Kalender Julius

Kalender Julius.

Kalender Julius atau Tanggalan Julian diusulkan oleh astronom Sosigenes, diberlakukan oleh Julius Caesar sejak 1 Januari 45 sebelum Masehi. Setiap 3 tahun terdapat 365 hari, setiap tahun ke-4 terdapat 366 hari. Terlambat 1 hari dari ekuinoks setiap 128 tahun.

Kalender ini merupakan tahun syamsiah (matahari) dengan jumlah hari tetap setiap bulannya, dan disisipi satu hari tiap 4 tahun untuk penyesuaian panjang tahun tropis. Kalender ini digunakan secara resmi di seluruh Eropa, sampai kemudian diterapkannya reformasi dengan penggunaan Kalender Gregorius pada tahun 1582 oleh Paus Gregorius XIII. Britania Raya baru mengimplementasikan pada tahun 1752, Rusia baru pada tahun 1918 dan Yunani baru pada tahun 1923. Gereja Ortodoks sampai sekarang tetap menggunakan Kalender Julius sehingga perayaan Natal dan Tahun Baru berbeda.

Era sebelum tahun 45 SM, dinamakan "era bingung", karena Julius Caesar menyisipkan 90 hari ke dalam kalender tradisional Romawi, untuk lebih mendekati ketepatan pergantian musim. Penyisipan ini sedemikian cerobohnya sehingga bulan-bulan dalam kalender itu tidak lagi tepat. Akhirnya dengan saran Sosiogenes, seorang astronom dari Aleksandria, Caesar menetapkan kalendernya menjadi 12 bulan, masing-masing dengan jumlah hari tertentu seperti sekarang, dengan penetapan tahun kabisat setiap 4 tahun, dengan keyakinan bahwa panjang 1 tahun surya adalah 365,25 hari saat itu. Dengan cara ini setiap 128 tahun, kalender ini kebanyakan satu hari.

Sejak meninggalnya Caesar, penerapan tahun kabisat salah terap. Kabisat diberlakukan tiap menginjak tahun ke-4, jadi 3 tahun sekali. Keadaan ini konon dibetulkan kemudian oleh Kaisar Agustus, dengan meniadakan semua hari kabisat dari tahun 8 SM sampai tahun 4 Masehi. Setelah itu kalender Julius berfungsi dengan jauh lebih baik.

Bulan

Bulan (Romawi) Lama sebelum 45 SM Lama setelah 45 SM Bulan
Ianuarius[1] 29 31 Januari
Februarius 28 (tahun kabisat: 23 atau 24) 28 (tahun kabisat: 29) Februari
Mercedonius/Intercalaris 0 (tahun kabisat: 27) (kosong)
Martius 31 31 Maret
Aprilis 29 30 April
Maius 31 31 Mei
Iunius[1] 29 30 Juni
Quintilis[2] (Iulius) 31 31 Juli
Sextilis (Augustus) 29 31 Agustus
September 29 30 September
October 31 31 Oktober
November 29 30 November
December 29 31 Desember
Total 355/377-378 365/366

Alasan pendorong

Dalam kalender Romawi sebelumnya, tahun biasa terdiri atas 12 bulan dengan 355 hari. Sebagai tambahan, satu bulan kabisat 27 hari, Mensis Intercalaris, beberapa kali disisipkan di antara Februari dan Maret. Bulan kabisat ini dibentuk dengan menyisipkan 22 hari setelah 23 atau 24 hari pertama Februari; lima hari terakhir Februari, yang menghitung mundur hari-hari memasuki bulan Maret, menjadi lima hari terakhir Intercalaris. Efeknya adalah menambah 22 atau 23 hari dalam tahun tersebut, membentuk satu tahun kabisat yang memiliki 377 atau 378 hari.[3]

