Malagizi atau lebih dikenal sebagai malnutrisi adalah suatu kondisi medis pada seseorang yang disebabkan oleh asupan gizi yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.[1] Secara lebih spesifik, malagizi didefinisikan sebagai "kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan energi, protein, atau nutrisi lainnya" yang berdampak buruk pada jaringan tubuh dan bentuk tubuh.[2]
Malagizi merupakan kategori penyakit yang mencakup kekurangan gizi dan kelebihan gizi. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan, kakesia, dan kekurangan berat badan. Kelebihan gizi dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas. Di beberapa negara berkembang, kelebihan gizi dalam bentuk obesitas mulai muncul dalam komunitas yang sama dengan kekurangan gizi.[3] Seseorang akan mengalami malagizi jika tidak mengonsumsi jumlah atau kualitas gizi yang mencukupi untuk diet sehat selama suatu jangka waktu yang cukup lama. Malagizi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kelaparan, penyakit, dan infeksi.
Beberapa gejala dan tanda dari malagizi berupa kulit pucat dan kering, mudah memar, ruam kulit, perubahan pigmen kulit, sakit pada sendi, gusi mudah berdarah, kesulitan berkonsetrasi, pusing, depresi, dan gelisah.[4][5] Malagizi merupakan kondisi medis yang umum dan setidaknya setiap negara terjangkit setidaknya satu jenis malagizi.[6] Wanita, balita, anak-anak, dan remaja cenderung lebih rentan terkena malagizi.[7] Malagizi pada pada anak-anak, khususnya pada 1000 hari awal kehidupan, dapat menyebabkan pengerdilan dan hal ini memengaruhi kualitas hidup mereka hingga dewasa.[8] Selain itu, malagizi berkontribusi kepada 45% kematian anak di bawah usia lima tahun.[7]
Paramater
Salah satu tanda gizi buruk atau malnutrisi pada balita adalah berat badan balita berada di bawah garis merah dalam Kartu Menuju Sehat (KMS). Cara mengetahuinya adalah dengan melakukan pengukuran fisik anak atau antropometri, seperti pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, dan lain-lain, kemudian dibandingkan dengan angka standar (anak normal). Ada tiga parameter malnutrisi yang digunakan pada anak, yaitu berat badan dibandingkan umur anak, tinggi badan dibandingkan umur anak, dan berat badan dibandingkan tinggi badan, kemudian parameter dibandingkan dengan nilai standar. Pasien anak dapat dikatakan mengalami malnutrisi apabila mengalami penurunan berat badan hingga lebih dari 2% selama kurang dari 7 hari perawatan, 5% dalam 8–30 hari perawatan, atau lebih dari 10% selama lebih dari 30 hari perawatan.[9]
Pada orang usia lanjut (lansia), status gizi berhubungan erat pula dengan kapasitas fungsional. Risiko malnutrisi pada usia lanjut ditemukan sebesar 8,6% pada perempuan dan 5,6% pada laki-laki. Adapun faktor yang memengaruhi malnutrisi pada orang usia lanjut, seperti kesulitan mengunyah, menelan, dan merasakan makanan (bisa akibat perawatan mulut yang tidak memadai pada lansia, penurunan kemampuan indera perasa, hilangnya gigi, faktor penyakit dan jenis makanan yang disediakan) serta gangguan kognitif yang menyebabkan lansia mengalami kemunduran fisik, psikis, dan sosial sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.[12]
Diagnosis
Kondisi malnutrisi dapat diperiksa melalui pengecekan fisik pada dokter, tes darah, dan tes air seni.[5] Pengecekan fisik mencakup pengukuran berat dan tinggi badan, penentuan indeks massa tubuh, memperkirakan jumlah otot dan massa pada lengan atas, pengecekan terhadap gejala malnutrisi.[13]
Jenis
Ada dua jenis malnutrisi, yaitu kekurangan gizi dan kelebihan gizi.
Kekurangan gizi
Jenis malnutrisi ini terjadi karena tubuh tidak mendapatkan asupan protein, kalori, atau zat gizi mikro yang cukup. Kekurangan gizi berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak, seperti berat badan yang kurang dan stunting (perawakan pendek).[14]
Secara klinis, keadaan malnutrisi dapat bermanifestasi sebagai berikut.
