelayanan Jemaat-jemaat GPIB (semacam Klasis) yang disingkat Mupel adalah wadah kebersamaan Jemaat-jemaat di wilayah.[30] yang dibentuk melalui sidang Presbiter dari Jemaat-jemaat di suatu wilayah pelayanan GPIB.[31] Mupel GPIB adalah alat kebersamaan, persekutuan, pelayanan, kesaksian dari Jemaat-jemaat di suatu wilayah pelayanan GPIB dan pembantu Majelis Sinode GPIB di wilayah tersebut.[32] Mupel GPIB berfungsi untuk membicarakan kehadiran GPIB di suatu wilayah dan kebersamaan persekutuan, pelayanan dan kesaksian Jemaat-jemaat GPIB di wilayah tertentu [33] serta menjembatani kepelbagaian Jemaat-jemaat dalam melaksanakan panggilan dan pengutusan Gereja,[34] dan secara bertanggung jawab menjabarkan dan mengkoordinasikan hasil Persidangan Sinode dan kebijakan-kebijakan sinodal menyangkut hal tersebut di wilayah pelayanannya.[35] Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, Mupel menetapkan Badan Pelaksana yang terdiri atas para Ketua, para Sekretaris dan para Bendahara [36] yang dipilih oleh dan di dalam sidang wilayah [37] dengan memperhatikan tata cara pemilihan Badan Pelaksana Mupel yang diatur dalam peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh Sidang Wilayah.[38] Masa tugas Badan Pelaksana disesuaikan dengan masa tugas Pelaksana Harian Majelis Jemaat.[39] Ketika pertama kali terbentuk, GPIB mempunyai 7 Klasis (kini disebut Mupel atau Musyawarah Pelayanan) dengan 53 jemaat yaitu:
Saat ini, GPIB memiliki 25 Musyawarah Pelayanan (Mupel), yaitu :[40]
Majelis Jemaat GPIBMajelis Jemaat adalah persekutuan kerja para Presbiter yang merupakan pimpinan GPIB di lingkup Jemaat. Persekutuan kerja ini adalah perwujudan dari Sistem Presbiterial Sinodal yang tampak dalam Sidang Majelis Jemaat.[41] Tugas Majelis Jemaat adalah:[42]
Wewenang Majelis Jemaat adalah:[43]
Sidang Majelis Jemaat (SMJ)Sidang Majelis Jemaat (SMJ) adalah perwujudan presbiterial sinodal dan merupakan wadah pengambilan keputusan serta kebijakan di Jemaat.[44] Sidang Majelis Jemaat (SMJ) dilaksanakan setiap 3 (tiga) bulan[45] dan ketentuan lebih rinci tentang SMJ diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pelaksanaan Majelis Jemaat (PPMJ).[46] Ketua Majelis JemaatKetua Majelis Jemaat adalah Pendeta GPIB yang ditugaskan dan ditempatkan oleh Majelis Sinode dalam jabatan struktural sekaligus Ketua Pelaksana Harian Majelis Jemaat.[47] Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ)Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) adalah representasi harian dari Majelis Jemaat [48] yang anggotanya dipilih dari fungsionaris Majelis Jemaat melalui Sidang Majelis Jemaat kecuali jabatan Ketua Majelis Jemaat.[49] Untuk menjadi fungsionaris PHMJ, minimal pernah menjabat sebagai Diaken/Penatua selama 1 (satu) masa tugas PHMJ (2,5 tahun) kecuali Jemaat yang baru dilembagakan.[50] Tugas PHMJ adalah:[51]
Masa tugas PHMJ adalah 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan dapat dipilih kembali.[52] Seseorang tidak dapat dipilih kembali setelah menjalani 2 (dua) kali masa tugas / periode menjabat berturut-turut,[53] namun dapat dipilih kembali selaku fungsionaris PHMJ setelah melewati masa jeda selama 1 (satu) tahun.[54] Penetapan PHMJ dilakukan oleh Majelis Sinode dalam surat keputusan.[55] PHMJ terpilih bertugas setelah serah terima dalam Sidang Majelis Jemaat[56] dan diperkenalkan kepada Jemaat dalam Ibadah Hari Minggu.[57] GPIB Masa KiniPokok-Pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG)Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) adalah garis besar atau pokok-pokok kebijakan umum GPIB dalam memenuhi panggilan dan pengutusannya di tengah-tengah gereja, masyarakat dan dunia dalam suatu periode tertentu (20 tahun) [58] PKUPPG disusun berdasarkan:[59]
PKUPPG disusun dan ditetapkan dengan maksud sebagai arah, pedoman dan tolok ukur bagi gereja dalam melaksanakan tugas tanggung jawab dan kewajibannya dalam memenuhi panggilan dan pengutusan gereja. Tujuan PKUPPG agar GPIB mampu mewujudkan tugas-tugas itu melalui program dan aksi nyata sebagai tanda kehadiran Kerajaan Allah dan tanda kehidupan yang menjadi garam dan terang dunia serta pembawa damai sejahtera Yesus Kristus menuju pembangunan Gereja Misioner [60] Dengan memperhatikan tujuan dan sasaran, jangka waktu dan langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan maupun sasaran maka untuk KUPPG 5 (lima) tahunan ditetapkan pokok-pokok program anggaran dengan 6 (enam) bidang kegiatan pada PKUPPG Jangka Panjang II, yaitu:[61]
Uraian sesuai bidang/program atas KUPPG tersebut setiap tahun dibijaki melalui Persidangan Sinode Tahunan (PST) yang akan menetapkan Program Kerja dan Anggaran tahunan lingkup sinode. Persidangan Sinode GPIBPersidangan Sinode GPIB adalah penjelmaan dari persekutuan GPIB sebagai gereja secara sinodal [62] dan penjelmaan dari kebersamaan Jemaat-jemaat GPIB sebagai wujud pemerintahan Kristus melalui kehadiran para presbiter untuk menentukan kebijakan gereja dalam memenuhi panggilan dan pengutusan-Nya sebagai gereja yang misioner.[63] Persidangan Sinode GPIB adalah lembaga yang memiliki kewibawaan dan kewenangan gerejawi dan merupakan wadah pengambilan keputusan tertinggi dalam GPIB melalui presbiter perutusan Jemaat-jemaat.[64] Persidangan Sinode GPIB merupakan wadah penjelmaan kesatuan dan persatuan seluruh presbiter GPIB untuk memusyawarahkan penyelenggaraan panggilan dan pengutusan, serta pengelolaan sumber daya gereja.[65] Persidangan Sinode mempunyai wewenang untuk :
Persidangan Sinode XXI GPIB diselenggarakan pada tanggal 26 - 31 Oktober 2021 dengan penyelenggara adalah Jemaat-jemaat GPIB di Mupel Jawa Timur. Persidangan Sinode XXI GPIB menjadi persidangan sinode pertama GPIB yang digelar secara hybrid (daring dan luring) dengan titik pusat berada di Dyandra Convention Center Surabaya - Jawa Timur. Rangkaian kegiatan Persidangan Sinode XXI GPIB diawali dengan Ibadah Pembukaan Persidangan Sinode XXI GPIB yang dilayani oleh Pelayan Firman Pendeta Drs. Paulus Kariso Rumambi, M.Si (Ketua Umum Majelis Sinode XX GPIB). Persidangan Sinode XXI GPIB juga memiliki keistimewaan khusus karena Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo berkenan menyampaikan sambutan dan secara resmi membuka kegiatan Persidangan Sinode XXI GPIB. Bila mengacu pada program sinodal GPIB, Persidangan Sinode XXI GPIB seharusnya diselenggarakan pada bulan Oktober 2020, namun mengingat situasi dan kondisi Indonesia yang sedang bergumul juang untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan atas usulan serta pertimbangan jemaat-jemaat GPIB maka Persidangan Sinode XXI diundur dan baru terlaksana pada bulan Oktober 2021. Selain Persidangan Sinode (5 tahunan)[73] dan Persidangan Sinode Istimewa,[74] secara rutin setiap tahun GPIB mengadakan Persidangan Sinode Tahunan (PST).