Tumbuhan ini merupakan tumbuhan berbiji yang primitif, dengan tinggalan fosil berbentuk tidak banyak berubah dan usianya dapat ditarik sampai masa Perm awal, 280 juta tahun yang lalu.[2] Sebaran tumbuhan ini di dunia terbatas di daerah tropis dan subtropis.
Ciri
Akarnya serabut dan membentuk struktur yang disebut akar koraloid (karena bentuknya seperti karang mini) yang berisi sianobakteria dalam koloni bentuk benang dari marga Anabaena. Simbiosis akar bersama sianobakteri ini disebut sianobionta (cyanobiont) dan bersifat mutualisme karena sianobakteria ini dapat mengikat nitrogen bebas dari udara menjadi nitrat yang bermanfaat bagi tumbuhan inangnya.[3] Batang pada umumnya tebal dengan empulur yang berpati. Permukaan luar batang dicirikan dengan pola bekas tempelan entalnya yang sudah terlepas. Kadang-kadang batangnya tidak muncul dari permukaan atau hanya sedikit muncul, membentuk tampilan membulat yang disebut caudex. Daunnya tersusun dalam roset mengeliling puncak batang; entalnya menyirip atau menyirip berbagi, meskipun ada beberapa perkecualian. Organ reproduksi tersusun dalam struktur yang disebut runjung (cone), yang secara botani disebut strobilus (jamak: strobili). Strobilus jantan dan betina terdapat di ujung batang pada pohon yang berbeda (semua anggota divisi ini berumah dua, dioecious).[4]
Taksonomi
Anggota Cycadophyta yang masih bertahan di bumi semuanya termasuk dalam bangsa Cycadales, dan terdiri dari suku Cycadaceae (yang paling primitif) dan Zamiaceae (ada versi yang memilahnya menjadi Stangeriaceae). Lima suku sisanya termasuk dalam bangsa Medullosales dan hanya diketahui dari fosil yang berusia sampai era Paleozoikum.
Berdasarkan uji genetik, kelompok tumbuhan ini berkerabat paling dekat dengan Ginkgo dibandingkan dengan gimnosperma lainnya.[5]
Tumbuhan yang termasuk dalam divisi Cycadophyta sepintas menyerupai palem maupun paku pohon, sehingga awam maupun pelaku dunia hortikultura kadang-kadang terkecoh.
Di Indonesia kita kenal pakis haji (Cycas rumphii) yang biasa ditanam di pekarangan rumah. Sikas jepang (Cycas revoluta), dan kerabat dekatnya yang mirip, sikas taitung (C. taitungensis), bersama-sama dengan sejumlah jenis marga Zamia, Encephalartos, dan Dioon, biasa menjadi tanaman hias taman maupun pot yang mahal harganya.
Generasi fosil
Genera sikas yang punah dan diketahui adalah sebagai berikut:
Amuriella Jura Akhir, Timur Jauh Rusia (potongan daun)
Androstrobus Trias sampai Kapur, di seluruh dunia (genus bentuk daun)
Antarcticycas Trias Tengah, Antartika (diketahui dari keseluruhan tanaman)[7]
Diketahui, kemungkinan dedaunan sikas tertua dari Permian Karbon-Awal terbaru terdapat di Korea Selatan dan Cina, seperti Crossozamia. Fosil sikas yang jelas diketahui sejak Permian Awal-Tengah dan seterusnya.[13] Sikas umumnya jarang ditemukan pada masa Permian.[14] Dua keluarga sikas yang masih hidup diperkirakan telah berpisah satu sama lain pada zaman Jura[6] dan Carboniferous.[15] Sikas diperkirakan telah mencapai puncak keanekaragamannya pada masa Mesozoikum.[16] Meskipun zaman Mesozoikum juga terkadang disebut dengan "Zaman Sikas", beberapa kelompok tumbuhan berbiji yang punah lainnya dengan dedaunan serupa, seperti Bennettitales dan Nilssoniales, yang tidak berkerabat dekat, mungkin lebih banyak ditemukan.[17] Catatan tertua tentang genus modern Cycas berasal dari Paleogen di Asia Timur.[18] Fosil yang termasuk dalam suku Zamiaceae diketahui sejak zaman Kapur,[17] dengan fosil yang termasuk dalam genera hidup dari famili yang diketahui dari zaman Kenozoikum.[19]
Persebaran
Sikas ditemukan hidup di sebagian besar wilayah subtropis dan tropis di dunia, dan hanya ditemukan sedikit di wilayah beriklim sedang seperti di Australia. Keanekaragaman terbesar terdapat di Amerika Selatan dan Tengah.[butuh rujukan] Sikas juga ditemukan di Meksiko, Antillen, Amerika Serikat bagian tenggara, Australia, Melanesia, Mikronesia, Jepang, Cina, Asia Tenggara, Bangladesh, India, Sri Lanka, Madagaskar, dan Afrika bagian selatan dan tropis, di mana setidaknya terdapat 65 spesies. Beberapa spesies dapat bertahan hidup di iklim gurun atau semi-gurun yang keras (xerofit),[20] beberapa hidup dalam kondisi hutan hujan basah,[21] dan beberapa hidup di kedua kondisi alam.[22] Beberapa dapat tumbuh di pasir atau bahkan di batu, beberapa di tanah yang miskin oksigen, berawa, seperti rawa yang kaya akan bahan organik. Beberapa dapat tumbuh di bawah sinar matahari penuh, beberapa di bawah naungan penuh, dan beberapa di keduanya.[butuh rujukan] Beberapa spesies juga toleran terhadap garam (halofit).[butuh rujukan]
Signifikansi budaya
Kacang Cycas orientis (nyathu) dimanfaatkan oleh suku Yolngu di Arnhem Land, Australia sebagai sumber makanan. Kacang ini dipanen pada musim kemarau dan untuk menghilangkan racunnya, kacang direndam di air selama satu malam, dibungkus dengan kulit kayu dan dimasak di atas api terbuka sampai matang, sebelum digiling menjadi pasta.[23]
Di Vanuatu, Sikas dikenal sebagai namele dan merupakan simbol penting dari budaya tradisional mereka. Tanaman ini berfungsi sebagai tanda tabu yang dipatuhi,[24] dan bahkan sepasang daun namele muncul di bendera dan lambang negara. Bersama dengan tanaman nanggaria yang juga simbol dari budaya Vanuatu, namele juga menjadi nama dari sebuah gerakan politik masyarakat adat yaitu Nagriamel.[25]
^ abNagalingum, , N. S.; Marshall, C. R.; Quental, T. B.; Rai, H. S.; Little, D. P.; Mathews, S. (2011). "Recent synchronous radiation of a living fossil". Science. 334 (6057): 796–799. doi:10.1126/science.1209926.