Malnutrisi energi protein (PEM): PEM merupakan kondisi ketika asupan makanan tidak memiliki makronutrien (karbohidrat, protein, dan lemak). Anak dengan kondisi PEM akan mengalami kegagalan pertumbuhan. Pada kasus akut, anak bisa mengalami penurunan berat badan sehingga tampak kurus dan kehilangan lemak tubuhnya. Pada kasus kronis, anak yang tidak mendapat asupan gizi yang memadai dalam waktu lama akan mengalami stunting sehingga tubuhnya menjadi pendek dibandingkan dengan rentang tinggi badan normal. PEM adalah kelompok penyakit yang terdiri atas marasmus, kwashiorkor, dan marasmius-kwashiorkor.[15]Marasmus adalah kondisi kekurangan kalori dan energi. Pada umumnya, marasmus diderita oleh bayi (pada dua belas bulan pertama) karena terlambat diberi makanan tambahan. Marasmus merupakan malnutrisi pada pasien yang menyebabkan penderitanya kehilangan lebih dari 10% berat tubuhnya, dengan tanda-tanda klinis berupa berkurangnya simpanan lemak dan protein yang disertai dengan gangguan fisiologis, tanpa adanya cedera atau kerusakan jaringan (sepsis).[15][16]Kwashiorkor adalah kondisi kekurangan protein. Pada umumnya kwashiorkor dialami oleh pasien yang mengalami hipermetabolik sesaat mengalami cedera hebat atau sepsis berat jika terjadi edema di seluruh tubuh dan hipoalbuminemia. Kondisi ini biasanya dialami oleh anak-anak berusia dua hingga tiga tahun akibat terlambat disapih sehingga komposisi makanan tidak seimbang, terutama unsur protein.[15][16]Marasmus-kwashiorkor adalah gabungan antara kondisi marasmus dan kwashiorkor. Kondisi malnutrisi ini terjadi karena makanan sehari-harinya tidak mengandung protein dan energi yang cukup untuk pertumbuhan normal. Mereka yang mengalami marasmus-kwashiorkor bisa mengalami penurunan berat badan hingga di bawah 60% dari berat badan normal.[15][16]
Penyakit defisiensi mikronutrien (MDD): Defisiensi mikronutrien didefinisikan sebagai kekurangan vitamin dan mineral esensial yang dibutuhkan oleh meski dalam jumlah sedikit untuk pertumbuhan dan perkembangan. Mikronutrien esensial dalam hal ini antara lain (tetapi tidak terbatas pada) zat besi, seng, kalsium, yodium, vitamin A, B, dan C. Defisiensi mikronutrien merupakan masalah kesehatan global yang penting. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan ada lebih dari dua miliar penduduk dunia mengalami defisiensi mikronutrien. Hal ini dapat berdampak pada perkembangan fisik dan mental yang buruk pada anak-anak, kerentanan terhadap penyakit, keterbelakangan mental, kebutaan, dan gangguan umum pada produktivitas dan potensi.[17]
Defisiensi vitamin A
Setidaknya diperkirakan sebanyak 250 juta anak-anak prasekolah mengalami defisiensi vitamin A. Begitu pula dengan wanita hamil, khususnya pada triwulan akhir kehamilan.[8] Kekurangan vitamin A umumnya menyebabkan kebutaan pada anak-anak. Diperkirakan terdapat 250.000 sampai 500.000 anak yang kekurangan vitamin A menjadi buta setiap tahunnya, dan setengahnya meninggal dalam 12 bulan sejak kehilangan penglihatannya.[18]
Defisiensi vitamin B
Secara umum, golongan vitamin B berperan penting dalam metabolisme tubuh, terutama dalam hal pelepasan energi saat beraktivitas. Hal ini berhubungan dengan peranannya dalam tubuh sebagai senyawa koenzim yang dapat meningkatkan laju reaksi metabolisme tubuh terhadap berbagai jenis sumber energi. Beberapa jenis vitamin yang termasuk dalam golongan vitamin B adalah vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan vitamin B12 (sianokobalamin).[19] Tanda-tanda yang muncul ketika tubuh mengalami defisiensi berbagai jenis vitamin B antara lain:
vitamin B1: tubuh mudah lelah, kram otot, kulit kering dan bersisik, daya tahan tubuh melemah,
vitamin B2: sudut mulut pecah-pecah, lidah tampak merah dan licin, mudah lelah, kulit bersisik, seriawan, dan mudah kesemutan,
