Wangari Maathai ialah ibu dari 3 anak: Waweru, Wanjira and Muta. Pada tahun 1980-an, ia diceraikan suaminya, Mwangi Mathai, yang mengatakannya "terlalu terdidik, terlalu kuat, terlalu berhasil, dan terlalu sulit dikendalikan." Ia kemudian dijebloskan ke penjara karena menentang hakim serta dilarang menggunakan nama suaminya lagi. Sebagai penolakan, ia hanya mengubah namanya dengan menambahkan satu huruf "a" menjadi Maathai.
Karier dan perjuangan
Pada tahun 1974, ia memulai kegiatan penanaman pohon di muka rumahnya. Ada 9 batang pohon yang ditanamnya itu.[1] Tahun 1977, ia mendirikan Gerakan Sabuk Hijau, sebuah organisasi akar rumput nonpemerintah yang bertujuan menjamin sumber penyokong kayu bakar dan mencegah erosi tanah. Kampanye itu menggerakkan wanita miskin dan menanam lebih dari 30 juta pohon hingga kini. Sampailah pada tahun 2004, sedikitnya ia telah menanam sebanyak 40 juta batang pohon di Afrika. Maathai berhasil memulihkan kerusakan hutan yang teramat hebat di sana. Hal itu oleh sebab menjelang akhir abad ke-20, hanya 2% lahan yang bertumbuhkan hutan di Kenya. Lain sekali dengan rekomendasi PBB yang mengharuskan 10% lahan harus ditumbuhi hutan.[1] Selama bertahun-tahun, penebangan liar telah menimbulkan kurangnya air segar dan kayu bakar serta mutu tanah yang menurun. Kelangkaan hutan di sana membawa risiko serius terhadap kehidupan jutaan rakyat Kenya. Mereka hidup di dalam kemiskinan dan kelangkaan pangan kronis.[1] Maathai bisa memotivasi ibu-ibu dari anak-anak kekurangan gizi untuk mengumpulkan bibit tanaman, menggali sumur, dan menjaga semaian dari hewan dan manusia. Karena jasa-jasanya itu, ia digelari Mama Miti (bahasa Swahili: Ibu dari Pepohonan).
Dari 1976 sampai 1987 Maathai aktif dalam Dewan Nasional Kenya untuk wanita, Maendeleo Ya Wanawake, yang diketuainya antara 1981–1987. Gerakan Sabuk Biru, yang muncul di saat yang sama, kemudian berkampanye pada isu-isu pendidikan dan gizi. Gerakan Sabuk Biru merupakan organisasi akar rumput non pemerintah di bidang lingkungan hidup,dan mempekerjakan ribuan sukarelawan.[1] Maathai sendiri telah memulai tantangan baru; sebagai contoh, ia adalah anggota Dewan Penasihat Perlucutan Senjata PBB.
Pada masa rezim Daniel Arap Moi, Maathai sempat ditahan beberapa kali dan mengalami penyerangan karena tuntutannya untuk pemilihan umummultipartai, pemberantasan korupsi, dan mengakhiri politik kesukuan. Termasuk dalam perjuangannya adalah penyelamatan Taman Uhuru di Nairobi pada tahun 1989 dari konstruksi kompleks bisnis Kenya Times Media Trust oleh rekanan Moi. Pada 1997, ia berkampanye untuk menduduki jabatan Presiden Kenya namun kalah setelah partainya menarik pencalonannya.
Pada Desember 2002, Maathai terpilih menjadi anggota Parlemen Kenya dengan 98% suara. Pada 2003 ia diangkat sebagai Asisten Menteri Lingkungan, Sumber Daya Alam, dan Margasatwa. Pada tahun yang sama, ia juga mendirikan Mazingira Green Party of Kenya