[74] Sedangkan bagi para Pendeta GPIB dilaksanakan kegiatan Konven Pendeta GPIB. Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB Tahun 2020 diadakan di Hotel Aston Bogor pada tanggal 26-29 Februari 2020 dengan penyelenggara adalah Jemaat-jemaat GPIB di Mupel Jawa Barat 2. Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB Tahun 2021 tidak dapat terlaksana karena mengingat dan mempertimbangkan himbauan Pemerintah terkait situasi kondisi Indonesia yang masih bergumul mengatasi pandemi Covid-19. Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB Tahun 2022 dilaksanakan pada tanggal 7 - 9 Maret 2022 bertempat di Hotel Aryaduta Jakarta dengan penyelenggara adalah Jemaat-jemaat GPIB di Mupel Jakarta Timur. Giat persidangan dilakukan secara hybrid (daring dan luring) sebagaimana yang sebelumnya telah dilakukan oleh GPIB saat melaksanakan kegiatan Persidangan Sinode XXI GPIB di Surabaya. Rangkaian kegiatan Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB Tahun 2022, diawali dengan Ibadah Pembukaan & Sakramen Perjamuan Kudus yang dilayani oleh Pelayan Firman Pendeta Roberto J. M. Wagey, M.Th. (Sekretaris I Majelis Sinode XXI GPIB). Secara resmi, giat Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB Tahun 2022 dibuka oleh Ketua Umum Majelis Sinode XXI GPIB, Pendeta Drs. Paulus Kariso Rumambi, M.Si. dan dilanjutkan dengan pemukulan gong sebagai tanda dimulainya Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB Tahun 2022 oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Bapak Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D. Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB adalah kegiatan sinodal tahunan GPIB yang diselenggarakan setiap bulan Februari. Peserta Persidangan Sinode Tahunan (PST) adalah[75] Majelis Sinode GPIB, BPPG GPIB, Badan Pembantu Majelis Sinode GPIB, Unit Kerja GPIB, Utusan Mupel GPIB, Para Pendeta (Ketua Majelis Jemaat) dan Diaken / Penatua (anggota Pelaksana Harian Majelis Jemaat) utusan jemaat-jemaat GPIB serta undangan. Agenda kegiatan Persidangan Sinode Tahunan (PST) diantaranya :
Setiap hasil dan keputusan Persidangan Sinode (PS) / Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB bersifat mengikat serta diterapkan dalam Program Kerja & Anggaran Belanja Sinodal, Mupel GPIB dan Jemaat-jemaat GPIB. Konven Pendeta GPIBKonven Pendeta terakhir diadakan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan Persidangan Sinode Tahunan (PST) 2019 pada tanggal 25-26 Februari 2019, diadakan di Hotel Harris Sunset Road - Bali dan dihadiri oleh 656 orang Pendeta GPIB. Sebagai penyelenggara adalah Jemaat-jemaat GPIB di Mupel Bali - NTB. Dalam Konven Pendeta GPIB, para Pendeta GPIB yang berstatus organik/aktif (bukan Pendeta yang berstatus non organik / emeritus) diundang untuk menghadiri kegiatan tersebut. Konven Pendeta GPIB diisi dengan berbagai kegiatan seperti evaluasi pelayanan Pendeta, pembekalan para Pendeta melalui materi bina, sharing pelayanan Pendeta, dan berbagai kegiatan lainnya yang berhubungan dengan tugas dan pelayanan seorang Pendeta GPIB. Presbiter (Pendeta, Diaken & Penatua GPIB)Presbiter GPIBSesuai Tata Gereja GPIB, Pimpinan Sinodal GPIB berada di tangan Majelis Sinode GPIB,[79] yang dipilih dan ditetapkan oleh Persidangan Sinode GPIB. Pimpinan di tingkat Jemaat berada di tangan Majelis Jemaat GPIB [80] yang fungsi & perannya dilaksanakan oleh Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ),[81] Anggota PHMJ dipilih dalam Sidang Majelis Jemaat dan ditetapkan oleh Majelis Sinode GPIB melalui Surat Keputusan untuk masa jabatan 2,5 tahun.[82] Sesuai tatanan yang berlaku dalam sistem Presbiterial Sinodal, Sidang Majelis Jemaat (SMJ) adalah wadah pengambilan keputusan tertinggi dalam jemaat.[83] Presbiter adalah warga sidi jemaat GPIB yang menyediakan diri secara khusus melalui proses perupaan untuk melayani di GPIB sebagai pemenuhan panggilan dan pengutusan Kristus dalam rangka mewujudkan gereja misioner.[84] Presbiter GPIB terdiri atas Diaken, Penatua dan Pendeta[85] sebagai pelaksana penatalayanan di dalam gereja dan jemaat.[86] Tugas dan tanggung jawab khusus Presbiter adalah sebagai berikut :
Bilamana Pendeta di suatu Jemaat berhalangan, Majelis Jemaat setempat menunjuk salah seorang Penatua untuk melaksanakan tugas khusus Pendeta dan melaporkannya kepada Majelis Sinode GPIB.[90] Pendeta GPIBPendeta GPIB adalah pegawai GPIB yang diteguhkan sebagai Pelayan Firman dan Sakramen GPIB dan ditugaskan oleh Majelis Sinode GPIB pada jabatan struktural GPIB [91] (ditempatkan dalam sebuah Jemaat GPIB atau sebagai tenaga perutusan GPIB dalam sebuah organisasi / lembaga.) Pendeta GPIB terdiri dari :
Pendeta GPIB adalah tamatan pendidikan Strata 1 lulusan Sekolah Tinggi Teologi atau Fakultas Teologi universitas yang diakui oleh GPIB, yaitu : Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jakarta, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Teologi Indonesia Timur Makassar. Perupaan Pendeta adalah proses melengkapi seorang Sarjana Teologi untuk menjadi Pendeta, Pelayan Firman dan Sakramen GPIB.[94] Calon Vikaris GPIB diwajibkan lulus tes masuk Vikariat yang terdiri dari tes akademik, tes kesehatan, psikotes dan mengikuti pembinaan Pra-Vikariat.[95] Vikaris GPIB, wajib mengikuti masa Vikariat I dan II di sebuah Jemaat GPIB yang ditentukan oleh Majelis Sinode GPIB selama kurang lebih 2 tahun sebelum diteguhkan dalam jabatan Pendeta/Pelayan Firman dan Sakramen GPIB.[96] Vikaris GPIB didampingi 2 orang mentor (Pendeta GPIB yang ditugaskan oleh Majelis Sinode GPIB) selama masa vikariat berlangsung. Penempatan/penugasan Pendeta GPIB diatur oleh Majelis Sinode GPIB dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB. Dalam jabatan struktural, Majelis Sinode menempatkan satu atau dua orang atau lebih Pendeta GPIB di sebuah jemaat GPIB dalam jabatan Ketua Majelis Jemaat[97] dan (atau) Pendeta Jemaat.[98] GPIB mengenal alih tugas (mutasi) Pendeta antar Jemaat / antar wilayah sebagai bagian dari proses pembinaan yang dilakukan secara terencana dan terpola [99] Alih tugas Pendeta GPIB bertujuan untuk penyegaran dan pembinaan, mengembangkan dan menyeimbangkan pengalaman daerah / wilayah / sifat-sifat jemaat tertentu, mendekatkan ke tempat / daerah yang berhubungan dengan masa pensiun, sudah 5 (lima) tahun bertugas di suatu jemaat / instansi GPIB lainnya.[100] Pengaturan alih tugas Pendeta GPIB diatur oleh Majelis Sinode GPIB.[101] Diaken dan Penatua GPIBDiaken dan Penatua GPIB adalah Pejabat GPIB yang dipilih dari dan oleh warga sidi Jemaat GPIB melalui tahapan proses Pemilihan Diaken dan Penatua GPIB.[102] Persyaratan Diaken dan Penatua GPIB adalah sebagai berikut:[103]
kegiatan denominasi lain atau persekutuan di luar GPIB.
