Gereja Protestan Maluku atau GPM adalah gereja Protestan yang melayani di wilayah Provinsi Maluku (Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau Ambon, Pulau-pulau Lease (Saparua, Haruku dan Nusalaut), Pulau-pulau Banda, Kepulauan Kei, Kepulauan Aru (Dobo), Tanimbar, Babar, Leti-Moa-Lakor, Kisar hingga Wetar, dan Provinsi Maluku Utara (Ternate, Pulau-pulau Bacan, Pulau-pulau Obi, dan Kepulauan Sula)
GPM bertumbuh dengan berbagai tantangan yang bukannya membuat umat Kristen di provinsi kepulauan ini mundur, tetapi semakin membuat semangat kekristenan mereka makin menyala-nyala. Tantangan-tantangan yang dihadapi mulai dari dibombardirnya wilayah Ambon pada Perang Dunia II oleh Jepang, yang menyebabkan separuh hamba Tuhan terbunuh dan penduduk di beberapa desa dibantai. Kemudian ketika pecahnya pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) pada tahun 1950 berakibat pada hancurnya sebagian besar gereja di Ambon dan Seram. Kemudian yang terakhir ketika pecah kerusuhan antarwarga Kristen – Islam yang sangat disayangkan adalah buah tangan orang-orang yang membenci kedamaian. Sehingga kembali lagi gereja dan bangunan-bangunan penting milik GPM ikut hancur, fasilitas sekolah dan kampus Universitas Kristen hangus terbakar. Dua Klasis berhenti melayani dan ratusan warga yang ada di desa dan kota dibantai. Ribuan orang pun mengungsikan diri ke wilayah aman seperti Sulawesi Utara, Bali, dan Papua. Akibatnya di Ambon dan beberapa tempat bekas kerusuhan muncul pembagian wilayah-wilayah Islam dan Kristen yang sebenarnya sangat disayangkan, serta muncul trauma-trauma negatif yang masih tertanam pada kedua pihak.
Kini GPM bekerja keras tidak hanya untuk membangun kembali gereja secara fisik tetapi juga secara mental dan spiritual. Dengan fokus membangun kehidupan masyarakat Kristen yang berlandaskan teologi hidup dan semangat “pelagandong” yang diharapkan dapat menyembuhkan luka-luka konflik dan kekerasan. Sehingga masyarakat Kristen di Maluku khususnya warga GPM dapat kembali melanjutkan pelayanan dengan semangat penginjilan yang teguh dan tidak terkungkung dalam kebodohan duniawi dengan salah satu cara yakni; memberikan pelayanan Injil yang komprehensif di tengah masyarakat, seperti tampak dari keikutsertaan dalam mencerdaskan anak-anak bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan.
Sejarah
1605, 27 Februari: GPM berawal dari ibadah perdana Gereja Protestan Calvinis dari orang-orang Belanda, pegawai VOC, di Ambon.
1622: Majelis Jemaat Indische Kerk dibentuk pula di Banda, yang berdampak, aktivitas penginjilan di wilayah Maluku pun mulai kian marak dan intens dilakukan, khususnya melalui peran PendetaAdriaan Hulsebos, yang telah berupaya membuat pelayanan ke Ambon, namun kapalnya tenggelam di TelukAmbon, dia pun meninggal, dan misinya dilanjutkan oleh Pendeta Rosskot (yang selanjutnya pula berperan dalam menyelenggarakan Pendidikan Teologi pertama di Ambon, Maluku, maupun Indonesia).
1799: Setelah VOC dibubarkan, maka ada sejumlah jemaat di Indonesia yang telantar, termasuk beberapa jemaat di Ambon.
1930: Gereja terus berkembang pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang dilayani oleh Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan Nederlandsch Zendeling Genotschaap (NZG) dan daerah pelayanannya telah meliputi hampir seluruh Maluku.
1999-2003: Kerusuhan antara warga Islam dan Kristen yang terprovokasi, sehingga mengakibatkan ratusan gereja dan masjid terbakar dan ribuan orang meninggal.
Wilayah pelayanan Gereja Protestan Maluku (GPM) meliputi 34 klasis dan 761 jemaat yang tersebar di seluruh Kepulauan Maluku, baik di Provinsi Maluku maupun Maluku Utara.[1] Pada awal pendiriannya, 6 September 1935, GPM memiliki tujuh wilayah pelayanan (klasis) dan enam bagian gereja yang setingkat klasis.[2]