vitamin B3: tangan dan wajah gatal-gatal, mudah lelah dan mual,
vitamin B6: nafsu makan berkurang, mudah lelah, luka pada gusi dan lidah,
Vitamin C merupakan zat yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme dan pertumbuhan, terutama pada masa anak-anak. Kurangnya asupan vitamin C dapat menimbulkan gejala defisiensi vitamin C berupa pendarahan kulit dan gusi serta lemah dan cacat perkembangan tulang (skorbut). Asupan vitamin C berlebih pada remaja dapat menimbulkan keluhan pada sistem gastrointestinal. Kebutuhan vitamin C pada orang dewasa adalah sekitar 60 mg, pada wanita hamil 95 mg, anak-anak 45 mg, dan bayi 35 mg. Namun, karena banyaknya polusi lingkungan, seperti asap kendaraan bermotor dan asap rokok, kebutuhan vitamin C perlu ditingkatkan menjadi dua kali lipatnya, yaitu 120 mg.[20]
Defisien yodium merupakan penyebab umum terjadinya gangguan jiwa, setidaknya 54 negara terjangkit kondisi ini.[23] Penyakit gondok merupakan tanda jelas terkena kondisi ini, dan sering terjangkit oleh perempuan.[8] Defisiensi yodium akut pada ibu dapat menyebabkan kretinisme pada bayi yang lahir. Anak umumnya akan tuli, bodoh, lambat, dan tendesi terkena sembelit.[8]
Defisiensi zat besi
Anemiadefisiensi besi (ADB) merupakan masalah defisiensi paling sering yang terjadi pada anak-anak di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang. Secara epidemiologi, prevalensi tertinggi ditemukan pada akhir usia akhir bayi hingga masa awal anak-anak, di antaranya terdapat pada masa kehamilan dan percepatan pertumbuhan anak-anak yang disertai dengan rendahnya asupan besi dari makanan atau konsumsi susu formula dengan kadar besi yang kurang. Selain ittu, ADB juga sering ditemukan pada remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak besi dan diperberat dengan kehilangan darah karena menstruasi yang terjadi pada remaja putri. Kekurangan zat besi sangat berdampak pada fungsi kognitif, tingkah laku, dan pertumbuhan bayi. Pada ibu hamil, kekurangan zat besi dapat meningkatkan risiko prenatal dan mortalitas bayi.[24]
Defisiensi kalsium
Kalsium berfungsi penting bagi tubuh untuk pembentukan tulang dan gigi yang kuat, membantu pembekuan darah yang normal dan regulasi kontraksi otot, termasuk otot jantung. Kurangnya konsumsi kalsium menyebabkan tubuh menguras simpanan kalsium yang terdapat pada tangan, kaki, dan tulang panjang lainnya sehingga lama-kelamaan tulang akan kekurangan kalsium dan menjadi keropos bahkan bisa mengalami patah tulang.[25]
Gejala penyakit kekurangan kalsium atau hipokalsemia dapat dialami oleh siapa saja, baik yang masih muda maupun yang sudah tua. Tanda-tanda yang mudah dikenali ketika tubuh mengalami hipokalsemia antara lain sering kram otot, kelelahan parah, kuku mudah patah, rentan cedera tulang, gejala pramenstruasi parah pada wanita, masalah pada gigi dan depresi.[26]
Kelebihan gizi (overnutrition)
Kebalikan dari kekurangan gizi, kelebihan gizi dapat terjadi ketika tubuh mendapat asupan protein, kalori, dan lemak secara berlebihan sehingga mengakibatkan kelebihan berat badan atau obesitas.[14]
Malnutrisi akut berat
Malnutrisi akut berat (severe acute malnutrition) merupakan bentuk malnutrisi yang diasosiasikan dengan kerawanan pangan, panceklik, gagal panen, dan malapetaka alam atau buatan manusia.[8] Kondisi ini dapat pula disebabkan oleh HIV dan disabilitas.[27] Malnutrisi akut dapat mengancam jiwa. Tanpa pengobatan yang efektif, tingkat kematian pada anak-anak mencapai 30% sampai 50%.[28] Penderita malnutrisi akut berat ada yang harus dirawat di rumah sakit bila terdapat gejala bilateral pitting edema dan satu gejala ISPA, seperti demam tinggi, anemia berat, dan kehilangan kesadaran.[29]
Malnutrisi moderat