Proses pemilihan meliputi tahapan sebagai berikut: pembentukan Panitia Pemilihan Diaken dan Penatua di setiap Jemaat GPIB yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB, sensus / pemutahiran data warga sidi jemaat, penetapan daftar pemilih (warga sidi jemaat yang memiliki hak untuk dapat memilih dan dipilih / dapat memilih tapi tidak bisa dipilih menjadi calon Diaken dan Penatua), pemilihan tahap I untuk memilih bakal calon Diaken dan Penatua, penyerahan berkas administrasi para bakal calon, pembinaan bakal calon Diaken dan Penatua, pemilihan tahap II untuk memilih calon tetap Diaken & Penatua, pembinaan calon tetap Diaken dan Penatua, pastoral / penggembalaan para bakal calon / calon tetap Diaken dan Penatua bersama Istri / Suami. Para Diaken dan Penatua terpilih, ditetapkan oleh Majelis Sinode GPIB melalui Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB dan diteguhkan dalam Ibadah Minggu Jemaat yang dilayani oleh Pejabat GPIB yang ditugaskan oleh Majelis Sinode GPIB. Unit - Unit Misioner GPIBUnit misioner adalah wadah pembinaan dan pelaksana misi GPIB dalam rangka pembangunan jemaat secara berkesinambungan di bawah tanggung jawab Majelis Sinode / Majelis Jemaat GPIB [104] Unit-unit Misioner adalah:[105]
Unit misioner berfungsi membantu Majelis Sinode / Majelis Jemaat merumuskan kebijakan, merencanakan program dan melaksanakan kegiatan pada bidang-bidang kegiatan sebagai penjabaran dan pelaksanaan PKUPPG [106] Pelayanan Kategorial GPIBPelayanan Kategorial disingkat Pelkat adalah unit misioner sebagai wadah pembinaan warga gereja dalam keluarga dan masyarakat sesuai kategori agar para anggotanya berperan aktif dalam pengembangan panggilan dan pengutusan gereja secara utuh dan berkesinambungan.[107]
Departemen GPIBGPIB juga memiliki beberapa departemen, antara lain :
Yayasan GPIBGPIB memiliki sejumlah yayasan untuk melaksanakan pelbagai program pelayanannya, antara lain:
Program GPIBProgram-program pelayanan GPIB mencakup bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan bencana nasional melalui Crisis Center dan Satuan Tugas (Satgas) GPIB, Kelompok Fungsional-Profesional (KFP), Unit Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat (UP2M) di Pos-pos Pelkes GPIB, Unit-unit Usaha Milik Gereja (UUMG), pembinaan masyarakat perkotaan & industri, pelayanan Lembaga Permasyarakatan, dan lain-lain. GPIB juga aktif menjalin komunikasi antara umat beragama melalui Forum Dialog Kerjasama Lintas Iman. Kalender Gerejawi GPIB (Simbol & Maknanya)Kalender Gerejawi adalah siklus masa perayaan setahun yang di dalamnya jemaat menjalankan ibadah. Bagi gereja, siklus masa setahun berpedoman pada hidup dan karya Yesus Kristus, yang berawal dan berakhir dengan berita tentang Yesus Kristus. Siklus masa dalam kalender gerejawi tidak hanya berbentuk lingkaran, dimana setiap peristiwa Yesus Kristus yang dirayakan terus berulang dari tahun ke tahun, tetapi juga berbentuk spiral, dimana setiap peristiwa Yesus Kristus yang dirayakan mengalami peningkatan makna dan penghayatan dari tahun ke tahun, sehingga jemaat terus bertumbuh ke arah Yesus Kristus. Ada dua siklus masa perayaan dalam Kalender Gerejawi GPIB, yaitu Siklus Natal dan Siklus Paskah. Kedua siklus tersebut diawali dengan suatu masa persiapan. Siklus Masa Natal meliputi : Adven (kedatangan) yang merupakan masa persiapan dan sekaligus awal Tahun Gerejawi, Natal (kelahiran) dan Epifani (penampakan Yesus di muka umum). Siklus Masa Paskah meliputi : Prapaskah (pelayanan Yesus dari Galilea ke Yerusalem) yang merupakan masa persiapan, Jumat Agung (kematian), Paskah (kebangkitan), Kenaikan Yesus Kristus ke Surga, Pentakosta (turunnya Roh Kudus), Trinitas dan hari Minggu biasa atau lebih dikenal Hari Minggu sesudah Pentakosta. Siklus masa perayaan tersebut merupakan momentum untuk mengarahkan dan membina jemaat untuk beribadah dan menghayati hidup serta karya Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Kepala Gereja. Penghayatan itu selanjutnya ditunjang oleh bacaan Alkitab yang disusun secara (Lectio Selecta) dimana ayat-ayat yang dipilih berdasarkan arahan tema tahunan GPIB, secara berkelanjutan (Lectio Continua) dan didukung oleh simbol-simbol ibadah.[108] SIKLUS MASA NATALADVEN(Lat. Adventus) berarti 'kedatangan'. Dulu, istilah ini digunakan secara umum pada masa Kekaisaran Romawi untuk peristiwa kedatangan kaisar yang dianggap sebagai dewa. Adven juga terkait dengan masa penantian Mesias oleh umat Israel dalam Perjanjian Lama. Berdasarkan latar belakang itulah para pengikut Kristus memberi makna baru bagi Adven yaitu untuk menyatakan kedatangan Tuhan Yesus. Bagi pengikut Kristus, makna kedatangan bukanlah kedatangan seorang kaisar melainkan kedatangan Yesus Kristus sebagai Tuhan & Raja dan bahwa Mesias yang dinantikan oleh umat Israel sesungguhnya telah datang dalam diri Yesus Kristus. Dia sudah datang dan akan datang. Jelas, bahwa minggu-minggu Adven merupakan masa persiapan bagi orang Kristen untuk menyambut kedatangan Yesus Kristus. Kedatangan-Nya yang pertama itu dipahami dalam wujud bayi Yesus yang lahir di kandang Bethlehem yang diingat-rayakan pada hari Natal. Perayaan ini terus mengarahkan jemaat untuk mempersiapkan diri menyambut kedatangan-Nya kembali yaitu pada akhir zaman. Adven dirayakan selama 4 (empat) minggu sebelum Natal. Ditandai dengan penyalaan lilin Adven (lilin Adven I berwarna ungu, Adven II berwarna ungu, Adven III berwarna pink / merah muda, Adven IV berwarna ungu). Perayaan Natal dimulai pada Malam Natal tanggal 24 Desember ditandai dengan penyalaan Lilin Natal berwarna putih yang terus dinyalakan pada perayaan Natal pertama tanggal 25 Desember, Natal kedua tanggal 26 Desember dan pada hari Minggu sesudah Natal sebelum hari Epifani. Simbol Minggu Adven seperti terdapat pada kain mimbar dan stola GPIB adalah Salib - Jangkar warna kuning gading di atas kain warna dasar ungu muda. Arti : Simbol Salib - Jangkar dipergunakan oleh orang Kristen mula-mula yang tinggal di katakombe-katakombe. Simbol ini sebenarnya merupakan warisan dari bangsa Mesir kuno, namun dikemudian hari menjadi simbol universal yang menunjuk pada penantian yang penuh pengharapan. Pengharapan adalah sauh (jangkar) yang kuat bagi jiwa kita. Dengan pengharapan dan iman, orang percaya tetap menanti kedatangan Yesus Kristus sebab Dia akan datang untuk membebaskan orang percaya dari segala penderitaan yang mereka alami. Simbol Adven berganti pada tanggal 24 Desember, Pukul 18.00.