Cendana
Cendana adalah pohon penghasil kayu cendana dan minyak cendana. Kayunya digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, campuran parfum, serta sangkur keris (warangka). Kayu yang baik bisa menyimpan aromanya selama berabad-abad. Konon di Sri Lanka kayu ini digunakan untuk membalsam jenazah putri-putri raja sejak abad ke-9. Di Indonesia, kayu ini banyak ditemukan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Pulau Timor, meskipun sekarang bisa ditemukan pula di Pulau Jawa dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya. Cendana termasuk tumbuhan parasit pada awal kehidupannya. Kecambahnya memerlukan pohon inang untuk mendukung pertumbuhannya, karena perakarannya sendiri tidak sanggup mendukung kehidupannya. Karena prasyarat inilah cendana sukar dikembangbiakkan atau dibudidayakan.[1] Kayu cendana wangi (Santalum album) kini sangat langka dan harganya sangat mahal. Di Indonesia, kayu cendana dari Timor juga sangat dihargai. Sebagai gantinya sejumlah pakar aromaterapi dan parfum menggunakan kayu cendana jenggi (Santalum spicatum). Kedua jenis kayu ini berbeda konsentrasi bahan kimia yang dikandungnya, dan oleh karena itu kadar harumnya pun berbeda. Kayu cendana dianggap sebagai obat alternatif untuk membawa orang lebih dekat kepada Tuhan. Minyak dasar kayu cendana, yang sangat mahal dalam bentuknya yang murni, digunakan terutama untuk penyembuhan cara Ayurveda, dan untuk menghilangkan rasa cemas. Tanaman cendana ini sangat langka akibat dieksploitasi berlebihan Jenis CendanaTerdapat dua jenis Cendana, yaitu Cendana Merah dan Cendana Putih. Cendana Merah banyak tumbuh di daerah Funan dan India, sedangkan Cendana Putih banyak tumbuh di Nusa Tenggara Timur, antara lain di Pulau Flores, Alor, Sumba, Solor, Adonara, Lomblen, Pantar, Timor, Rote, dan Sabu. Dari segi kualitas, keduanya tak sama. Kayu Cendana Merah relatif kurang harum dan kualitasnya kurang bagus, sehingga tidak terlalu laris diperdagangkan.[butuh rujukan] Kandungan Zat Tanaman CendanaTanaman cendana mengandung minyak atsiri, dalm atsiri, dalam perdagangan minyak atsiri secara global dikenal beberapa jenis minyak atsiri alami dengan embel-embel sandalwood, yaitu red sandalwood (Pterocarpus santalinus), Australian sandlwood (Santalum spicatum) dan West Indiessandalwood (Amyris balsamifera). Minyak atsiri yang berasal dari S. album dikenal dengan East Indies Sandalwood, True sandalwood. Minyak atsiri adalah bagian yang paling bernilai dari cendana. Bagian kayu dari akar cendan adalah yang paling potensial sebagai sumber minyak atsiri dengan kandungan 10%. Bagian kayu (teras) batangnya mengandung 4-8% minyak atsiri, sedangkan ranting utama mengandung minyak atsiri 2-4%. Minyak atsiri yang diperoleh dari kayu bagian terluar memiliki kandungan komponen teroksigen (Santalol, santalil, asetat) 3% dan hidrokarbon (santalena) 50%. MInyak cendana juga mengandung senyawa asam seskiterpena yaitu asam dihidroa-norkurkumenat, asam a-bergamotinat dan asam dihidro-oc-santalat. Selain substansu minyak atsiri, kayu, Mathieson dkk (1973), menyatakan bahwa bahwa kayu cendana juga mengandung zat warna yang disebut santalin dan santarubin. Bagian kulit batang mengandung triterpena, turunan asam palmitat dan tanin dengan kandungan sebesar 14%. Ekologi CendanaCendana (Santalum album L.) umumnya dijumpai pada daerah-daerah dengan kisaran curah hujan tahunan antara 600-2.000 mm; cendana dapat tumbuh optimal pada kisaran curah hujan 850–1350 mm per tahun, dan masih toleran sampai curah hujan 2500 mm per tahun, akan tetapi harus dengan sistem drainase yang baik. Habitat asli tempat tumbuh cendana biasanya mempunyai musim kering yang lama dan musim hujan yang pendek, 2- 3 bulan per tahun.[2] Pohon cendana tidak menyukai daerah yang tergenang air, khususnya sewaktu pohonnya masih muda, meski hal ini agak kurang berpengaruh terhadap pohon yang sudah dewasa atau tua. Daerah-daerah yang selalu basah kurang baik untuk pertumbuhan cendana.