Menurut penulis Censorinus dan Macrobius, siklus kabisat yang ideal terdiri atas tahun biasa dengan 355 hari bergantian dengan tahun kabisat, dengan jumlah hari bergantian 377 dan 378 hari. Dengan sistem ini, secara merata tahun Romawi akan memiliki 366¼ hari setiap empat tahun, yang menghasilkan penyimpangan rata-rata satu hari per tahun terkait dengan titik balik matahari atau ekuinoks. Macrobius menjelaskan perbaikan lebih lanjut, yaitu dalam satu periode 8 tahun dalam satu siklus 24 tahunan, hanya ada tiga tahun kabisat dengan setiap tahun kabisat memiliki 377 hari (sehingga ada 11 tahun kabisat setiap 24 tahun). Perbaikan ini menjadikan rata-rata lamanya satu tahun adalah 365,25 hari untuk jangka waktu 24 tahun.

Dalam praktiknya, kabisat tidak terjadi secara sistematis berdasarkan sistem ideal tersebut, tetapi ditentukan oleh Pontifex. Sejauh yang ditunjukkan oleh bukti sejarah, penentuan tersebut jauh kurang teratur daripada skema ideal yang disarankan. Tahun kabisat biasanya terjadi setiap tahun kedua atau ketiga, tetapi beberapa kali dihilangkan selama jangka waktu yang lebih lama, dan kadang-kadang tahun kabisat terjadi dua tahun berturut-turut.

Jika dikelola dengan benar, sistem ini memungkinkan tahun Romawi untuk tetap sejajar dengan tahun tropis. Tetapi, karena Pontifex seringnya adalah politisi dan periode jabatan hakim/pejabat pengadilan Romawi terkait dengan tahun kalender, wewenang ini rentan disalahgunakan: seorang Pontifex dapat memperpanjang lamanya satu tahun ketika ia atau salah satu sekutu politiknya sedang menjabat, atau menolak memperpanjang lamanya ketika lawannya yang berkuasa.[4]

Jika terlalu banyak kabisat dihilangkan, seperti yang terjadi setelah Perang Punisia Kedua dan selama Perang Saudara, kalender akan menympang jauh dari kalender tropis. Lebih jauh, karena kabisat sering ditentukan terlambat, rata-rata warga Romawi tidak mengetahui tanggal, khususnya jika ia jauh dari kota. Untuk alasan ini, tahun-tahun terakhir sebelum kalender Julius kemudian dikenal sebagai "era bingung". Masalah menjadi mendesak selama periode Julius Caesar menjadi Pontifex sebelum reformasi, 63–46 SM, ketika hanya ada lima bulan kabisat (seharusnya delapan), tidak pernah ada kabisat selama lima tahun Romawi sebelum 46 SM.

Reformasi Caesar ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan ini secara permanen, dengan membuat suatu kalender yang tetap sesuai dengan matahari tanpa adanya intervensi manusia. Hal ini terbukti berguna segera setelah kalender baru diefektifkan. Varro menggunakannya pada 37 SM untuk memperbaiki penanggalan kalender untuk awal empat musim, yang mustahil hanya delapan tahun sebelumnya.[5] Seabad kemudian, ketika Plinius menetapkan titik balik matahari musim dingin jatuh tanggal 25 December karena matahari berada di derajat ke-8 Kaprikornus pada tanggal tersebut.[6]

Referensi

  1. ^ a b Huruf J tidak ditemukan hingga abad ke-16.
  2. ^ Pengejaan Quinctilis juga otentik; lihat halaman 669 The Oxford Companion to the Year.
  3. ^ Blackburn, B.; Holford-Strevens, L. (1999). The Oxford Companion to the Year (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. 669-70. ISBN 9780192142313. 
  4. ^ Censorinus. "XX.7". De die Natali Liber (dalam bahasa Latin). 
  5. ^ Varro, Marcus Terentius. "I.1.28". De Re Rustica. 
  6. ^ Pliny the Elder. "Book 18, Chapter LIX, LXVI, LXVIII, LXXIV". The Natural History Periksa nilai |url= (bantuan). 

Pranala luar