[109] NATAL(Portugis. Natal, Lat. Natalis / Dies Natalis) berarti hari lahir. Dulu, masyarakat dalam Imperium Romawi menggunakan istilah ini untuk kelahiran dewa matahari (dies natalis invicti) yang berarti hari kelahiran matahari yang tak terkalahkan. Pengertiannya dihubungkan pula dengan penyembahan kaisar sebagai dewa matahari. Demi kehormatannya sendiri sebagai 'tuhan', pada abad ke-3 Masehi, Kaisar Roma menetapkan perayaan hari kelahirannya pada tanggal 25 Desember. Di kemudian hari, ketika seluruh Imperium Romawi memeluk agama Kristen, maka tanggal tersebut diambil alih dan diisi dengan makna baru sebagai Dies Natalis Yesus Kristus. Dalam hal ini, Yesus dipahami sebagai Matahari Kebenaran, Terang Dunia yang sebenarnya, Raja Alam Semesta, Tuhan yang sanggup turun dari takhta-Nya. Karena itu setiap tanggal 25 Desember selalu dirayakan sebagai Hari Kelahiran Yesus Kristus. Gereja mula-mula, menyepakati suatu rentang waktu untuk kelahiran Yesus Kristus yaitu pada tanggal 25 Desember - 6 Januari. SUB OKTAF NATAL adalah sebutan untuk Hari Minggu di antara tanggal 25 Desember dan tanggal 1 Januari. Sering disebut Minggu I sesudah Hari Natal yang jatuh pada suatu tanggal sebelum Oktaf Natal. Sub Oktaf berarti di bawah oktaf. OKTAF NATAL adalah hari ke-8 sesudah tanggal 25 Desember yaitu tepat tanggal 1 Januari. Tanggal ini penting, bukan saja karena menandai dimulainya tahun baru, tetapi menurut kesaksian Alkitab bahwa hari itu merupakan tanggal pemberian nama 'Yesus' bagi bayi Yusuf dan Maria, ketika Ia disunat satu minggu sesudah Ia lahir (Luk 2:21). Karena itu, kita beribadah pada malam akhir tahun yang lama dan permulaan tahun yang baru, karena kita memahami bahwa Yesus Kristus yang telah lahir sebagai Matahari Kebenaran dan Terang Dunia, akan menyertai kita mengakhiri tahun yang lama dan akan menuntun kita memasuki tahun yang baru. Dengan demikian, kita akan berjalan dengan aman dan sejahtera sepanjang tahun karena di dalam nama 'Yesus' (arti : penyelamat), kita akan diselamatkan. Simbol Hari Natal (Sub Oktaf dan Oktaf) seperti terdapat pada kain mimbar dan stola GPIB adalah Palungan warna kuning emas yang di dalamnya Bayi Yesus diletakkan, dilingkupi pelangi di atas kain warna dasar putih Arti : Pelangi merupakan simbol dari kesetiaan dan cinta kasih Allah bagi seisi dunia. Setelah peristiwa air bah yang menghancurkan bumi karena dosa manusia (Kej 9) maka Allah menghadirkan pelangi sebagai tanda perjanjian-Nya dengan Nuh dan keturunannya (seluruh umat manusia) serta semua makhluk hidup lainnya. Allah telah berjanji bahwa Ia tidak akan menghancurkan bumi ini lagi dengan air bah. Jadi, pelangi mengingatkan kita tentang kesungguhan Allah memenuhi dan menggenapi janji-Nya yang digenapi dalam diri Yesus Kristus yang lahir sebagai seorang bayi, dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan. Pelangi dan palungan dimaknai bahwa Allah dalam kasih-Nya telah menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Pelangi dan palungan juga mau menjelaskan tentang penebusan dan pembebasan yang dilakukan Allah karena kesetiaan pada janji-Nya yang rela merendahkan diri dengan cara lahir di tempat rendah dan hina. Pembebasan dan penebusan Allah di dalam Yesus Kristus diperuntukkan bagi seluruh ciptaan. Simbol Natal berganti pada tanggal 5 Januari, Pukul 18.00.[110] EPIFANI(Yun. Epifanea) berarti penampakan. Istilah ini awalnya dipakai untuk penampakkan kaisar atau patungnya sebagai dewa pada puncak manifestasi di stadion atau amfiteater. Jemaat Kristen pertama tidak mengakui kaisar, melainkan Yesus Kristus yang tersalib sebagai Tuhan. Istilah Epifani tetap mereka gunakan untuk peringatan penampakan (penyataan / tampil di muka umum) Sang Juruselamat yang bernama Yesus. Dengan demikian, Epifani lebih dikaitkan dengan peristiwa sebagai berikut : penampakan bintang di timur, penyembahan orang majus, Bayi Yesus yang dibawa ke Bait Allah untuk diserahkan kepada Allah, tampilnya Yesus di Sungai Yordan untuk dibaptis Yohanes dan penetapan-Nya sebagai Anak Allah. Hari Epifani dirayakan pada tanggal 6 Januari, sedangkan Hari Minggu Epifani dimulai pada hari Minggu terdekat setelah tanggal 6 Januari. Hari Minggu terakhir Epifani adalah Hari Minggu Transfigurasi (perubahan wujud Yesus) disebut juga Esto Mihi yang berarti jadilah bagiku (Mzm 31:3b). Menurut cerita Injil, Hari Minggu Transfigurasi merupakan titik peralihan dari Galilea menuju Yerusalem. Artinya, Yesus mulai meninggalkan Galilea untuk melakukan perjalanan-Nya ke Yerusalem. Pada peristiwa pemuliaan Yesus di atas gunung dan penetapan kembali sebagai Anak yang dikasihi dan Allah berkenan pada-Nya (Luk 9:31) dikatakan bahwa Musa dan Elia berbicara dengan Yesus tentang tujuan kepergian-Nya ke Yerusalem yakni agar Paskah digenapi oleh-Nya. Simbol Hari dan Minggu Epifani seperti terdapat pada kain mimbar dan stola GPIB adalah Bintang segi lima warna putih di dalam lingkaran warna kuning di atas kain warna dasar hijau Arti : Bintang segi lima ini lebih dikenal sebagai bintang Yakub atau menunjuk pada terbitnya bintang dari keturunan Yakub (Bil 24:17). Di kemudian hari dimanifestasikan melalui kelahiran Yesus Kristus yang juga ditandai dengan munculnya atau terbitnya bintang di timur (Mat 2:1-2). Bintang ini pula yang menunjuk pada penampakan kemuliaan Yesus Kristus bagi umat manusia. Simbol Epifani berganti pada hari Selasa, Pukul 18.00 (memasuki Hari Rabu Abu awal Prapaskah).