Denis Mukwegebahasa Inggris: pengucapan: /ˈdɛnɪsm[invalid input: 'ʉ']kˈweɪɡiː/[1] (lahir 1 Maret 1955) adalah seorang pakar ginekologi Kongo dan pendeta Pentakosta. Ia mendirikan dan bekerja di Rumah Sakit Panzi, Bukavu, di mana ia mengkhususkan diri dalam pengobatan wanita yang diperkosa berkelompok oleh pasukan pemberontak. Mukwege telah menjadi pakar utama dunia tentang bagaimana memperbaiki kerusakan fisik internal yang disebabkan oleh pemerkosaan berkelompok.[2]
Mukwege telah mengobati ribuan wanita yang menjadi korban pemerkosaan berkelompok masa perang sejak Perang Kongo Kedua, beberapa diantaranya mengalami lebih dari sekali. Ia melakukan 10 kali operasi selama sehari pada hari-hari kerja 18 jam-nya. Ia mengisahkan bagaimana pasien-pasiennya datang ke rumah sakit terkadang dalam keadaan telanjang, biasanya dalam kondisi yang mengkhawatirkan[2].Pada 2014, Mukwege dianugerahi Penghargaan Sakharov dari Uni Eropa dan pada 2013, ia meraih nominasi pertama dari tiga nominasi untuk Nobel Perdamaian.[3] Pada 28 Mei 2015, Dr. Mukwege dianugerahi gelar Doctor of Laws kehormatan oleh Harvard University.[4] Akhirnya pada tahun 2018 dia dan Nadia Murad mendapat anugerah Penghargaan Nobel Perdamaian karena "upaya mereka untuk mengakhiri penggunaan kekerasan seksual dalam situasi perang dan konflik bersenjata."
Kehidupan awal
Denis Mukwege adalah anak ketiga dari sembilan bersaudara yang lahir dari seorang pendeta Pentakosta dan istrinya, Majken Bergman.[5] Ia belajar kedokteran karena ia ingin menyembuhkan orang sakit yang ayahnya doakan, setelah melihat komplikasi persalinan yang ialami oleh wanita-wanita di Kongo yang tidak memiliki akses ke spesialis.[2]
Setelah menerima gelak kedokteran dari Universitas Burundi pada tahun 1983, Mukwege mulai bekerja sebagai dokter anak di rumah sakit pedesaan Lumeral dekat Bukavu.[6] Namun, setelah melihat pasien wanita yang tidak mendapat perawatan yang benar, menjadi sering menderita rasa sakit, lesi genital, dan fistula setelah melahirkan, ia mempelajari ginekologi dan kebidanan di Universitas Angers, Prancis, menyelesaikan residensi medisnya pada tahun 1989.[6] Pendidikannya sebagian besar dibiayai oleh misi Pantekosta Swedia.[7]
Pada tanggal 24 September 2015, dia menerima gelar Doktor dari Université libre de Bruxelles dengan tesisnya tentang fistula trauma di Wilayah Timur Republik Demokratik Kongo.[8]