Yehezkiel 23 |
---|
Kitab Yehezkiel 30:13–18 pada suatu naskah bahasa Inggris dari awal abad ke-13, MS. Bodl. Or. 62, fol. 59a. Teks bahasa Ibrani disalin sebagaimana dalam kodeks bahasa Latin. Terjemahan bahasa Latin ditulis di bagian marjin. |
Kitab | Kitab Yehezkiel |
---|
Kategori | Nevi'im |
---|
Bagian Alkitab Kristen | Perjanjian Lama |
---|
Urutan dalam Kitab Kristen | 26 |
---|
|
Yehezkiel 23 (disingkat Yeh 23) adalah bagian dari Kitab Yehezkiel dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Berisi perkataan nabi (dan juga imam) Yehezkiel bin Busi, yang turut dibawa ke dalam pembuangan oleh Kerajaan Babilonia pada zaman raja Yoyakhin dari Kerajaan Yehuda dan raja Nebukadnezar dari Babel sekitar abad ke-6 SM.[1][2]
Teks
- Naskah aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani.
- Pasal ini dibagi atas 49 ayat.
- Berisi firman TUHAN yang diterima oleh Yehezkiel mengenai perumpamaan kakak beradik Ohola dan Oholiba.
- Pasal ini menggambarkan Umat Israel sebagai dua perempuan bersaudara—Ohola menggambarkan Samaria (mewakili kerajaan utara Israel) dan Oholiba menggambarkan Yerusalem (mewakili kerajaan selatan Yehuda). Yehezkiel melukiskan mereka sebagai orang yang tidak setia kepada Allah dan telah berzinah secara rohani karena bersundal dengan bangsa-bangsa lain. Persundalan di sini menunjuk kepada usaha Israel dan Yehuda untuk bersekutu dengan bangsa-bangsa fasik daripada mengandalkan Allah saja sebagai sumber kekuatan dan perlindungan.[3]
Naskah sumber utama
- Bahasa Ibrani:
- Bahasa Yunani:
Struktur
Ayat 2
- [Allah berfirman:] "Hai anak manusia, ada dua orang perempuan, anak dari satu ibu."[8]
Semua orang Ibrani diturunkan dari satu sumber, Abraham dan Sara; dan, sampai perpecahan kerajaan pada permulaan pemerintahan raja Rehabeam, merupakan satu bangsa yang utuh: tetapi setelah sepuluh suku memisahkan diri dari suku Yehuda dan suku Benyamin, bangsa itu menjadi dua kelompok suku bangsa yang diperintah oleh raja-raja yang berbeda; yang kemudian disebut "Israel" (sepuluh suku) dan "Yehuda" (Yehuda dan Benyamin). Karena mereka masih sedarah (consanguinity), mereka disebut dua saudara perempuan.[9]
Ayat 4
- [Allah berfirman:] "Nama yang tertua ialah Ohola dan nama adiknya ialah Oholiba. Mereka Aku punya dan mereka melahirkan anak-anak lelaki dan perempuan. Mengenai nama-nama mereka, Ohola ialah Samaria dan Oholiba ialah Yerusalem."[10]
Ohola
Nama "Ohola" dan "Oholiba" berasal dari akar kata yang sama, yaitu "Ohel" (bahasa Ibrani: אֹ֫הֶל, o'-hel) yang berarti "kemah; tenda; kediaman; tabernakel (dalam Perjanjian Lama)". "Ohola" (bahasa Ibrani: אהלה, ’ā·ho·lāh; bahasa Inggris: Aholah atau Oholah) artinya "tendanya" (akhiran "-nya" di sini dalam bentuk feminin), dalam makna "hidup menurut aturan mereka sendiri", bukan "menurut aturan Allah": ibadanya dan tempat ibadahnya, semua atas keputusan mereka sendiri, yaitu pemujaan patung anak lembu di kota Dan dan Betel; Allah tidak tinggal di sana dan tidak campur tangan dalam ibadah itu, karena "kemah-Nya" tidak di sana, melainkan di "Salem" (yaitu Yerusalem), (Mazmur 76:1)[11]
Yang tertua
"Ohola" dikatakan sebagai "yang tertua", diterjemahkan dari kata "ha·gə·ḏō·lāh" dengan akar kata "gadol" yang berarti "besar", jadi dapat diartikan "yang lebih besar". Di sini dapat merujuk kepada 10 suku yang bersatu dalam "Kerajaan Israel" (Kerajaan Israel Utara), dibandingkan 2 suku yang menjadi "Kerajaan Yehuda".[11] "Samaria" (Ohola) disebut "yang tertua", karena mendahului Yehuda dalam hal meninggalkan Allah dan mendapatkan hukuman.[12]
Oholiba
Sama dengan "Ohola", nama "Oholiba" berasal dari akar kata "Ohel" (bahasa Ibrani: אֹ֫הֶל, o'-hel) yang berarti "kemah; tenda; kediaman; tabernakel (dalam Perjanjian Lama)". "Oholiba" (bahasa Ibrani: אהליבה, ’ā·ho·lî·ḇāh; bahasa Inggris: Aholibah atau Oholibah) artinya "tenda-Ku di dalamnya" (akhiran "-nya" di sini dalam bentuk feminin), merujuk kepada "Bait Suci" yang berdiri di Yerusalem, di mana dilakukan ibadah kepada Allah yang sejati, dan di sana Ia berdiam.[11] Ada nama yang mirip yaitu "Oholibama" (bahasa Inggris: Aholibamah; artinya "tendaku di tempat tinggi (atau 'tempat pemujaan berhala')"), nama salah satu istri Esau yang disebutkan Kejadian 36:2.[11][13]