[111] SIKLUS MASA PASKAHPRAPASKAHadalah masa persiapan sebelum Paskah. Prapaskah adalah masa dimana jemaat mengenang dan menghayati kembali seluruh perjalanan pelayanan Yesus yang penuh tantangan dan derita yang dimulai dari Kaisarea Filipi sampai di Yerusalem. Masa ini merupakan kesempatan jemaat berpuasa, meratap, sadar diri, menyesal dan bertobat. Mengacu pada kesaksian Alkitab tentang pergumulan dan pertobatan, baik yang dialami umat Israel di padang gurun, Musa di atas gunung Sinai, Elia dalam perjalanan ke Horeb, pertobatan orang Niniwe setelah mendengar pemberitaan Yunus dan peristiwa Yesus berpuasa di padang gurun, maka GPIB memperingati masa Prapaskah selama 40 hari atau 6 (enam) minggu. Bahasa Latin nya adalah Quadragesima (arti : yang ke-40). Hari ke-40 sebelum Paskah dikenal sebagai Hari Rabu Abu (jatuh pada hari Rabu setelah Hari Minggu Transfigurasi dan sebelum Hari Minggu Prapaskah VI) RABU ABU adalah awal masa 40 hari atau masa 6 (enam) Minggu Prapaskah. Abu yang secara simbolik ditaruh di atas kepala atau dijadikan alas tempat tidur menunjukkan rendah diri, intropeksi, perkabungan, pertobatan, pendekatan diri kepada Tuhan dan sebagai peringatan bahwa manusia tidaklah lebih daripada debu di hadapan Allah (Kej 18:27, 2 Sam 13:19, Est 4:1,3, Ayb 2:8; 42:6, Yes 58:5, Yeh 27:30, Dan 9:3, Yun 3:6). Jika dihitung menurut jumlah hari antara Rabu Abu dan Paskah, seluruhnya berjumlah 46 hari dan bukan berjumlah 40 hari. Dalam hal ini, 6 (enam) hari Minggu tidak termasuk / tidak masuk hitungan, karena hari Minggu tetap mengacu pada Kebangkitan Kristus. Minggu Prapaskah dihitung mulai dari Minggu Prapaskah VI dan seterusnya sampai Minggu Prapaskah I. Hal ini penting karena Jumat Agung atau peringatan Kematian Yesus Kristus terjadi dalam Minggu Prapaskah I.
Simbol Minggu Prapaskah seperti terdapat pada kain mimbar dan stola GPIB adalah gambar ikan warna kuning (Yun. ΙΧΘYΣ = Ichtus) dengan tulisan warna kuning ‘Yesus Kristus Anak Allah Juruselamat' dari kata ΙΧΘYΣ = Ιησούς Χριστός, Θεός-Υιός, Σωτήρας, dibaca: Iisoús Christós, Theós-Yiós, Sotíras (arti : Yesus Kristus, Anak Allah, Juruselamat) diatas kain warna dasar ungu tua. Arti : Tanda ini merupakan sandi rahasia di kalangan orang Kristen mula-mula yang sedang mengalami penganiayaan. Pada masa penyiksaan dan penganiayaan yang hebat, orang-orang percaya tidak bisa saling menyatakan diri sebagai pengikut Yesus Kristus. Karena itu, agar mereka tetap bersatu dan saling mengenal di antara mereka sebagai pengikut Yesus Kristus dan tetap mengaku iman bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah dan Juruselamat, maka mereka menggambar ikan di telapak tangan masing-masing agar lebih dapat dikenal saat bertemu. Simbol Prapaskah berganti pada hari Kamis, Pukul 18.00 (menjelang Jumat Agung)[112] JUMAT AGUNGDimulai sejak Kamis Malam (Kamis Putih) sebelum hari Jumat Agung, adalah peringatan peristiwa Kematian Yesus Kristus di Salib Golgota dan bahwa Yesus rela mengorbankan tubuh dan darah-Nya untuk menebus dan menyelamatkan manusia serta seisi dunia. Yesus mati sebagai seorang martir yang dibunuh dan sekaligus sebagai saksi yang setia (bnd Why 1:5; 3:14). Simbol Hari Jumat Agung seperti terdapat pada kain mimbar dan stola GPIB adalah Salib warna putih dan lingkaran mahkota duri warna kuning pada palang salib diatas kain warna dasar hitam. Arti : Salib merupakan lambang yang menunjuk pada penderitaan dan kematian Yesus Kristus. Salib juga menjadi tanda yang sering dipakai untuk menunjuk pada Kekristenan. Salib dan mahkota duri yang merupakan lambang penderitaan dan kematian Yesus Kristus hendak menjelaskan tentang kejamnya perlakuan yang Yesus terima karena dosa manusia sampai pada kematian-Nya. Tetapi tidak hanya sampai disitu, salib juga menunjuk pada kemuliaan yang akan Yesus terima setelah penderitaan-Nya. Setelah perayaan Jumat Agung, diikuti dengan SABTU TEDUH sebagai momentum jemaat melakukan saat hening, meneduhkan hati dan pikiran sambil mengenang bahwa tubuh Tuhan Yesus sedang berada di dalam kubur. Simbol Hari Jumat Agung berganti pada hari Sabtu, Pukul. 18.00 (menjelang Hari Paskah).[113] PASKAHSama seperti Jumat Agung dimulai pada malam sebelumnya (Kamis Malam), demikian juga dengan Hari Paskah yang dimulai sejak malam sebelumnya yaitu Sabtu malam (bnd. Kej 1:5,8,13 dst). Paskah adalah Hari Kebangkitan Yesus Kristus dari kematian, ditandai dengan kubur yang kosong. Paskah jatuh pada hari pertama (Arab. Akhad, Ibr. Ekhad) (bnd Kej 1:5, Mat 28:1, Mrk 16:2, Luk 24:1, Yoh 20:1). Hari pertama adalah Hari Minggu. Kata Minggu berasal dari bahasa Portugis Dominggu(s) dan bahasa Latin Dominus yang berarti 'Tu(h)an'. Karena itu Hari Minggu adalah Hari Tuhan (Why 1:10). Paskah adalah hari raya utama dalam Kekristenan karena merupakan titik tolak iman orang percaya (1 Kor 15:14). Minggu Paskah dirayakan selama 6 (enam) minggu terkait masa penampakan Tuhan Yesus kepada para murid selama 40 hari sejak kebangkitan-Nya.
