EpigenetikaEpigenetika (bahasa Inggris: epigenetics), di dalam biologi, adalah studi tentang perubahan fenotipe atau ekspresi genetika yang disebabkan oleh mekanisme selain perubahan sekuens DNA dasar. Epigenetika berasal dari bahasa Yunani, epi- yang berarti "di atas" atau "menutupi", dan -genetika. Tidak ada perubahan pada sekuens DNA dasar, melainkan faktor non genetika yang menyebabkan ekspresi gen organisme berubah.[2] Contoh terbaik perubahan epigenetika pada eukariotik adalah proses diferensiasi sel. Selama morfogenesis, sel induk totipoten berubah menjadi bermacam-macam sel pluripoten pada embrio yang kemudian akan berubah menjadi sel yang berdiferensiasi secara penuh. Dengan kata lain, zigot, sebuah sel telur yang telah dibuahi, berubah menjadi berbagai jenis sel, seperti neuron (sel saraf), sel otot, epitel, pembuluh darah, dan sebagainya, yang kemudian akan terus membelah.[3] Hal ini terjadi di mana pengaktifan beberapa gen dapat mengakibatkan peredaman gen lainnya. Contoh lainnya adalah seperti yang terlihat pada gambar, dua tikus hasil kloning dengan gen yang sama dan status metilasi DNA yang berbeda menghasilkan ekspresi genetika yang berbeda.[1] SejarahSejarah epigenetika berhubungan dengan studi evolusi dan perkembangan, tetapi kemudian istilah epigenetika telah mengalami perubahan seiring dengan meningkat pesatnya pengertian tentang mekanisme molekuler yang mendasari pengaturan ekspresi gen pada eukariota.[3] Hingga 1950-an, istilah epigenetika digunakan secara berbeda yaitu untuk mengelompokkan semua kejadian perkembangan dimulai dari zigot hingga organisme dewasa, dalam hal ini semua proses regulasi, dimulai dari materi genetika yang kemudian membentuk hasil akhir.[3] Organisme yang digunakan dalam penelitian epigenetika antara lain Saccharomyces cerevisiae, Schizosaccharomyces pombe, Neurospora crassa, yang merupakan organisme sel tunggal dan eukariotik tingkat rendah dengan siklus hidup pendek, Arabidopsis thaliana di mana pada organisme ini terdapat peredaman transkripsi gen oleh kompleks RNAi, Tetrahymena dan Paramecium yang memiliki inti sel dimorfisme yang unik, Caenorhabditis elegans dan Drosophila melanogaster, invertebrata yang merupakan organisme multiselular, hingga organisme vertebrata (mamalia).[3] Mekanisme epigenetikaMekanisme epigenetika antara lain adalah metilasi DNA, modifikasi histon, dan perubahan bentuk kromatin.[4] Metilasi DNAMetilasi DNA terjadi pada posisi 5 dari cincin pirimidin sitosina, dalam konteks dinukleotida CpG.[4] Metilasi sendiri merupakan peristiwa dimana terjadi penambahan gugus metil pada sitosina. Mekanisme ini mendasari berbagai macam fenomena transkripsi, termasuk imprinting, inaktivasi kromosom X, serta transgenerational epigenetic inheritance.[5] Enzim yang berperan dalam proses metilasi diantaranya adalah DNA metiltransferase (DNMT).[5] Kebalikan dari metilasi adalah demetilasi. Proses demetilasi DNA pada tumbuhan diketahui melibatkan 5-metilsitosina glikosilase melalui jalur koreksi DNA dengan pemotongan basa, sedangkan pada mamalia proses demetilasi ini belum diketahui secara pasti mekanismenya.[6] Penelitian pada awal tahun 2010 menyatakan proses demetilasi kemungkinan diperantarai suatu reaksi yang membutuhkan radikal S-adenosine metionin (SAM) utuh.[7] Modifikasi histonModifikasi histon memengaruhi perubahan bentuk kromatin.[4] Ada berbagai macam modifikasi yang dapat terjadi pada histon, diantaranya adalah metilasi, fosforilasi, dan asetilasi. Perubahan bentuk kromatinPada berbagai sel eukariota tingkat tinggi, ada dua tipe kromatin pada tahap interfase yaitu:[8]
Saat suatu gen yang secara normal terekspresi pada bentuk eukromatin berpindah pada daerah heterokromatin, dapat menghentikan ekspresi gen tersebut, dan terjadilah peredaman gen.[8] Lihat pulaCatatan kaki
|