[3] Cendana tumbuh alami sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut, dan mutu kayu terbaik dapat diperoleh jika cendana hidup pada ketinggian antara 600–900 m.[4] Cendana memerlukan banyak sinar matahari dan banyak dijumpai dan tumbuh baik pada hutan-hutan luruh yang terbuka dan pada daerah pinggiran hutan. Pemanasan yang lama dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi menyebabkan banyak kayu-kayu gubal yang mengelupas, terutama pada pohon-pohon yang sudah tua; suhu yang tinggi juga dapat membunuh semai-semai yang baru berkecambah. Akibat mengelupasnya kayu-kayu gubal pada pohon-pohon cendana yang sudah tua, sehingga bagian kayu yang terbuka akan kelihatan.[3] Tanah-tanah di pulau Timor dan Sumba, umumnya didominasi oleh tanah lempung (clay) yang berat dan tanah ini berasal dari endapan di laut. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak pohon cendana yang tumbuh baik di atas tanah dangkal yang berbatu-batu. Hasil kayu yang terbaik diperoleh dari pohon cendana yang tumbuh di hutan-hutan terbuka pada tanah kurang subur dan berbatu. Pada tanah Hat (loam) yang subur, pohon cendana tumbuh baik dan cepat menjadi besar, tetapi kandungan minyaknya sangat rendah dan kualitasnya juga kurang baik. Pohon cendana tidak mempunyai toleransi terhadap tanah-tanah yang mengandung garam dan kapur yang tinggi, akan tetapi dapat toleran terhadap tanah yang mengandung natrium (sodic soils).[3] Daerah Asal Cendana dan PenyebarannyaCendana (Santalum album L.) merupakan tanaman yang berasal dari kepulauan Indonesia[5][6][7] yaitu diKepulauan Busur Luar Banda (the Outer Banda Arc of Islands) yang terletak di sebelah Tenggara Indonesia, dan yang terutama di antaranya adalah pulau Timor dan Sumba. Sejarah perdagangan kayu cendana di masa lampau, ikut menunjang bahwa pohon cendana merupakan tumbuhan asli di Nusa Tenggara Timur terutama di pulau Timor dan Sumba. Keberadaan cendana tumbuh di India, berkaitan dengan perdagangan kayu cendana di masa lampau, yang kemudian didatangkan ke India, dan dikembangkan di India pada daerah yang iklim dan habitatnya seperti di Nusa Tenggara Timur, khususnya seperti di pulau Timor dan Sumba.[5][6][7] Data tertua perdagangan kayu cendana dari pulau Timor yaitu tercatat pada abad ke-3 bahwa Cina merupakan negara utama yang membeli kayu cendana. Perdagangan awal kayu cendana yang disebutkan di Indonesia, adalah catatan dari Dinasti Yuan, pada abad ke-12 dan ke-13.[8][9] Hsing-cha Shenglan pada tahun 1436 sewaktu Dinasti Ming,menggambarkan gunung-gunung di pulau Timor seperti ditutupi oleh pohon-pohon cendana dan daerah ini tidak menghasilkan kayu lain, selain kayu cendana. Memang, perdagangan Cina pada masa itu sangat pesat; kapal-kapal yang digunakan untuk maksud ini beratnya 1500 ton atau lebih, jauh lebih besar dari armada Eropa manapun pada waktu itu. Sebagai contoh kapal Vasco da Gama hampir mencapai 300 ton.[10] Pada abad ke-15, Cina memperoleh kayu cendana melalui pasar Malaka.[9] Pasar Cina mengalami masa suram pada awal tahun 1800 dengan persaingan kayu cendana dari India dan dengan adanya penebangan yang ekstentif di Kepulauan Pasifik.[11] Pasar Cina mengalami perbaikan untuk sementara waktu pada tahun 1890 dan 1900, karena pasokan Pasifik mengalami penurunan, terutama Kepulauan Hawaii dan Marquesa kehilangan semua pohon cendananya dalam beberapa tahun; dan tambahan lagi, kemudian permintaan dari Eropa meningkat. Guillemard (1894) menyebutkanbahwa orang-orang Bugis kemudian memegang peranan penting, mengendalikan perdagangan dari Timor Portugis (Timor Timur).[12] Perdagangan kayu cendana dalam skala kecil juga berlangsung dengan penduduk Kisar dan Leti dari barat daya Maluku yang mengunjungi Wetar untuk memperoleh kayu cendana dan bahan makanan.[13] Sejak tahun 1920, Flores mengekspor kayu cendana,[14] tetapi tegakan pohon cendana yang luas di Timor hampir habis. Hal ini sebagian disebabkan adanya penemuan bahwa minyak cendana dapat juga diekstraksi dari akarnya.