Simbol Minggu Paskah seperti terdapat pada kain mimbar dan stola GPIB adalah Tunas warna hijau dan Bunga Lily warna putih emas diatas kain warna dasar putih. Arti : Bunga Lily merupakan simbol dari kekekalan dari Hari Paskah. Umbi-umbian dari bunga Lily haruslah ditanam dan mati dahulu di dalam tanah baru kemudian daripadanya akan tumbuh suatu kehidupan baru. Melalui Paskah orang percaya telah menerima kehidupan baru yang diberikan lewat kematian dan penderitaan Kristus (bnd. Yoh. 12; 34) dan kehidupan baru itu sendiri adalah kehidupan yang berkaitan dengan hidup kekal. Simbol Minggu Paskah berganti pada hari Rabu, Pukul 18.00 (jelang hari Kenaikan Yesus Kristus ke surga).[114] KENAIKAN YESUS KRISTUS KE SURGASelalu terjadi pada hari Kamis, hari ke-40 setelah hari Paskah atau kebangkitan Yesus Kristus. Peristiwa ini hendak menjelaskan bahwa Yesus Kristus kembali naik ke takhta kemuliaan-Nya yang telah ditinggalkan ketika Ia datang ke dunia. Dengan demikian, Yesus Kristus diakui sebagai Raja di atas segala raja dan Tuhan diatas segala tuan (1 Tim 6:15) Hari Minggu sesudah hari Kenaikan (Lat. Exaudi = Dengarlah) (bnd Mzm 27:7,10) menjelaskan tentang seruan agar Tuhan tidak meninggalkan umat-Nya. Hari Minggu sesudah Kenaikan tidak disebut Minggu VII Paskah tapi disebut Hari Minggu Pemuliaan Yesus Kristus. Simbol Hari Kenaikan Yesus Kristus ke Surga dan Hari Minggu Pemuliaan Yesus Kristus seperti terdapat pada kain mimbar dan stola GPIB adalah Mahkota warna kuning emas dan Salib warna kuning gading di atas kain warna dasar putih. Arti : Kemuliaan yang Yesus Kristus terima dengan kenaikan-Nya ke surga, membuat mahkota duri yang diletakkan di kepala-Nya ketika Ia menderita dan mati di salib, berubah menjadi mahkota kemuliaan. Jadi, penderitaan maupun kematian yang dialami para pengikut Kristus di dunia bukanlah tanpa maksud karena semuanya adalah untuk menerima mahkota kemuliaan (bnd Flp 2:19; 11 dab Why 2:10). Simbol Kenaikan Yesus Kristus ke Surga & Minggu Pemuliaan Yesus Kristus berganti pada hari Sabtu, Pukul 18.00 (menjelang Hari Pentakosta).[115] PENTAKOSTA(Yun. Pentakosta) berarti yang ke-50. Hari Pentakosta adalah hari ke-50 sesudah Hari Paskah. Hari ke-50 sesuai Ulangan 16:9-12 adalah suatu pesta besar yakni pesta panen raya dan pesta kemerdekaan. Tidak kebetulan pada hari ke-50, Yerusalem dipadati begitu banyaknya orang. Pada Hari Pentakosta, Roh Kudus (yang dijanjikan Yesus Kristus pada saat Ia naik ke surga) turun ke atas para murid. Artinya, mereka semua dibaptis dalam Roh Kudus sehingga mereka mendapat kekuatan dan keberanian untuk bersaksi (Kis 2:14, 22-24, 32-33, 36). Dengan demikian, Roh Kudus adalah panen pertama bagi orang percaya sesudah Yesus Kristus bangkit dan naik ke surga. Orang-orang yang menjadi percaya oleh pemberitaan para Rasul dengan kuasa Roh Kudus (Kis 2:37-42) juga adalah panen yang pertama. Hari Pentakosta, diperingati sebagai hari kelahiran Gereja dimana melalui kuasa Roh Kudus, Gereja dilengkapi untuk melaksanakan tugas pengutusannya kepada bangsa-bangsa. Simbol Hari Pentakosta seperti terdapat pada kain mimbar dan stola GPIB adalah Tujuh lidah-lidah api warna oranye kuning dan burung Merpati warna perak diatas kain warna dasar merah (warna keberanian untuk bersaksi). Arti : Lidah-lidah api dan burung merpati yang menukik menunjuk pada peristiwa pencurahan Roh Kudus di Hari Pentakosta (Kis 2:2-3). Tujuh lidah api merupakan simbol 7 (tujuh) suluh api yaitu ketujuh Roh Allah (Why 4:5) membentuk lingkaran yang menghadirkan kekekalan dan keabadian. Simbol Hari Pentakosta berganti pada hari Sabtu, Pukul 18.00 (menjelang Hari Minggu Trinitas).[116] TRINITASKata Trinitas berasal dari bahasa Latin Trinitatis. Perayaan Hari Minggu Trinitas baru ditetapkan pada abad ke-14 Masehi. Dirayakan pada Hari Minggu I sesudah Hari Pentakosta untuk menyaksikan bahwa seluruh karya dan tindakan Allah Yang Esa atau Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) telah dinyatakan untuk dialami oleh semua orang percaya. Disini penyataan Allah dan kekudusan keesaan-Nya menjadi pusat penyembahan jemaat. Simbol Hari Minggu Trinitas seperti terdapat pada kain mimbar dan stola GPIB adalah Segitiga (triquetra) warna merah diatas kain warna dasar putih. Simbol ini merupakan simbol mula-mula ketritunggalan. Arti : Tiga buah lekukan yang tidak terputus dan saling menyambung, menyatakan keesaan dan kekekalan Allah Tritunggal. Pada pusat dari ketiga lekukan itu terbentuklah sebuah segitiga yang merupakan simbol dari Allah Tritunggal.[117] HARI MINGGU SESUDAH PENTAKOSTASesudah hari Minggu Trinitas, maka Gereja dan orang-orang percaya merayakan Hari Minggu Biasa atau yang lebih dikenal sebagai Hari Minggu Sesudah Pentakosta. Minggu-minggu sesudah Pentakosta ditandai dengan warna hijau, warna pertumbuhan dan kesuburan bagi gereja. Masa ini disebut juga masa Gereja berjuang. Di dalamnya, Gereja diingatkan tentang penyertaan Tuhan di dalam perjuangannya. Yesus Kristus, Kepala Gereja, melalui Roh Kudus selalu beserta Gereja-Nya. Inilah alasannya kita beribadah pada Hari Minggu karena kita yakin bahwa Yesus Kristus yang telah bangkit dan menang akan selalu menyertai kita dalam setiap perjuangan dan menjadikan kita pemenang. Simbol Minggu Sesudah Pentakosta seperti terdapat pada kain mimbar dan stola GPIB adalah Perahu warna putih dengan logo salib warna hijau yang sedang berlayar di tengah samudera (ombak warna putih) dituntun oleh seekor burung merpati warna putih dengan ranting zaitun warna putih diparuhnya dan dilingkupi pelangi di atas kain warna dasar hijau. Arti : Perahu merupakan simbol dari gereja. Simbol ini sangat berarti bagi orang Kristen mula-mula yang sedang mengalami penganiayaan dan pergumulan ketika mereka mengetahui bahwa akan ada pertolongan dari Tuhan yang nyata dapat dilihat lewat perpaduan simbol perahu dan pelangi. Disini, janji Allah tentang pertolongan-Nya itu mendapat penekanan yang kuat. Pelangi melambangkan kesetiaan Allah atas janji-Nya untuk memelihara bumi khususnya Gereja dan orang-orang percaya. Burung merpati dengan ranting zaitun yang terdapat diparuhnya, mengungkapkan tentang janji keselamatan dan kehidupan dari Allah (bnd Kej 8:10-11) melalui Roh Kudus yang akan terus menyertai sampai ke tempat tujuan. Jadi sekalipun Gereja mengalami berbagai cobaan, Gereja akan tetap hidup di dalam dan oleh janji Allah tersebut di dalam Kristus melalui Roh Kudus. Simbol Minggu Sesudah Pentakosta berganti pada hari Sabtu, Pukul 18.00 (menjelang Hari Minggu Adven I).