Malnutrisi moderat lebih umum dan lebih mudah dikenali daripada malnutrisi akut berat. Ditandai dengan rendahnya berat badan daripada tinggi badan, rendahnya tinggi badan dan kombinasi keduanya.[8]
Konsekuensi umum
Malnutrisi memengaruhi fungsi sistem organ tubuh. Adapun beberapa yang terkena adalah sebagai berikut:
Fungsi otot
Menurunnya berat badan akibat penipisan massa lemak dan otot, termasuk massa organ tubuh merupakan tanda paling umum dalam malnutrisi dan hal ini menyebabkan penurunan fungsi otot.[30]
Fungsi pernapasan
Penurunan massa otot kardio, yang menimbulkan penurunan pengeluaran pompa jantung. Pada kekurangan vitamin elektrolit dapat juga mengakibatkan penurunan fungsi pernapasan dan kurangnya tekanan dalam batuk.[30]
Fungsi pencernaan
Nutrisi yang cukup penting untuk menjaga fungsi pencernaan. Malnutrisi akut berat mengakibatkan perubahan fungsi pankreas eksokrin, aliran darah pada usus, permeabilitas usus dan sulitnya menyerap air pada usus besar.[30]
Penyembuhan luka dan imun tubuh
Penyembuhan luka pada tubuh memakan waktu lebih lama dan terjadinya penurunan imun yang dapat meningkatkan risiko terkena infeksi dan terjangkit penyakit lainnya.[31]
Akibat malnutrisi pada wanita
Malnutrisi menimbulkan berbagai ancaman pada wanita, seperti melemahkan kemampuan wanita untuk melahirkan, lebih mudah terkena infeksi, dan menurunkan kemampuan pemulihan dari penyakit. Malnutrisi juga dapat mengurangi produktivitas mereka sehingga berpengaruh terhadap pekerjaan dan mengurangi pendapatan serta kemampuan untuk merawat keluarga. Dampak gizi buruk yang dialami oleh wanita sebelum dan selama kehamilan dapat menghambat pertumbuhan janin (PJT), berat badan bayi lahir rendah (BBLR), gangguan pertumbuhan dan perkembangan berbagai organ vital bayi serta meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi.[32]
Pengobatan
Pengobatan di rumah
Membuat daftar asupan makanan dengan bantuan penasihat gizi atau dokter untuk meningkatkan asupan nutrisi.
Meminum suplemen vitamin dan mineral sesuai yang dianjurkan.
Memakan asupan protein berupa protein batangan atau suplemen protein bagi malnutrisi energi protein.
Memonitor indeks massa tubuh secara teratur untuk mengecek perkembangan atau respons terhadap program asupan yang baru.
Berikan makanan yang memiliki tekstur lembut dan bubur. Bagi yang kesulitan menelan dan mengunyah.[33]
Pengobatan di rumah sakit
Pada pengobatan di rumah sakit, umumnya ditangani oleh pihak profesional seperti ahli gizi, ahli gastroenterologi, perawat spesialis nutrisi, dan pekerja sosial. Kemampuan untuk minum dan makan akan diperiksa secara rutin jika berada di rumah sakit. Bagi yang tidak mampu menelan makanan, maka digunakan tabung makanan. Terdapat dua jenis tabung makanan, yakni tabung nasograstik dan tabung PEG (percutaneous endoscopic gastronomy). Tabung nasogastik dimasukan melalui hidung ke perut dan tabung PEG diletakkan dengan bantuan operasi langsung di perut melalui abdomen.[34]{
^Nurrizqi, Eka Fajar (2018). "Gambaran Malnutrisi Rumah Sakit Pasien Anak di RSUD Pandan Arang Boyolali". Jurnal Riset Kesehatan: 2. ISSN2252-5068. Salah satu tanda gizi buruk atau malnutrisi balita adalah berat badan balita di bawah garis merah dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) balita Dilakukan pengukuran-pengukuran fisik anak atau anthropometri (berat, tinggi, lingkar lengan, dan lain-lain) dan dibandingkan dengan angka standar (anak normal). Untuk anak, terdapat tiga parameter yang digunakan, yaitu berat dibandingkan dengan umur anak, tinggi dibandingkan dengan umur anak dan berat dibandingkan dengan tinggi/panjang anak, kemudian parameter dibandingkandengan nilai standar (Liansyah, 2015). Pasien anak juga dapat dikatakan malnutrisi jika penurunan berat badan >2% dalam perawatan <7 hari atau 5% dalam perawatan 8 sampai 30 hari atau 10% dalam perawatan>30 hari (Maryani, 2016