[11] Semenjak tahun 1436, Pulau Timor sudah terkenal dengan produksi kayu cendana, bahkan konon pulau ini tidak memiliki kekayaan lain selain kayu yang memiliki harum istimewa tersebut. Kayu cendana merupakan komoditas ekspor yang diminati oleh pedagang Tiongkok yang datang untuk berdagang ke pulau Timor. Begitu pula para pedagang Portugis yang banyak membeli kayu cendana semenjak tahun 1512 dari pulau yang sama. Pada tahun 1566 ketika Portugis mendirikan sebuah benteng di Pulau Solor, pastor Ordo Dominican menasranikan penduduk Flores, Lombok, Alor, Roti, dan Timor, sehingga di sekitar benteng berkembang masyarakat yang terdiri dari bajak laut Mestizo-Timor, serdadu dan pelaut Portugis, serta pedagang kayu cendana dari Macao dan Malaka.[15] InangSetelah berkecambah, bibit Cendana akan dipindahkan ke Polibag, dimana di Polibag tersebut juga disertakan inangnya yaitu Krokot (Alternanthera sp) kemudian ketika dipindahkan dilahan Cendana akan ditanam bersebelahan dengan inang sekunder nya yaitu Cemara udang, atau Lamtoro, Sengon, dan Gamal. Cendana termasuk Semi Parasit Akar. Karakteristik CendanaTanaman cendana dapat berupa pohon, tetapi dapat juga tumbuh sebagai semak belukar. Pada fase semai atau kecambah, pohon cendana hidup parasit pada tumbuhan lain, melalui sistem perakarannya. Perawakan tanaman ini kurang begitu menarik. Batang pohon pada umumnya berukuran pendek, meskipun tinggi tanaman ini dapat mencapai 12–15 m dan diameter batangnya sekitar 20–35 cm. Tajuk tanamannya terkesan tidak rimbun sebab daunnya memang tumbuh jarang.[2][16].[17] Daun cendana merupakan daun tunggal. Daunnya yang berwarna hijau ini berukuran kecilkecil, 4–8 cm x 2–4 cm dan relatif jarang. Bentuk daunnya bulat memanjang dengan ujung daun lancip (acute) dan dasar daun lancip sampai seperti bentuk pasak (cuneate); pinggiran daunnya bergelombang; tangkai daun, kekuning-kuningan, 1-1,5 cm panjangnya.[3] Perbungaannya (inflorescence) seperti payung menggarpu (cymose) atau malai (panicle), dengan hiasan bunga yang seperti tabling, berbentuk lonceng, panjang 2–3 mm, yang pada awalnya berwarna kuning, kemudian berubah menjadi merah gelap kecoklat-coklatan. Pohon cendana berbunga sepanjang tahun.[3] Buahnya, buah batu (drupe), jorong (ellipsoid), kecil, berwarna merah kehitam-hitaman dan panjangnya kurang lebih 1 cm. Biji mudah sekali berkecambah, akan tetapi harus segera mendapatkan tanaman inangnya, supaya dapat bertahan hidup. Pada fase inilah cendana hidup sebagai parasit atau sering disebut semi-parasit.[3] Semi-Parasit adalah sifat parasit yang mengambil beberapa unsur hara dari inangnya karena akarnya tidak mampu menyerap unsur hara tersebut. Jika Cendana tidak mendapatkan inang dalam dari kecambah sampai umur 2 tahun, maka Cendana akan mati. Arti lainDi Indonesia, kata "Cendana" sering digunakan oleh pers untuk menyebut sesuatu yang berkaitan dengan Soeharto, presiden R.I. yang kedua, dan orang-orang dekatnya. Alasannya karena rumah pribadi Soeharto beserta beberapa anaknya terletak di Jalan Cendana, Jakarta Pusat. Ditinjau dari bahasa Belanda (sandelhout) dan bahasa Inggrisnya (sandalwood), kayu cendana diyakini berasal dari NTT khususnya Pulau Sumba. Hal ini dapat dilihat dari julukan Pulau Sumba, Sandalwood Island. Julukan ini dibawa turun temurun dari zaman penjajahan Jepang dan Belanda hingga sekarang. Ada beberapa nama ilmiah dari cendana yaitu Santalum album L. (cendana) yaitu Sirium myrtifolium L., Santalum ovatum R. Br. dan Santalum myrtifolium (L.) Roxb. Nama-nama LokalNama-nama daerah untuk Santalum album L., selain cendana yang merupakan nama sangat umum di Indonesia, di antaranya adalah hau meni (Timor), ai nitu, ai salun, ai sarun, ai kamelin (Sumba). Nama pohon cendana di luar Indonesia, antara lain East Indian sandalwood, white sandalwood, dan yellow sandalwood (Inggris, Amerika Serikat), Bois santal (Prancis), sandalo (Spanyol, Italia), sandalhout, echte sandal (Belanda), echtes sandelholz (Jerman), chendana (Malaysia), san-taku (Myanmar atau Burma), dan chantana (Thailand), bach dan (Vietnam), sandal, chandal, chandam, gundala dan suket (India).[3] Referensi
|