[118] Tata Ibadah, Musik Gereja & Pakaian Liturgis GPIBTata Ibadah GPIBIstilah Ibadah berasal dari bahasa Arab, yang mempunyai akar kata yang sama dalam bahasa Ibrani abodah yang berarti mengabdi kepada Tuhan. Jadi, beribadah berarti mengabdi kepada Tuhan. Istilah ibadah mempunyai arti yang sama dengan kebaktian yang diturunkan dari bahasa Sansekerta dan memiliki arti berbuat bakti kepada Tuhan. GPIB menggunakan istilah IBADAH (bukan kebaktian), oleh karena itu salah satu perangkat teologi GPIB adalah TATA IBADAH, bukan tata kebaktian.[119] Tatanan BeribadahIbadah merupakan cerminan dari pemahaman iman Gereja, yakni upaya gereja untuk memahami dan mewujudkan iman kepada Yesus Kristus dalam konteks kehadirannya. GPIB memahami bahwa Allah yang memanggil umat untuk datang bertemu dengan-Nya serta mengingat-rayakan keselamatan yang dilakukan-Nya di dalam Yesus Kristus yang adalah Allah yang Akbar, Suci, Mulia, Mahakuasa serta Allah yang Teratur. Dengan demikian, ketika umat datang untuk bertemu dengan-Nya, tidak boleh sembarangan, asal-asalan dan kacau balau. Sebaliknya, harus dengan tatanan penuh hormat, sopan, tertib dan teratur. Tatanan beribadah di GPIB bertujuan untuk mengatur sikap dan perilaku jemaat ketika bertemu dan beribadah kepada Tuhan. Sesungguhnya, umat tidak layak untuk bertemu dengan Tuhan, tetapi Tuhan berkenan memanggil umat untuk bertemu dengan-Nya. Karena itu, ibadah harus berlangsung menurut kehendak Tuhan dan bukan umat. Kehendak Tuhan adalah bahwa ibadah harus berlangsung dengan tertib, sopan, teratur dan penuh hormat, dengan kata lain, tata ibadah dapat berarti suatu pengakuan atas kemahakuasaan serta kekudusan Tuhan.[120] GPIB memahami ibadah dalam tiga makna:[119]
Ibadah GPIB memiliki dua sisi yang terkait dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena saling menunjang, melengkapi, mempengaruhi dan mewarnai, yaitu:[119]
Pusat ibadah jemaat baik ritual maupun aktual adalah YESUS KRISTUS. Tatanan beribadah mencakup 3 (tiga) segi, yaitu Tata Ruang, Tata Waktu dan Tata Pelaksanaan (Tata Ibadah)[121] A. TATA RUANGGedung Gereja, khusus ruang utamanya adalah sebagai tempat ibadah umat. Karena itu dalam membangun gedung gereja, secara khusus pada ruang utamanya, tidak boleh hanya memperhatikan sisi arsitektur nya saja tetapi yang terutama harus memperhatikan sisi teologisnya. Mengapa? Karena di dalam ruang utama gedung gereja tersebut, umat hadir untuk beribadah kepada Tuhan, memuji, berdoa, mendengar Firman Tuhan. Itu berarti, bahwa Tuhan melalui firman-Nya menjadi pusat ibadah umat di dalam ruang tersebut, sebagaimana disimbolkan oleh mimbar, bejana baptisan serta meja perjamuan.[122] Berdasarkan uraian di atas, maka penataan ruang ibadah adalah sebagai berikut :[123] 1. Pusat LiturgisPusat liturgis dibuat lebih tinggi (tapi jangan terlalu tinggi) dari tempat duduk umat. Di pusat liturgis diletakkan :
2. Tempat Duduk PresbiterPara Presbiter bertanggung jawab terhadap pemberitaan Firman dalam Ibadah Hari Minggu agar berlangsung dengan benar. Para Presbiter juga bertanggung jawab dalam melaksanakan penggembalaan khusus (disiplin Gerejawi) dalam kehidupan warga jemaat. Karena fungsinya, para presbiter yang bertugas dalam Ibadah Hari Minggu, duduk dekat pusat liturgi. Pembagian tempat duduk bisa diatur, sebagai contoh Diaken / Penatua yang bertugas di mimbar kecil dapat duduk di sebelah kanan (dekat mimbar kecil) sedangkan Diaken / Penatua lainnya dapat duduk di sebelah kiri dekat meja kantong persembahan. Perlu diingat dan dicatat, GPIB tidak mengenal hirarki jabatan antara Diaken dan Penatua, pengaturan tempat duduk hanya berdasarkan tugas dan fungsinya saja dalam Ibadah Hari Minggu. 3. Kantong / Kotak PersembahanPersembahan syukur adalah bagian dari JAWABAN UMAT untuk melakukan Firman Tuhan yang telah di dengar, yaitu dalam bentuk pemberian sukarela demi menunjang pelayanan kasih dan keadilan bagi sesama. Karena itu, meja tempat kantong persembahan atau kotak persembahan, sebaiknya diletakkan di hadapan Jemaat dan di sebelah kiri mimbar utama. 4. Kantoria / Paduan SuaraKantoria (Paduan Suara) adalah penuntun / pemandu nyanyian ibadah dan Prokantor adalah dirigen kantoria sekaligus menjadi dirigen umat. Kantoria berfungsi untuk menuntun umat dalam menyanyikan nyanyian ibadah agar umat menyanyi dengan baik dan benar. Karena itu, dalam menyanyikan nyanyian ibadah, bait pertama sebuah lagu sebaiknya dinyanyikan oleh kantoria secara unisono (satu suara) bisa laki-laki saja atau perempuan saja atau anak-anak, sehingga umat dengan mudah dapat mengikuti nyanyian tersebut. Namun, pada bait kedua dan seterusnya, ketika umat menyanyi secara unisono, kantoria dapat menyanyi secara 4 (empat) suara atau diskantus, sehingga pujian tersebut menjadi lebih indah dan merdu. Berdasarkan fungsinya dalam ibadah, maka tempat kantoria adalah di sebelah kiri (timur) pusat liturgi. 5. Alat Musik (orgen / piano)Alat musik seperti orgen / orgel / piano / alat musik pengiring lainnya, dimainkan mengiringi kantoria atau umat bernyanyi. Karena itu, alat musik ditempatkan berdekatan dengan kantoria / paduan suara yaitu di sebelah kiri (timur) pusat liturgi. B. TATA WAKTUSeperti pertemuan umumnya maka ibadah sebagai pertemuan dengan Tuhan berlangsung pada waktu yang telah ditentukan. Prinsipnya, pertemuan umat secara pribadi dengan Tuhan harusnya berlangsung sepanjang hari dan setiap waktu. Namun, menyangkut pertemuan yang sifatnya umat secara keseluruhan (umum) maka waktu yang berlaku sepanjang sejarah gereja adalah siklus 3 jam, yang dimulai dari jam 06.00 kemudian jam 09.00, jam 12.00, jam 15.00, jam 18.00, jam 21.00 dan jam 03.00. Sedangkan hari yang ditentukan untuk umat datang beribadah adalah hari Minggu, hari Rabu dan hari-hari besar Gerejawi sesuai kalender Gereja.[124] Ibadah mencakup hari dan jam ibadah yang berlangsung sepanjang tahun sesuai kalender gerejawi.[125] C. TATA IBADAHMencakup semua jenis ibadah yang berlaku di GPIB dengan pemahaman teologi dan petunjuk teknis pelaksanaannya termasuk musik gereja. Tata Ibadah yang berlaku di GPIB adalah Tata Ibadah Hari Minggu (TIHM). Semua bentuk pelaksanaan ibadah pada hari-hari lainnya mengacu pada Tata Ibadah Hari Minggu.[126] Tata Ibadah Hari Minggu di GPIB terdiri dari 4 (empat) rumpun, yaitu :