Ayat 5
- [Allah berfirman:] "Dan Ohola berzinah, sedang ia Aku punya. Ia sangat berahi kepada kekasih-kekasihnya, kepada orang Asyur, pahlawan-pahlawan perang,"[14]
Samaria (Israel Utara) mula-mula mengadakan persekutuan dengan Asyur (2 Raja–raja 15:19–29) dan kemudian dengan Mesir (2 Raja–raja 17:3–6); akhirnya mereka mulai menyesuaikan diri dengan kebiasaan kafir dan penyembahan berhala bangsa itu. "Adiknya", Yehuda kemudian membuat hal yang sama (bandingkan 2 Raja–raja 24:1; Yesaya 7:1–25; 30:1–31:9).[3]
Sedang ia Aku punya
Frasa ini diterjemahkan dari satu kata bahasa Ibrani: תחתי, takh·tāy, dari akar kata "takh'-at" dan akhiran "-i" (atau juga dilafalkan -ay), yaitu kata ganti kepunyaan orang pertama tunggal (sama dengan akhiran "-ku" dalam bahasa Indonesia). Kata "takhat" mengandung arti: "di bawah" (misalnya: pohon); "di bawah kolong" (misalnya: langit); "menggantikan" (misalnya: tahta kerajaan); atau juga "daripada" orang tertentu, atau "di samping" orang tertentu. Jadi frasa "takhtay" dapat diartikan secara harafiah "di bawah-Ku", yaitu "tunduk kepada-Ku (Allah) sebagai suaminya yang sah",[12] dan seharusnya melekat pada Dia seorang; atau juga bermakna "di bawah tutupan, kekuasaan, dan perlindungan-Ku", dan karenanya seharusnya beribadah dan melayani Dia saja. Selain itu dapat pula diartikan "selain daripada-Ku", atau dalam versi bahasa Suryani "di samping Aku": mereka menyembah ilah-ilah lain selagi menjalani kehidupan di dalam Allah sejati, atau menyembah berhala di samping Allah sejati.[11] Targum memberi tafsiran: "dan Aholah menyimpang dari ibadah-Ku;", yaitu sepuluh suku jatuh ke dalam penyembahan berhala, sementara mereka adalah orang-orang yang mengaku umat Allah.
Sangat berahi kepada kekasih-kekasihnya
Penduduk di Kerajaan Israel Utara seperti mabuk kepayang terhadap agama orang kafir, kepada ilah-ilah, berhala, kuil, mezbah/altar, dan cara pemujaan berhala bangsa-bangsa lain; terutama "kepada orang Asyur".[11]
Pahlawan-pahlawan perang
Frasa ini diterjemahkan dari satu kata bahasa Ibrani: קרובים, qə·rō·ḇîm., bentuk jamak dari kata "qarob", yang berarti "dekat". Di sini dapat juga diartikan (para) "tetangga" atau "sekutu dekat". Karena kekaguman mereka terhadap kekuatan perang Asyur, mereka menganggap Asyur sebagai "sekutu dekat", dan memohon untuk menjadi bagian pasukan sekutu mereka, meminta bantuan perlindungan, dan turut menyembah dewa-dewa mereka, serta memberikan banyak uang/harta untuk maksud tersebut: dalam Alkitab maupun Tawarikh Asyur tercatat bahwa raja Israel, Menahem, memberi Pul, raja Asyur, seribu talenta perak, untuk menjamin kelangsungan kerajaannya (2 Raja–raja 15:19.[11]
Ayat 22-24
- [Allah berfirman:] "Oleh sebab itu, hai Oholiba, beginilah firman Tuhan ALLAH, memang engkau sudah menjauhkan dirimu dari kekasih-kekasihmu, tetapi sungguh, Aku akan menyuruh mereka bergerak melawan engkau; Aku akan membawa mereka melawan engkau dari sekitarmu: 23 orang Babel dan semua orang Kasdim, orang Pekod, orang Soa dan orang Koa, dan semua orang Asyur bersama mereka, pemuda yang ganteng, bupati-bupati dan para penguasa semuanya, perwira-perwira dan pahlawan-pahlawan perang, pasukan kuda semuanya.24Mereka datang melawan engkau dengan banyak kereta dan roda-roda dan dengan sekumpulan bangsa-bangsa; mereka akan menyusun perisai besar dan kecil dan ketopong di sekitarmu melawan engkau, dan Aku akan menyerahkan perkara ini di hadapannya dan mereka akan menghakimi engkau menurut hukum mereka."[15]
Ayat 35
- [Allah berfirman:] "Oleh sebab itu, beginilah firman Tuhan ALLAH: Oleh karena engkau melupakan Aku dan membelakangi Aku, sekarang tanggung sendirilah kemesumanmu dan persundalanmu."[16]
Kembali pada jalan-jalan dan nilai-nilai fasik dari dunia ini setelah mengalami keselamatan dan pembebasan dari Allah adalah sama dengan memandang rendah Tuhan lalu mencampak-Nya seolah-olah tidak berguna (bandingkan Ibrani 6:1–8). Orang percaya tidak boleh sekali-kali meninggalkan Tuhan; ia malah harus menunjukkan kasih dan syukur kepada Dia yang telah menebusnya oleh kematian Anak-Nya, Yesus Kristus.[3]
Lihat pula
Referensi
Pustaka
Pranala luar