Empat rumpun tersebut bukan asal ditentukan tetapi bermakna teologis-Alkitabiah. Keempatnya menekankan pada perjanjian keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus dengan umat pilihan, yaitu sejak Israel di zaman Perjanjian Lama dan Gereja di zaman Perjanjian Baru dan diperbarui terus oleh Roh Kudus hingga mencapai kesempurnaan sebagai gereja yang menang di dalam Kerajaan Allah.[127] Keempat rumpun dengan unsur-unsur yang ada di dalamnya mengungkapkan :[128]
Musik Gereja GPIBMusik memegang peranan penting dalam ibadah di GPIB, hampir 70% bagian Ibadah adalah menyanyi.[129] Tiga dimensi Musik Gereja adalah : liturgis, teologis dan eklesiologis.[130]
Buku Nyanyian Ibadah yang digunakan dalam setiap bentuk peribadahan di GPIB adalah : Gita Bakti, Kidung Jemaat, Kidung Keesaan, Pelengkap Kidung Jemaat, Kidung Ceria, Kidung Muda-Mudi Pakaian Liturgis GPIBGPIB tidak mengenal pakaian jabatan untuk Pendeta atau Presbiter (Diaken/Penatua), yang ada adalah PAKAIAN LITURGIS yang digunakan pada waktu melakukan tugas pelayanan ibadah, baik Ibadah Hari Minggu di gedung gereja maupun ibadah lainnya di luar gedung gereja.[131] Pakaian Liturgis Di Dalam Gedung Ibadah Yang Ditahbiskan
Pakaian Liturgis Di Luar Gedung Ibadah Yang DitahbiskanPelayanan ibadah lainnya, Pendeta GPIB menggunakan baniang berwarna putih dengan stola.[131] atau dapat juga menggunakan Jas, Clerical Collar dan Stola. Bagi Diaken dan Penatua yang bertugas tetap menggunakan Jas dengan Stola StolaBagi Pendeta, saat menggunakan toga putih atau baniang dan clerical collar, digunakan bersama dengan stola, demikian pula Diaken dan Penatua menggunakan jas bersama dengan stola. Stola (dari bahasa Yunani yang artinya kain penutup badan) adalah sepotong kain yang agak panjang seperti selendang dan cara penggunaannya adalah dengan dikalungkan ke leher. Stola bukan perhiasan melainkan bagian dari pakaian liturgis yang bersifat fungsional. Setiap Presbiter GPIB (Diaken/Penatua/Pendeta) yang sedang bertugas sebagai pemberita firman / pelayan liturgi wajib menggunakan stola. Penggunaan stola oleh Presbiter yang sedang bertugas mau menjelaskan bahwa ia sedang diutus oleh Tuhan untuk suatu pelayanan dengan kewibawaan yang bukan berasal dari dirinya sendiri. Dalam hal ini tidak ada perbedaan jabatan. Warna dan logo stola disesuaikan dengan warna liturgis Tahun Gereja seperti yang terdapat pada warna dan logo kain mimbar[133] Stola memiliki lebar kurang lebih 10–11 cm dan saat dipakai (dikalungkan) panjangnya sampai ke lutut. Ukuran panjang stola dapat disesuaikan dengan tinggi badan pengguna. Pada kedua belahan di area dada, ditempatkan logo GPIB (sisi kanan stola) dan logo tahun gerejawi (sisi kiri stola) Jemaat GPIB, Pos Pelayanan & Kesaksian (Pelkes) GPIBJemaat GPIBJemaat GPIB adalah wujud dari Gereja Yesus Kristus yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli, yang berada di suatu tempat tertentu dalam wilayah Pelayanan GPIB.[134] Jemaat-jemaat GPIB adalah bagian dari GPIB yang memiliki Pemahaman Iman GPIB sebagai landasan teologis dan Tata Dasar GPIB sebagai landasan hukum.[135] Jemaat GPIB dalam ketaatan kepada Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja melaksanakan tugas misionernya secara tertib dan teratur melalui sistem presbiterial sinodal.[136] Warga GPIB adalah mereka yang terdaftar di Jemaat-jemaat, yaitu:[137]
GPIB merupakan salah satu Gereja Protestan terbesar di Indonesia, dengan anggota Jemaat mayoritas berasal dari Indonesia bagian Timur, namun dalam perkembangannya saat ini, anggota Jemaat GPIB datang dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia. Saat ini GPIB terdiri dari 333 Jemaat (mandiri/dewasa) yang tersebar di 26 Provinsi , meliputi dua pertiga wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mulai dari Sabang di ujung barat sampai Bau-Bau di ujung timur, mulai dari Nunukan di ujung utara sampai Kuta Bali di ujung selatan. Jemaat GPIB ke-336 adalah GPIB Jemaat “Bukit Zaitun” Air Durian, Kab. Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Dilembagakan pada tanggal 12 Maret 2023, oleh Pdt. Marthen Leiwakabessy, S.Th (Ketua I Majelis Sinode XXI GPIB 2021-2025) Pos Pelkes, Pospel & Bajem GPIBGPIB juga memiliki :
yang tersebar di daerah-daerah di pelosok Indonesia, bahkan GPIB pun hadir di wilayah perbatasan NKRI dengan negara tetangga. Pos Pelkes GPIB terbanyak berada di Pulau Sumatera dan kepulauan di sekitarnya, dan juga berada di Pulau Kalimantan, sementara Bagian Jemaat adalah gabungan dari beberapa Pos Pelkes atau beberapa Sektor Pelayanan yang sedang dipersiapkan untuk dilembagakan menjadi Jemaat mandiri / Jemaat baru yang akan terpisah dari Jemaat induk. Media Pembinaan, Informasi dan Komunikasi GPIBUnit Kerja Penerbitan GPIBMelalui Unit Kerja Penerbitan GPIB, GPIB menerbitkan berbagai buku penuntun / pembinaan bagi Presbiter, para Pelayan Anak atau Teruna, dan Jemaat serta menerbitkan buku nyanyian peribadahan, antara lain:
Unit Kerja Penerbitan GPIB berkedudukan di Jakarta dan berlokasi di Kantor Majelis Sinode GPIB. Majalah Triwulan ArcusSebagai sarana / media informasi & komunikasi antara jemaat-jemaat GPIB, Majelis Sinode GPIB melalui Departemen Inforkom & Litbang menerbitkan Majalah Arcus secara rutin setiap triwulan. Kanal Youtube GPIB IndonesiaDepartemen Pelayanan & Kesaksian, Departemen Inforkom-Litbang & Departemen Teologi GPIB menghadirkan beberapa program yang ditayangkan melalui kanal Youtube GPIB Indonesia. Beberapa program yang dapat disaksikan oleh jemaat antara lain :
Kantor Majelis Sinode GPIB
Mitra GPIBDalam memenuhi panggilan dan pengutusan Allah serta keesaan Tubuh Kristus, maka GPIB menjalin hubungan dengan gereja-gereja lain di Indonesia dan di seluruh dunia, dengan semangat saling menerima dan mengakui serta memenuhi kewajiban-kewajiban ekumenisnya.[138] GPIB adalah anggota dari :[139]
GPIB adalah salah satu gereja yang berpartisipasi dalam pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) yang selanjutnya berubah nama menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). GPIB menjadi anggota PGI sejak pembentukan PGI pada tanggal 25 Mei 1950.[3] Referensi
Templat:Https://gpib.or.id/tentang-gpib/majelis-sinode/ Sumber Pustaka
Lihat pula
Pranala luar
|